Rabu, 29 Desember 2010

di ujung Tahun



Di akhir tahun kucoba menghitung diri kembali, jejak apa saja yang tertinggal dari perjalanan setahun yang berlalu.

tarikan nafasku panas penuh sesal dan kesal, betapa banyak rugi yang tergambar. ada kebaikan dan tentu ada
keburukan. ah, sedih melihat catatan kebaikan yang masih sedikit, berbalik menutup wajah tak mampu melihat tumpukan keburukan. mohon ampun aku ya Robb.. bila Engkau meminta Izrafil tuk menjemputku sekarang, belum siap aku Ya Allah, bukan karena cintaku pada dunia yang fana ini, tapi malu menghadap-Mu dengan amalan yang sedikit.

bila selalu kupinta surga-Mu, itulah bentuk kelemahanku, padahal rasanya belum pantas aku mendapatkannya.

kumohon selalu untuk Engkau jauhkan dari Neraka-Mu, walau banyak perilaku yang terus menarikku untuk mendekatinya..
Allah!
setahun kedepan bila masih Engkau perkenankanku menjalaninya, kuharap ridho-Mu mengiringi tiap langkah yang kuayun... tunjukkan padaku kebenaran dan berikan aku kekuatan-Mu agar dengannya kusempurnakan kebenaran itu,
jelaskan dimataku kebathilan, dan teguhkan hatiku agar ku hancurkan ia karena-Mu. segala angan dan cita dalam kebaikan kupersembahkan untuk-Mu, wujudkan segala yang terbaik agar kumampu manjadi hamba yang terbaik pula...

tunjuk aku menjadi ia yang Engkau inginkan untuk menegakkan kebenaran dan merobohkan kebathilan... mengajak saudaraku yang jauh untuk mendekat, dan menguatkan ikatannya...
Allah, setahun kedepan, kuingin semakin mencintai-Mu, Rasul-Mu, agamaku, kedua orang tuaku, bangsaku dan saudara-saudaraku..

tahun depan pasti lebih baik dari tahun kemarin!

Sabtu, 25 Desember 2010

Kembali Peka...

mari kita kembali bercerita tentang peka.
tak pernah bosan, memang! sebab ia salah satu faktor bahagianya kita di kehidupan.
memang belum terlalu kupahami, ku belajar pun kuakui terlalu lambat. kurang fokus! lagi-lagi menjadi alasanku. baru kembali memikirkan bila sebuah peristiwa menyinggung peka kembali terulang. seperti seorang ukhty yang selalu meminta maaf, padahal bagi kami ia tiada salah. ah, mungkin aku yang kurang peka, itu kesimpulan yang bisa kutarik, ada apa gerangan? atau saudara yang telah berulang kali meminta tolong tapi selalu Allah takdirkan kesibukan saat itu, mepet hingga tiada waktu yang luang tuk membantu. itu tugasku, kutahu! tapi? beribu maaf mungkin tak mampu sahabati rasa jengkel dan amarah yang timbul dihatinya...
atau ukhty yang lain yang selalu menunggu tuk berbagi cerita namun tak pernah kutanggapi, sebab kutak tahu bagaimana menyikapi (itukah alasanku?).
juga tak mau katakan ada dari mereka yang kurang peka, mengertilah orang lebih dulu bila ingin dimengerti pula. akad yang belum jelas, menebalkan muka kesana-kemari walau harus berbekas banyak cerita di belakang. akhirnya?
bukan menyesali, karena kutahu itu tiada berarti tapi menyayangkan sistem yang menzholimi. padahal profesional sudah menjadi label. mengurut dada, menyabarkan jiwa dan menghibur diri dengan hikmah yang Allah janjikan pasti ada.
kini tinggal bersiap, menata bekal agar esok hari tersambut dengan kemantapan. selalu berusaha menyempurnakan, itu saja! pasti selalu ada yang lebih baik dari segala yang terjadi.
sejuta maaf bagi saudara-saudari yang belum sempat terbalaskan peka dan sikap yang diinginkan... terus dukung aku dengan sikap yang menuntut kesungguhan mempelajari peka. bersegera memperbanyak kadarnya di dalam hati, kutak ingin bertambah lagi hati yang sakit karena kurangnya..

Betulkah Persaudaraan?

bahagianya hati terliputi senyum di bibir. semangat berkobar, sebab ada yang selalu mendukung dan siap membantu meringankan segala kesulitan yang datang menyapa, mengantri panjang. itulah indahnya!
meski di awal aku sangsi, meragukan tawarannya, YOU CAN'T HELP ME!
terlalu pesimis menghadapi problema, hingga selalu saja mencari alternatif tuk melupakan. tapi tetap saja selalu bisa terbaca. "ada yang kamu sembunyikan di balik ceria, ada yang kamu timbun di balik gundukan semangat.. ada sesuatu, ada!"
terima kasih telah peka membaca keadaanku. akhirnya mengalirlah cerita bersama mutiara retina yang tak kuizinkan terjatuh sebab malu memperlihatkannya. kutahan dengan lengan baju di sudut mata, meski kelak akhirnya tumpah jua dia. "Kabura Maqtan!" kataku, "Tidak!!" jawabnya. semua orang pernah lakukan khilaf, dan untuk itulah kita ada! untuk saling menasehati bukan?
kesepakatan terjadi, aku ditantangnya untuk mampu melakukan, ada banyak pilihan bila beberapa kemungkinan gagal untuk diadakan...terlalu bersemangat ia. katanya kini semuanya telah satu pesawat, takkan mendarat bila belum sampai tujuan, dan pasti aku yang jadi pramugarinya! hehe... yang penting tak melompat turun karena terbuai oleh panorama keindahan..
alhamdulillah, dari beberapa pilihan rencana, pilihan pertama telah membuahkan hasil yang membuatku lega. berlanjut kemudian pada A LETTER Of PROMISE.
ha.. terima kasih lagi telah membantu meringankan problema. semoga ukhuwah, persahabatan dan pertemanan yang terjalin diberkahi-Nya...
Amin...

Selasa, 21 Desember 2010

Dari Taman Hati...



Dari timur seekor kupu-kupu, Titania, terbang perlahan mengikuti pendar matahari, mencari indah di selaksa kehidupan.
Desah angin merangkak berbisik di telinga. Mencambuk optimis dengan kelesuan. Andai semangat tak terus menyala kobarannya, maka reduplah ia di keheningan malam. Kepakan sayapnya adalah tepukan tangan tak berbunyi. Tapi elok goresan pelangi di sayap tipisnya banyak memukau pandangan mata. Sayapnya terus mengepak menembus kelam malam dan rona pagi. Menabur jaring dimana ia hinggap, menemukan kembali yang pernah bias. Hingga datang kembali seorang teman masa kecil, Musashi Okunawa, Sachi. Betapa bahagia merangkai rajutan benang ukhuwah itu lagi, meski baru lewat telepon. “Besok aku akan dioperasi!” katanya tiba-tiba mengejutkan. “Sakit apa?” tanyaku. Ia dianjurkan operasi oleh dokter setelah mengikuti tes masuk AKABRI, meneruskan jejak sang Ayah. Tania merasa bersalah, melupakan dan tak pernah mencarinya selama ini. Teringat suatu masa, saat Tania kecil adalah kupu-kupu yang usil, selalu menjadi pahlawan bagi teman-temannya, saat kupu-kupu jantan yang lain menjahili. Dan Sachi, hari itu mengejar Mayami. Sachi memang selalu begitu, sok jagoan mentang-mentang anak seorang AKABRI. Mayami berlari mendekati Tania dan berlindung di balik punggungnya. Tania, bak kepiting rebus wajahnya, memerah... dengan sigap menghadang Sachi, “Eh, jangan sok jagoan kamu!” Sachi pura-pura tak mendengar, terus memburu Mayami. Tania makin geram, ditariknya baju Sachi dari belakang. Sachi mencoba berontak, melepaskan diri tapi Tania makin menguatkan tarikannya. Tiba-tiba... sree..et! baju Sachi robek sampai terbelah. Tania kaget, Sachi meringis, sedikit lagi hampir menangis. “Kau berani sekali, nanti aku lapor sama bapakku!” sambil terisak perih bercampur malu. “Siapa suruh nakal sekali suka gangguin perempuan!” Tania membela diri. Mayami merasa bersalah, ia tertunduk dihadapan Sachi. Dan Sachi segera berlari pulang... @@@ Tania, aku dirawat di Rumah Sakit Pelamonia, lantai 3 kamar 313. Risalah sms Sachi yang kuterima pagi ini. Hufft.. kuliah padat, jadwal private, bimbingan, cucian, tugas.... apa aku punya waktu? Oh, Tuhan tolong beri aku waktu bertemu denganmu, aku ingin minta maaf. Aku takut tak sempat bertemu lagi denganmu... Malam ini aku harus begadang menyelesaikan semua tugas. Sambil merendam cucian, aku mengetik makalah. Kulirik jam, waktu bernjak perlahan dan kini jarum yang tak pernah pusing berputar itu menunjukkan pukul 02:11.. Aku berlari menyusuri lorong Rumah Sakit Pelamonia. Sachi pasti sudah di ruang operasi saat ini. Terpaksa kutinggalkan satu mata kuliahku, izin ke dosen. Setelah nanya sana-sini... akhirnya kini aku berpatung diri di hadapan ruang operasi. Ada ayah dan ibu Sachi disana. Hanya berdua! Semoga Sachi tidak pernah benar-benar mengadukanku pada ayahnya tentang bajunya yang aku robek.. Setelah memperkenalkan diri dan orang tua, (Nggak PeDe!) ayah Sachi kemudian bercerita banyak. Ayahku dan ayah Sachi juga berteman. Ayah Sachi kini tak garang lagi di mataku. Tiba-tiba seorang dokter keluar, ada guratan tegang di wajahnya. “Boleh saya ngomong sebentar Pak?” Keduanya berdiskusi di sudut, tampaknya sangat serius. “Sachi pendarahan, ibu disini saja. Tania tolong antarkan bapak ke PMI stok darah disini habis!” Aku segera mengangguk. Sebenarnya ayah Sachi ingin naik mobil, tapi aku menawarkan naik motor saja agar mudah menyelip di kemacetan. Dan, ternyata betul! Macet!!! Uh.. ini mobil-mobil Kenapa tidak ada yang bergerak? Aku lagi buru-buru nih! Mencari celah kiri kanan, akhirnya sampai gedung PMI juga. Setelah itu bersegera kembali ke Rumah sakit Pelamonia. Sesampainya di Rumah Sakit, kami hanya menemukan ibu Sachi terisak-isak. Saat melihat kami datang Ia segera menubruk ayah Sachi dengan pelukan. “Sachi...Sachi.. ayah...! hiks...hiks..!” Oh.. tidaaak! “Tania..Tania..!!!” Tubuhku terasa diguncang. “Bangun Tania...!” Ternyata ini hanya mimpi, dan parahnya aku tertidur di samping WC. Memalukan! Aku tertidur di tengah cucian yang busanya sudah mengering... hehe...
@@@
Macet..mecet.. piliss deh! Kuharap mimpi semalam tiada pernah berwujud dalam nyata. Sesampainya di rumah sakit, nanya! Aku harus bertanya! Malu bertanya sesat di Rumah Sakit. Ke lantai tiga, belok kiri, kanan... ruang operasi. Aku tak menemukan Sachi disana. Lantai 3 ruang 313, yah Sachi pernah memberitahuku. Tok..tok.., kuketuk pintu ruangan 313. Tidak ada jawaban. “Maaf mbak!” seorang suster yang berlalu adalah tempat bertanya yang baik. “Ya?” “Pasien kamar ini sudah pulang yah?” “Oh,tadi pagi dioperasi. Tapi, operasinya gagal. Nyawanya tak bisa tertolong lagi. Baru saja menyelesaikan administrasi!, ambulansnya mungkin belum berangkat!” Tiba-tiba, telingaku mendengar suara sirine yang nyaring, itu pasti Sachi! Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un... Tuhan, ternyata Engkau tak beriku kesempatan bertemu dengannya.
@@@
Terkulai lagi sang Kupu-kupu, kepak sayapnya melemah. Mutiara matanya berjatuhan. Sesal datang, mengaduk-aduk jiwanya, “Andai kuboleh katakan andai, akan kumint sedetik saja untuk menemuinya. Sachi... maafkan aku!”

Rabu, 15 Desember 2010

inilah pilihanku...

Sebab masalah tidak datang tanpa alasan.. Kuyakin Allah sembunyikan hikmah berarti.
Mungkin tak salah bila kumemilih sibuk, mencari tugas dan perintah. Agar masalah yang datang tak mengambil ruang yang banyak dari ruangan besar pikirku. Memilih latihan, memilih kerja.. Bahkan walau waktu seperti tak ingin kulirik pergerakannya, tak ingin dikejar. Antara kuliah dan latihan, antara amanah dan tugas-tugas.
Ilahi..
Kuingin persembahkan yang terbaik, masalah yang kau beri kuyakin untuk mendewasakanku..
Kuatkan aku!

Jumat, 26 November 2010

Semudah itu.. Hati!

Lalu seketika, berubahlah cinta jadi benci... Sayang jadi murka.. Pengertian jadi amarah, hanya karena kesalahan yang tak jelas keberadaannya... Apalagi pelakunya...
Hati yang keruh dan sempit danaunya, sekali lagi memberikan bukti nyata. Sakit yang sesungguhnya, bukan sakit raga yang diderita, namun hati yang parah kronis keadaannya. Sehingga tiada membuat orang lain bahagia dalam senyuman, malah mengajak untuk juga sesak.
Lagi... Lagi dan lagi.. Hanya kesabaran dan janji Allah yang membuatku masih tegak berdiri. Sebab andai tidak, sejak kemarin aku telah membungkuk mengundurkan diri... Berterima kasih atas segala kebaikan, juga ilmu-ilmu yang tiada mampu terhitung.
Memungut remah-remah hikmah yang berserakan, menampungnya, lalu kemudian untuk ditatap lekat-lekat, direnungi, dipelajari dan diudarakan di kehidupan agar terhirup setiap saat untuk mengingatkan bahwa engkau tak perlu lagi mengulang kesalahan yang sama.
Begitulah... Maka ya Allah selalu kumohonkan pada-Mu tuk menguatkanku dalam cinta-Mu. Duhai Engkau yang Maha membolak-balikkan hati..
Semuanya kuserahkan kembali pada-Mu..

Allah.. Adakah aku?

Allah, komohonkan ampunmu..
Adakah aku telah menyapa-Mu mesra?
Di telungkup tanganku, pinta demi pinta berdesakan di pintu bibir..
Terdorong-dorong sesak di alam pikir..
Mengungkapkan yang kuinginkan..
Padahal Engkau jauh lebih tahu apa yang diingini jiwa raga ini..

Senin, 22 November 2010

Pribadi Baru.. (Aku!)

Selalu berusaha memungut remah-remah hikmah yang berserakan dari setiap peristiwa yang terjadi, hingga bertambah tabungan kebijaksanaan dalam menjalani kehidupan.
Kutak ingin pasti: Keburukan, noda dan dosa diri menghalangi pandangan saat kumerajut benang ukhuwah, lalu akibatnya sulaman itu tak sempurna. Sungguh lebih sering kesalahan dan kotornya hati inilah yang menghalangi kedekatan ukhuwah.
Terlebih, rasa cinta dan iarapku kepada-Mu duhai Tuhanku.. Meletakkan-Mu diatas singgasana tertinggi di kerajaan cintaku adalah keinginan yang terus menggeliat dalam jiwaku. Kegelisahan batin ini hendak segera kuhempaskan.
Nabi-Mu Muhammad, adalah sosok yang hendak kuteladani sepanjang hidupku. Sebab keyakinanku pada apa yang Engkau pujikan atas pribadinya yang agung. Kumohonkan syafaatnya atas rindu yang pernah ia wujudkan melalui butiran mutiara ujung matanya kepada saudara.. Ummatnya yng belum pernah bertatap muka..
Untuk semua insan yang berarti dalam hidupku, ayah ibu, pengorbananmu tiada terkira. Saudara-saudaraku, sahabat, teman, guru-guruku.. Ada janji yang kuikrarkan, kesuksesan yang akan kuraih, unt uk kalian semua.. Amin

Kamis, 28 Oktober 2010

Muhasabahku..

Alhamdulillah... segala puji bagimu ya Allah, Engkau yang telah ciptakan diri ini.. engkau yang telah tinggikan langit tanpa tiang-tiang penyangga.. engkau yang telah hamparkan bumi sebagai tempat istirahat bagi hamba-Mu ini... Ya Robby.. izinkan kami di malam ini bersimpuh menundukkan hati, menghitung diri, menyesali semua yang telah berlalu, agar kami mampu bangkit menatap masa depan dengan segala kekuatan yang Engkau titipkan kepada kami...
Ya Robby...
Entah berapa detik dalam hidup telah kami lalui, entah berapa menit... dan entah berapa jam nafas telah kami tarik dan kami buang... ya Robb.. dengan cinta-mu, telah Engkau lahirkan kami dari perut ibunda, dengan tubuh lemah tak berdaya, tak mampu merasa, tak mampu melihat, tak mampu mendengar, apalagi berjalan dan berlari, hingga Engkau beri kami kekuatan dari hari ke hari.. saat bulan bertambah Engkau beri kami nikmat mendengar... hingga suara-suara alam mampu kami rasakan.. lalu masa berlalu dan Engkau beri kami nikmat melihat melalui mata, hingga indahnya dunia dapat kami saksikan, lalu Kau beri kami hati, hingga cinta, kasih sayang dapat kami bagikan kepada hamba-Mu yang lain..
Namun ternyata Ya Robb, saat kami telah sempurna kini, di usia yang semakin bertambah ini, dengan segala nikmat yang Engkau hujankan... tak banyak waktu yang kami pakai untuk bersyukur, bahkan mungkin hanya ada kelalaian demi kelalaian yang menghiasi. Lisan yang Engkau beri tak banyak kami gunakan berzikir menyebut nama-Mu bahkan mungkin banyak kata-kata yang tak perlu terucap, betapa kami sering mengolok-olok hamba-Mu yang lain padahal kami tahu dihadapan-Mu semua sama, hanya iman dan taqwalah yang menjadi pembeda. Otak dan akal yang Engkau beri, banyak kami sia-siakan potensinya, kami lebih sering memilih bermalas-malasan daripada belajar menuntut ilmu-Mu.
Ya Robby.. Engkau yang Maha Kuat...
Sungguh kami malu bertanya pada-Mu berapa banyak kebaikan yang telah kami perbuat, sebab kami tak kuasa menatap bila keburukan-keburukan masa lalu Engkau tampakkan dihadapan kami..
Bila kematian Engkau tawarkan saat ini, kami mohon ampun Ya Allah... betapa malunya kami menghadapkan amalan yang masih sedikit ini, meski kami selalu berharap Surga-Mu. Betapa malunya kami dengan keburukan dan dosa yang menggunung ini, meski kami takut akan neraka-Mu. Kami malu pada Nabi-Mu, betapa sering bibir ini ungkapkan cinta padanya sedang masih jarang kami contohi akhlaknya.
Ya Robby... Engkau yang Maha Pengampun...
Di penghujung kini, kami sesali diri atas dosa yang telah lalu, saat kami abaikan perintah-Mu, shalat yang terlupakan, tilawah al-Qur’an yang tersendat-sendat sebab jarang kami baca.. saat kami melupakan-Mu, dimana tawa lebih banyak, keluh kesah yang selalu ada..
Saat kami acuhkan orang tua kami, kami bantah perintahnya, bahkan suara kami terkadang lebih besar dari suara mereka, kami minta ini dan itu, padahal mereka sepanjang hari telah banting tulang mancarikan nafkah... atau kadang kami lupa mereka dalam doa-doa kami..
Saat kami tak senang dengan dengan guru-guru kami, mereka yang rela korbankan waktu mengajari kami... Yang sering kami olok-olok dengan menceritakan keburukan-keburukan mereka, padahal mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa, yang sabar mengajari, yang tak henti mendidik kami...
Saat saudara dan teman-teman kami lukai jasad dan hatinya. Kami marahi, kami pukuli, padahal mereka pun tak jarang membantu kami dalam kesulitan, mengjari, bahkan mengingatkan bila kai lupa...
Ya Allah, betapa banyak kekhilafan, betapa banyak dosa... Ampunkan diri ini...
Ya Robby, Ramadhan telah di depan gerbang, sampaikanlah kami kesana Ya Robb, agar kami rasakan maghfirah-Mu, agar kami peroleh kesempatan berharga tuk memperbaiki diri menjadi insan lebih baik yang beriman, cerdas dan mandiri. Kami tahu dan yakin tak pernah Engkau sia-siakan usaha hamba-Mu... beri kami kesempatan itu...
Ya Robby, ya Tuhanku...
Kami disini, sedang menanti detik-detik kematian yang pasti kan menjemput. Menunggu saat kami menarik nafas terakhir, dan menghembuskannya lagi untuk yang terakhir. Saat uadara dingin merayap dari ujung jemari kaki hingga ubun-ubun kepala. Saat mata terkatup dan tak bisa terbuka lagi. Ketika badan terbujur dan tak bisa lagi bergerak. Ketika kita masuk dalam keranda, dan diangkat oleh anggota keluarga dan teman-teman.
Saat kami menghadap-Mu dengan tersenyum...
Allahumma nasyku ilaika dhi’afa quwwatina.. Ya arhamar rohimin... anta Rabbul mustadh’afin... irhamna... Amin...

Selasa, 26 Oktober 2010

Tidak Perlu Iri!

''Likulli nafarin lahu nashibun''
Setiap orang memiliki bagian masing-masing

Hari ini, kami belajar an-Nizham al-Iqtishadiy fil-Islam dosennya Ust. Fakhri Tajuddin, Lc. sekedar info beliau baru balik dari Mesir lho. Beliau datang agak telat. Beliau meminta kesepakatan kami untuk membagi bab-bab dalam buku agar dijadikan khulasah.
Pembagiannya jadi rumit sebab mestinya setiap orang membaca dan menjelaskan 8 halaman, tapi kemudian bab-bab itu menjadi kacau. Beberapa teman mendapatkan bagian yang lebih banyak dan beberapa yang lain mendapatkan bagian yang sedikit. Suara-suara protes mulai bersahut-sahutan. Yang dapat bagian sedikit jadi senyam-senyum bahagia, sementara yang mendapatkan banyak bagian pasang tampang menghiba. Sementara Ustadz sudah menampakkan wajah bingung plus gregetan...oe..
Inilah yang kemudian menjadi sebab keluarnya pernyataan beliau. ''Tidak perlu iri, masing-masing akan mendapatkan bagian''
singkat cerita, pembagian diulang, dan akhirnya semua ridho dan ikhlas menerima keputusan dari ustadz.

Sabar dan tak perlu iri, begitulah seharusnya kita menjalani hidup ini.
''Washbir, innallaha la yudhi'u ajralmuhsinin'', dan bersabarlah, karna sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan (Hud:115)
Berbuat kebaikan! Cukup mengisi hidup dengan banyak berbuat kebaikan. Rezeki sudah diatur oleh-Nya. Tidak mungkin malaikat petugas pembagi rezeki salah orang apalagi Allah salah mengatur.
Renungan untuk hari ini, semoga peristiwa dari hari ke hari mengajarkan kita banyak hal, kita pungut hikmah yang berceceran agar menambah tabungan kebijaksanbn kita menjalani kehidupan. Amin...

Senin, 25 Oktober 2010

Persembahan Terbaik

Kuingin persembahkan yang terindah untuk-Mu
Duhai Tuhanku, yang telah pilihkan jalan hidup hingga kudisini...
Ridhoi aku dalam juang, mewujudkan segala mimpi dan angan
Menjadi insan taqwa penuh cinta
Yang tak pilih kasih seperti-Mu
Yang ikhlas merajai hati, agar satu niat senantiasa terpatri..
Semuanya untuk-Mu
Segalanya untuk-Mu
yang terbaik dariku...

Minggu, 24 Oktober 2010

Belajar dari Sakit

Bahagianya bila diberi kesempatan berbagi hari dengan sakit, ia yang datang tiada kabar berita, semoga tak perlu berlama-lama bertamu di jasad yang lemah tiada daya. Bukan karena tak tahan perih ataupun sakit, tapi karena banyak tugas telah menanti dijamah oleh tangan yang tiada punya kekuatan selain titipan dari-Nya. Bukan karena tak sabar atas ujian yang diberikan-Nya, tapi kewajiban telah banyak aku tinggalkan. Tapi kuyakin hikmah menggunung telah duduk manis memintaku segera menjemput tuk kubawa pulang. Biar kujadikan teman sepanjang hidup, agar lebih bijak menapaki bilangan hari ke depan.
Terima kasih duhai Robby, ujung cinta yang kumilki segalanya untukmu yang telah menciptakanku menapaki bumi, yang untuknya hamba ingin buktikan kesyukuran itu dengan banyak berbuat yang terbaik. Maafkan bila hamba banyak lakukan kesalahan yang mungkin dengannya Engkau kini menegur hamba. Di kesempatan yang tidak semua Engkau berikan kepada mereka, perkenankanlah hamba yang datang pada-Mu dengan merangkak, hamba hendak berprasangka baik pada-Mu.
Hamba mohon ditambahkan ilmu agar hidup yang Engkau beri ini menjadi berkah, berbagi kebaikan dengan saudaraku yang lain. Izinkan hamba meraih segala angan dan cita. Ampunkan dosa kedua orang tua hamba serta berkahi rezeki merka berdua.. Amin..
Hamba tak ingin mengeluh, di sakit ini hamba menghisabi diri... Nikmat sehat-Mu begitu berharga..
Alhamdullah, all prays is to Allah..

Syifa
Hamba-Mu yang selalu berharap...

Minggu, 10 Oktober 2010

Bersama Eve

Hujan mengguyur perjalananku bersama Eve, sore itu. Sepanjang hari aku dirumahnya, hampir tak pernah ngobrol serius denganku, pasien yang begitu banyak berdatangan bahkan membuatnya lupa mandi dan makan. Rasa kasihan dan banggaku melebur menjadi satu, sahabatku ini betul-betul amanah menjalankan tugasnya. Sambil bermain dengan Daffa dan Daffi, mujahid kembar keponakannya, kami mencuri waktu mengobrol sedikit sementara ia masih terus “mengerjai” pasiennya.
Setelah sholat Ashar, kuutarakan niatku ingin pulang.
“Eve, Rein pulang dulu yah?”
“Ih, jangan! Tunggu dulu, nanti ku antar!”
“Hah? Ngga’ usah, aku bisa pulang sendiri kok! Lagian kamu juga belum pernah istirahat!”, tegasku.
“Plis dong Rein, kapan lagi aku bisa ngantar kamu pulang? Aku bersih-bersih dulu, jangan kemana-mana!”, setelah itu ia bersegera masuk ke rumah.
Meskipun sore begitu, tetap saja pasien berdatangan. Untungnya ada Sea, adik Eve yang paling bungsu, jadinya Sea yang sibuk melayani mereka. agak lama juga menunggu Eve. Akhirnya dengan pakaian rapi ia siap berangkat. Sayangnya, kami pun belum bisa berangkat karena Sea menggunakan motor ke tukang servis handphone tuk mengambil handphone-nya. Ketika menunggu Sea datang, seorang pasien datang, Eve hanya tersenyum tipis melirikku. Tetap dengan pakaian rapinya ia ramah melayani sang pasien. Ah, aku Cuma bisa geleng-geleng kepala. Baru kemudian pukul 05:00 sore kami bisa meninggalkan rumah. Setelah pamitan dengan Kak Dhana, Kak Ani, Daffi, Daffi, Sea dan Dewi.
Mengingat keadaan Eve yang belu pernah istirahat, aku masih tetap meminta untuk tidak usah diantar pulang, masih ada mobil angkot ke kampungku. Cukup mengantarku ke terminal saja.
“Kampungnya tidak terlalu jauh kan?”
“Nggak juga sih!”
“Ya sudah, aku antar sampai ke rumah!”
Sepanjang perjalanan tak pernah aku berhenti bertanya, mengajaknya bercerita. Sebab ia adalah pribadi yang tertutup bagiku. Ia memang tak banyak bicara. Hanya banyak mengungkapkan segala rasa dalam sikap dan tulisan. Ah, Eve.. sahabat yang aku temukan saat ujian akhir Nasional tiga tahun yang lalu. Kekuatan Rabithoh ternyata telah kuat merengkuh kami. Perkenalan singkatku dengannya, mengakrabkan kami meski hanya berbalas kabar lewat SMS dan bertukar cerita melalui telepon. Yang membuatku kadang terheran adalah cinta tulus persahabatan yang membuat kami sehati. Saat kuterjatuh dalam jurang pesimis, ia tiba0tiba datang dengan risalah semangat meskipun tanpa aku kabarkan keadaanku, atau disaat aku sakit entah mengapa ia merasakan di kejauhan, bahkan untuk hal-hal tidak aku sukai dan aku sukai , ia tahu walau tak pernah aku ceritakan padanya. Sedang aku? Tak sesering ia merasakan keadaanku, hanya beberapa kali saja mampu menebak bagaimana keadaannya disana.
Hujan yang deras tak lagi mampu kami tembus, jilbab dan jaket basah kuyup. Hingga kami memutuskan untuk singgah berteduh.
“Pengalaman seperti inilah yang tak mungkin terlupa!”, katanya melempar senyum.
Kubalas dengan tawa renyah. Hujan mulai sedikit mereda, sementara gelap senja mulai merangkak di atas langit membuat kami harus segera meneruskan perjalanan tanpa harus peduli dengan hujan. Kami menikmati hujan yang terus menerus turun membasahi bumi. Saat maghrib tiba, kami singgah di salah satu masjid untuk menghadap pada-Nya, mengistirahatkan sejenak raga dan jiwa dari penatnya dunia. Eve sekali lagi mengajarkanku suatu hal, tapatnya mengingatkanku dalam diamnya. Menegur dengan tak langsung sikapku yang ceroboh, ransel, helm, dan jaket yang aku letakkan sembarangan ia amankan di tempat yang baik. Teliti sekali!
Syukurku tiada henti pada Ilahi, telah mempertemukanku dengan seorang sahabat yang subhanallah.. baik, tawadhu, ulet, tekun, sopan, pandai dan peka.. Alhamdulillah!
Dan sepertinya perut telah meminta utuk diisi, di kampung orang seperti ini mana aku tahu dimana tempat untuk makan. Untungnya di perjalanan kami berpapasan dengan tukang bakso langgananku. Di depan warung orang lain kami makan sambil berbagi cerita, foto dan lagu favorit.
Eve... persahabatan kita telah terukir indah di lembaran hatiku...
Ukhuwah kita.. Ukhuwah coz Allah!!!

Kamis, 07 Oktober 2010

Cange or Not! Now or Never!

Melepaskan diri dari perangkap pesimis memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Kembali kita melihat bagaimana dorongan hatinya, bila ia disertai keyakinan dan kesungguhan yang besar, tentu saja sedikit motivasi bisa kembali membangkitkan optimisme. Sangat disayangkan bila keyakinan dan kesungguhan lemah, keinginan untuk bersemangat hanya sekedar penghias bibir, akan perbuma segala motivasi meskipun itu dari moti8ator handal sekalipun. Yang merubah keadaan setiap kita menjadi lebih baik adalah diri pribadi, bukan motivator, trainer atau siapapun.
Piliannya hanya ada dua, berubah atau tidak? Bergerak atau mati?
Seperti pohon, ingin terus tumbuh dan berbuah hingga banyak bermanfaat bagi orang lain? Atau hendak seperti pohon yang tak berbuah hingga tak bisa membantu kehidupan musafir dan tak berdaun hingga tak mampu menaungi musafir dari terik panas matahari perjalanan?
Bila perlu menangis akan beban kehidupan, menangislah! Sebab kesulitan mutlak adanya di kehidupan.
Alah telah menjanjikan kemudahan setelahnya.
Sehingga bila kesulitan mendatangi, segeralah mencari kemudahan sebab ia bersembunyi di balik kesulitan itu.
Makam perlu mengazzamkan dalam diri bahwa optimisme tidak peqlu berlama-lama menjadi tamu di ruang hati kita.. Optimis dan semangat kebaikan adalah penghuni sejatinya!

Jazakumullah ustadz atas interogasinya kemarin!

hujan dan kesendirianku!

hujan turun sore ini, seperti menghibur setiap jiwa yang sendiri menjalani hari. Seperti aku yang Allah takdirkan sendiri di kelas. Segala cemas dan khawatir masih bisa kuhalau, meski kadang ada waktu juga aku sesak tak antara mampu dan tidak. Alhamdulillah, segala puji bagi-Mu.. Rabbku.. Yang beriku karunia teman-teman yang baik, yang senantiasa menyemangati..
Hujan yang mengguyur, membasahi bumi menyemarakkan...
Allahu Rabbi.. Jadikan hujan ini berkah bagi kami..
Kuatkan aku.. Sebab kutahu aku tak sendiri.. Engkau bersamaku...

Selasa, 05 Oktober 2010

Cerita Dari "Laskar Ramadhan!"

Sebelum Ramadhan menjemput, saat aku lagi giat-giatnya belajar membuat proposal, tiba-tiba terbersit untuk melaksanakan ide setahun yang lalu yang sudah manis kurancang di buku diaryku... sayang, waktu dan mentalku (ketidak pede-an) berhasil menghalangiku untuk tidak mewujudkannya. Kebetulan sekali, kenapa niat ini tidak aku jadikan saja kesempatan yang baik untuk memantapkan pembelajaranku? Membuat proposal untuk Sekolah Ramadhan yang aku beri nama “Laskar Ramadhan”. Yeah.. berapa malam aku begadang suntuk belajar membuat proposal sesuai dengan rancangan kerjaku nanti. Diskusi dengan teman dan saudaraku yang sudah sangat berpengalaman masalah proposal, membolak-balik contoh proposal yang ada.. huah.. akhirnya selesai juga.
Tapi apakah proposal itu akhirnya mampu mewujudkan mimpiku mengadakan “Laskar Ramadhan”? yah, mari kita ikuti cerita selanjutnya!
Semangat yang menggebu mendorongku untuk menelfon Mama, meminta pendapat dan restunya. Meskipun sedang sakit kepala saat itu (Kalau sakit kepala Mama kambuh, Mama nggak bisa ngapa-ngapain), Mama menyetujuiku bahkan memberi semangat.
Belum sampai di kampung saja panggilan tugas sudah menggema, masih di jalan aku sudah dapat telfon untuk ikut rapat panitia Pesantren kilat. Ternyata minggu awal Ramadhan ini aku harus tinggal di kota Watan Soppeng dulu agar lebih dekat dengan daerah sekolah-sekolah. Semangat “Laskar Ramadhan” yang berkobar-kobar, akhirnya luruh.. kenapa? Sebab itu artinya, “Laskar Ramadhan” akan mundur satu minggu. Meskipun begitu aku masih berani dan masih ingin mengadakannya, kuutarakan niatku ini kepada bu Guru SMP di kampungku sekaligus menanyakan jadwal membawakan materi Pesantren Kilat nanti. Beliau sangat setuju, bahkan akan meminta murid-muridnya untuk meramaikan sekolahku nanti. Alhamdulillah..
Seminggu aku numpang di Kost teman, padahal banyak rumah keluaga yang bisa kau tumpangi.. hehe3x, lebih nyaman rasanya merepotkan teman daripada merepotkan keluarga. Hari-hari yang berlalu di minggu itu semakin meluruhkan semangatku akan “Laskar Ramadhan”. Ya Allah, beri Hamba Kekuatan untuk melaksanakan niat baik ini, bisik batinku tiap waktu.
Seminggu kemudian berlalu, aku telah kembali ke kampung. Bu guru talah menagih, namun jawabku hanya nanti dan nanti. Bergantian adik dan kakak di Makasar menanyakan “Laskar Ramadhan”ku.. aku jawab dengan lemas pertanda tidak semangat. Hingga kemudian sepatah kata dari seorang saudara memompa semangatku untuk segera mengadakannya.
“Bagaimana “Laskar Ramadhan”nya dek?”
“Belumpi kuadakan Kak!”
“Kenapa? Aish, KECEWAku dengarki!”
Kata KECEWA itulah yang membuatku bangkit.
Akhir minggu kedua kelas pertama kuadakan. Sebelumnya beberapa pengumuman telah kutempel di dinding papan pengumuman masjid dan kantor desa, bahkan dibacakan sebagai pengumuman sebelum shalat taraweh diadakan. Ada 17 santri, yeh lumayanlah untuk permulaan. Agak kewalahan juga, sendirian menghadapi santri dari berbagai tingkatan umur, yang paling muda belum cukup berumur 3 tahun, yang paling besar kelas 2 SMA. Ada kelas satu SD, SMP Kelas 1, 2, dan 3. Tiga kali seminggu kami belajar bersama dengan aula kantor desa sebagai ruang kelasnya. Kadang bingung materi apa akan aku berikan. Setelah satu materi tersampaikan, pukul 09:30 kami shalat Dhuha bareng di masjid, setelah itu tilawah sambil belajar tajwid. Sebelum nonton film edukatif sebagai agenda terakhir, kusampaikan satu materi lagi. Setelah dua kali masuk, aku melihat anak-anak mulai jenuh menonton film. Akhirnya, pengalamanku mengajar Kerajinan Tangan dan Kesenian maju menghadirkan ide segar. Ke toko membeli kertas kado, dan lem, kardus bekas sepertinya banyak di rumah. Cukup meminta anak-anak membawa gunting, apa yang terjadi? Tada... empat bingkai foto cantik jadi juga. Hanya bingkai duo Faisal dan Saiful yang agak kacau, maklum anak laki-laki. Bahkan tukang koran yang biasa mengantar koran ke kantor desa, meminta karya anak-anak untungnya duo Andi Dian dan Irma bersedia memberikan hasil karyanya. Melihat antusias anak-anak yang begitu besar dengan handycraft, kelas berkutnya kembali kuakhiri dengan membuat bingkai foto dari koran bekas. Cantik! Bahkan sepupuku, Andi Angga ketagihan maunya bikin bingkai melulu. Kelas berikutnya agenda terakhir kembali menonton film agar ada selingan. Games yang kudapat dari tarainer handal kupraktekkan, hasilnya tidak hanya membuat anak-anak kembali bersemangat bahakan kelas jai riuh oleh teriakan dan tawa mereka. Dasar anak-anak! Handycraft yang aku praktekkan semuanya berbahan sampah, iya dong, aku kan anggota KPS (Komunitas Pencinta Sampah, gitu loh!). ada bunga dari bekas minuman kaleng dan bungkus mie atau sabun bekas, ikan dari bungkus susu bekas dan asbak dari bungkus rokok bekas...
Aku senang bisa berbagi dengan mereka, sehari sebelum pulang setiap anak yang pernah ikut aku beri sertifikat. Setiap sertifikat tertulis nama mereka dengan gelar yang dinginkan kelak besar nanti lengkap dengan cita-cita masing-masing. Sertifikat adikku, DR.drh. Andi Thariza Nagauleng, calon dokter hewan. Beberapa orang tua santri tertawa-tawa melihat sertifikat itu, ucapan “amin..’ dari bibir mereka tanpa disadari adalah dorongan harapan semoga Allah mengabulkan semuanya... amin...
Akhirnya “Laskar Ramadhan” berakhir tanpa proposal yang pernah aku buat sampai begadang beberapa malam. Bahkan di-print pun tidak! Sedianya proposal itu akan aku serahkan kepada ketua KUA di kecamtanku, bahkan Bupati Soppeng.. Namun Allah ingin menunjukkan padaku bahwa dengan Pertolongan-Nya aku bisa menyelesaikan tanpa harus menengadahkan tangan kepada mereka meminta dana... subhanallah.. Maha Suci Engkau Ya Robb...
Tahun depan semoga aku bisa mengdakannya lebih baik lagi!
Terima Kasihku kepada kalian yang telah membantu..
Terkhusus kepada kedua orang tuaku.. yang selalu mengingatkan. Bapak yang marah kalau aku terlambat berangkat ke sekolah atas izinnya Aula kantor desa bisa aku jadikan kelas, dan mama yang selalu ingin melihat hasil karya anak-anak.
Kepada saudaraku yang telah menyemangati, adik-adik Ibnu Qolby yang senantiasa mengingatkan.
Bu Hajjah Suarni atas semangat dan dukungannya, yang mau menggiring anak-anaknya untuk ikut sekolah...
Om Baco yang mau aku repotkan, nge-print sana-sini..
Orang tua santri yang menyuruh anak-anaknya ikut berpartisipasi..
Para santri yang aku cintai karena Allah:
Irma
Andi Dian
Andi Angga Dwi Putra
Faisal Sudirman
Gita Sutina
Ruli
Mauli
Abdullah Mustaqim
Ainul
Saiful
Awal Ramadhan
Husnul Fathimah
Yudha
Andi Esse
Silva
Evi
Risma Dilla
Nuriah
Andi Thariza Nagauleng
Emi
Risna
Jumarni
Tanpa kalian apa gunanya “Laskar Ramadhan”...

Nge-blog Ngga' Pake Malas!

Malas! Kenapa harus ada rasa malas?
Awal-awal ngeblog, aku pernah bertekad bahwa setiap bulannya minimal lima tulisan yang aku terbitkan. Beberapa bulan aku berhasil menjalankannya, tiga hari nggak nulis di blog rasanya ada yang hilang. Tapi, kemudian diberlalunya sang waktu kesibukan pun menjadi alasan apalagi didukung oleh Mr. Tunda yang datang setiap tanganku bergerak hendak menekan tuts-tuts bertuliskan blogger.com. hufft... sudah dua bulan blog ini kosong melompong oleh postingan baru, postingan lama sepertinya sudah jenuh hendak diganti. Sebenarnya bulan Ramadhan yang penuh oleh kegiatan tak boleh jadi penghalang untuk tak ngblog, yah salah.. aku memang salah. Aku harus mengakui itu. Dan sekarang sebagai gantinya, aku harus menghukum diri sendiri. Banyak tekad yang harus terbayarkan, sebelum 2010 berakhir. Pikiran mumet oleh banyak hal yang harus aku tuangkan dalam cerita (Jangan bangga kalau baru punya Ide!). Setidaknya menjadi jejak dalam hidup yang nanti akan terus bercerita ketika aku tak lagi didunia. Seperti harapanku selalu, semoga jejak pena ini mampu menginspirasi banyak orang, berbagi kebaikan agar mampu menjadi manusia yang banyak bermanfaat bagi orang lain. Amiin...
Perbaruan tekad!
Malas tidak bolah lagi menghampiriku untuk sekedar ngeblog. Menulis.. dan menulis lagi! Semangat baru untuk semester baru, seperti ketika Ustadz bertanya kenapa nilai Al-Qur’annya berbeda dengan nilai yang lain? Nilai Al-Qur’anku kali ini memang jatuh! (memang selalu jatuh menurutku, hanya Allah selalu menunjukkan rahmat-Nya dengan nilai yang cantik.. alhamdulillah wa syukurillah) dengan mantap aku katakan pada beliau “Insya Allah, kedepannya lebih baik Ustadz!”. Beliau mungkin tak menagih nanti, tapi janji ini akan datang menodongku saat tiba waktunya. Pergi jauh duhai malas! Jangan dekat-dekat padaku lagi!

Selasa, 27 Juli 2010

Welcome Ramadhan


Ramadhan yang dinantikan sebentar lagi tiba masanya. Kegembiraan kita mestinya tergambar dengan persiapan apa yang sudah kita lakukan tuk menyambut tamu agung ini. Ataukah mungkin ada yang tidak bahagia dengan datangnya? Fenomena menjelaskan bahwa setidaknya ada tiga kelompok manusia yang memperlihatkan sikapnya menyambut bulan suci. Kelompok pertama adalah mereka yang telah terjerat perangkap lalai, terlena dengan dunia sehingga Ramadhan baginya adalah bulan penyiksaan diri, tak boleh makan, tak boleh minum dan sebagainya. Sehingga Ramadhannya dilalui dengan keluh kesah. Kelompok kedua adalah mereka yang bersuka ria dengan datangnya Ramadhan, hanya saja kegembiraannya terbatas akan kerinduan kepada rutinitas Ramadhan. Ia hanya merindukan suasana berpuasa, merindukan saat berbuka bersama, merindukan tarwih dan jalan-jalan pagi setelah menunaikan shalat subuh. Berbeda dengan mereka yang tergolong kelompok tiga, yaitu mereka yang merindukan taman-taman ramdhan dimana ia menyempurnakan ibadahnya dengan memperbanyak amalan sunnah. Bersuka cita menjemput Ramadhan sebab ia tahu Ramadhan adalah bulan penuh cinta. Amalan-amalan akan berlipat pahalanya, keberkahan akan berlimpah ruah dari-Nya, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan syethan-syethan penggoda dirantai kedua kaki dan tangannya. Mari mencari tempat kita, di kelompok manakah kita berada? Merindukan Ramadhan membuat kita bersemangat untuk terus berharap, mengharapkan kedatangannya segera. Mempersiapkan diri akan datangnya sehingga tiada pernah memutuskan hubungan dengan Allah. Ibadahnya diperbanyak sebagai warming up memasuki Ramadhan. Ibarat akan menempuh perjalanan jauh, kendaraanpun dimasukkan ke bengkel, diservis, diperbaiki, dan dicheck up agar nantinya tiada hambatan, dan mampu melaju dengan lancar. Seperti akan menjemput kekasih dengan segala kenangan yang pernah ada. Rasulullah begitu mendambakan Ramadhan, dua bulan sebelum datangnya, Rajab dan Sya’ban beliau senantiasa mengulang-ulang doa, “Ya Allah, berkahilah kami di Rajab dan Sya’ban, dan pertemukan kami dengan Ramadhan.” Bulan Sya’ban, disini kita berangkat, tempat kita mengintip ke dalam taman-taman indah Ramadhan. Disini pula laporan amalan kita selama setahun diangkat malaikat ke Arsy. Kerinduan kita pada Ramadhan adalah motivasi untuk mengisinya lebih baik dari Ramadhan sebelumnya. Menganggap Ramadhan kedepan adalah Ramadhan terakhir yang Allah beri, sehingga tiada kesempatan yang terlewatkan kecuali dengan kebaikan-kebaikan dan ibadah-ibadah. Semoga Allah panjangkan usia kita untuk bertemu Ramadhan-Nya... Amin...

Cerita Rihlah

Hari itu aku puasa dengan sahur yang tak sempurna, maksudnya? Hanya minum air sedikit saat aku terbangun pukul empat. Seperti biasa aku memang tak terlalu tertarik, selalu tak bernafsu makan saat sahur. Kecuali kalo Mama memasak makanan isrimewa untuk sahur kami sekeluarga (jadi ingat Mama, apalagi masakan Semur dagingnya yang kental... Hem.. Yummy) aku merasa pola makanku akhir-akhir ini tak teratur! Sangat! Apalagi saat-saat ujian kemaren. Aku selalu menghindari makan besar agar tak mengantuk dan bisa belajar dengan baik. Hanya saja aku kurang minum, dan bisa ditebak dalam waktu dekat ada yang bakal kambuh! Pulang kampus perut bagin kiriku mulai sakit, ah alamat si sakit memang kambuh. Akhirnya, separuh hari berteman bantal. Meninggalkannya sejenak hanya untuk menunaikan ibadah sholat. Alhamdulilah, Allah beri kesempatan untuk beristirahat. Semua buku yang sempat terabaikan kususun rapi, berniat ingin membacanya, tapi bacaan di laptop juga sudah menagih untuk dibaca. Di arena pikiran mereka berebutan dengan waktu dan keinginanku. Dan pasti, bacaan digital lebih menarikku saat itu.
Karena tak seperti biasanya, tak pernah bersuara dan tak ada gerakan, salah seorang teman berkomentar saat aku dicari,
“Syifa mana?”
“Kalo Syifa diam-diam hanya ada dua kemungkinan, kalo ngga’ sakit, pasti lagi bobo!”
Hehe..he.. segitunya diriku!
Aku hanya terdiam, hingga salah seorang menengok ke singgasanaku,
“Deh, yang lagi puasa! Lemes banget sih?”
Tak kupeduli...
Hingga maghrib menjelang, mereka masih meledek. Saat turun dari tempat tidur, baru terasa sangat sakit.
“Ada yang kambuh!” kataku.
“uh, kasian... ternyata seharian bisu-bisuan karena lagi sakit, bentar lagi buka kok! Ke dapur sana!”
Aku bahkan tak bisa berjalan, dengan tertatih... pelan-pelan... aku menyeret langkah...
Shalat maghrib dengan terduduk, sebab kutak mampu lagi berdiri. Teman-tema menyarankan agar kutak usah ikut daurah I’dat Ramadhan malam ini. Padahal aku salah satu panitianya, kukabarkan pada ketua panitia, aku tidak bisa sekalian bertanya apakah teman-teman masih bisa ikut daurah sementara Ustadz tidak ada. Tidak lama ada jawaban, “Tidak usah ikut daurah!” tidak ada Daurah malam ini.
Sementara teman-teman sibuk membeli bahan-bahan Bakwan sebagai bekal rihlah, aku hanya terbaring lemah. Istirahat total! Semoga cepat pulih biar besok sehat dan bisa ikut rihlah ke Suppa.
Penasaran juga dengan tempat wisata itu!
Saat dini hari, suara di dapur agak berisik. Masih tersisa sedikit sakit yang juga bercampur malas. Aku masih tak meninggalkan si bantal. Setelah shalat subuh, semuanya makin sibuk, bakwan sementara digoreng. Adonan mereka sampai dua baskom, secara yang mau makan satu kampus! 7:30, mestinya kami sudah di kampus, tapi apa hendak dikata bakwan belum selesai-selesai juga digoreng. Akhirnya pertukaran pemain adalah keputusan terakhir, yang sudah bersiap menggantikan posisi penggoreng lalu yang menggoreng tadi juga bersiap-siap. Hingga kemudian datang teman untuk menjemput.
“Hanya kalian yang ditunggu! Ayo cepat!”
Di depan kampus teman-teman sudah pada rame, barang-barang dinaikkan ke bagasi mobil. Mobil APV, jumlah penumpang tiga belas orang, bagaimana bisa? Lima orang dibelakang, lima orang di jok tengah, dan tiga orang didepan bersama sopir. Uh.. sempit-sempitan. Padahal kami akan menempuh perjalanan jauh, ke Kabupaten Pinrang! Teman-teman akhwat ada dua mobil, sementara ikhwannya ada dus belas motor. Berangkat dengan doa, Makassar kami tinggalkan. Berbagai macam gaya dan posisi untuk mencari kenyamanan. Hehee.. seru juga! Untungnya selalu ada saja yang membuat kami tertawa, canda tawa pak sopir, ustadzah dan celetukan teman-teman tak membuat suasana menjadi beku. Di ujung kota Pare-pare, sebuah masjid kami singgahi untuk menghadap-Nya, juga menunggu mobil yang lain (sekedar info: mobil kami paling di depan, sopirnya profesional banget, hehe..) sekalian beristirahat, dan tentu saja.. makan bakwan! Hehe.. kata sopir mobil yang lain “makanan tradisional”! huh, emang napa? Perjalanan dilanjutkan, tempat pesinggahan terakhir adalah perbatasan Kabupaten Pinrang dan Pare-pare. Sebuah kecelakan kecil sempat terjadi, saat teman-teman ikhwan naik motor berjejeran tiba-tiba sebuah motor terjatuh, ternyata bannya kempes. Untngnya, terjatuh dengan lembut (???)
Perjalanan diteruskan, dan kami pun sampai juga di Suppa sebuh pantai indah yang tidak panas seperti pantai-pantai yang pernah kami kunjungi sebelumnya. Ada lima ayunan segera kami perebutkan, ah seperti anak TK saja. Tapi sungguh, suasananya benar-benar nyaman, hawa yang sejuk sangat nyaman untuk tidur-tiduran, hanya saja sejak pagi ada yang minta diisi. Aroma ikan bakar terlalu menggoda. Makan siang di pinggir pantai, hm.. nikmat sekalle... yang paling membuat saya takjub adalah udangnya. Selama ini dalam pikiranku udang sebesar itu hanya bisa didapatkan di pulau Jawa (liat di TV) ternyata ada juga di Sulawesi, dan hebatnya di Pinrang, potensi alam yang luar biasa... Subhanallah. Usai makan, kami disuguhkan hidangan penutup, es kelapa muda. Subhanallah... puas!
Pembukaan pun dimulai, kami berkumpul dan mendengarkan taujih dari Ust. Rusli yang penuh semangat. Wisata rohani, agar kami kembali merenungi kekuasaan Ilahi yang luar biasa, mempererat kembali ikatan ukhuwah yang mungkin longgar. Kami dibagi dua kelompok, dan anehnya di kelompokku anggotanya berkumpul orang-orang kreatif.. katanya disuruh membuat yel-yel. Di pinggir pantai kami berembuk, lama juga menemukan ide lagu untuk yel-yel kami. Setelah mencoba beberapa lagu, direnovasi, dimodifikasi, dan diaransemen ulang, ujungnya, kami menyepakati lagu Syakira “This Time For Africa”. Tetap dengan tema FIFA yang kami plesetkan “Fi SupPA” yang artinya “Di Suppa” hehe.. keliatannya memang ngga’ nyambung tapi peduli amat yang penting kite bahagie. Hehe.. mau tahu lirik yel-yelnya? Ok, saya bocorkan sedikit,
“FIFA... fi SUPPA... Sammina-mina e’ei.. waka-waka e’ei.. sammina-mina makan ikan... sammina-mina makan kelapa... This time for Suppa! one-two, one-two-three-... kalau mauki senang, pergi maki ke Suppa, kalau mau berenang, pergi maki’ ke Suppa. Iya... iya tawwa... mantap... mantap mentong... iya... iya tawwa... Suppa, mantap mentong!”
Yel-yel sudah jadi, akhirnya bisa dapat tiket maen-maen di pantai. Pantai yang dangkal membuat kami tidak perlu takut tenggelam. Beberapa teman ikhwan bahkan menyandera perahu tuan rumah. Naik perahu di laut yang dangkal, dalamnya hanya sampai pinggang. Yang penting senang! Hehe.. kumenceburkan diri ke laut, dipermainkan ombak sesuka hati. Aku ditampar, dihantam, dan dihempaskan... yang kulakukan hanya mempertahankan diri. Indah nian... hmm.. segala puji memang hanyalah milik-Nya.
Saat senja, tak tampak indahnya mentari yang tenggelam, sebab tumpukan awan di ujung barat sana menghalangi indahnya. Tapi tak mengapa, hal itu tak perlu dipermasalahkan. Sudah begiut banyak masalah yang memberatkan kehidupan, tidak perlu lagi ditambah-tambah jumlahnya.
Shalat maghrib berjamaah, berdzikir, dan tilawah bersama. Nikmatnya kebersamaan! Sebenarnya perut sudah minta diisi, namun apa daya katanya, tuan rumah baru membakar ikannya. Kami pun mengisi waktu berbagi cerita dengan penumpang mobil yang lain, ternyata mereka nasibnya sama, dan mungkin sedikit agak lebih parah. Untuk menutup pintu saja, harus didorong dari luar saking sempitnya. Hehe...
Tapi, cerita telah habis dan belum juga terdengar pangilan makan. Tema acara pun diganti dengan bermain polisi-polisi. Sejenis permainan yang menonjolkan kecepatan dan ketepatan. Jika yang diminta nama buah, siapa yang terkhir mendapat tepukan tangan mesti dengan cepat mennyebutkan nama buah. Meski kelihatan gampang, tapi susah juga. Peraturan dari ustadazah, yang kalah mesti mijat yang menang. Awalnya, Ustadzah hanya melihat-lihat, tapi karena terlihat seru, akhirnya ustdzah nimbrung juga, suasana jadi makin meriah.
Karena lapar sudah tertahankan, kami memilih makan tanpa harus menuggu ikan bakarnya. Dengan lauk yang sama dengan tadi sore, nikmatnya tiada berkurang, lapar banget sih!
Selanjutnya tak ada agenda lagi, kami memilih istirahat, agar bangun lebih dini untuk tahajud jam’ah dan paginya bisa riyadhoh bersama.
Pagi-pagi, setelah riyadhoh bersama kami hendak lomba lari di pinggir pantai. Seru sekali, dan lagi-lagi, ustadzah memilih menjadi tim jurinya. Yang menang di ceburkan ke laut.. hehe.. bukannya kebalik yah?
Agenda berikut kami akan berkunjung ke rumah salah seorang teman untuk makan kelapa muda. Dan ternyata rumahnya.. jauh... jauuuh.. banget. Melalui kota Pinrang yang disiplin, desa-desa yang asri, pepohonan yang rindang, hingga padang ilalang yang eksotik! Wuah..
Setelah melalui jembatan, perjalanan dilanjutkan sedikit dan taada... akhirnya sampai juga. Karena jauh dan banyaknya tikungan yang harus dilalui ada teman yang kesasar hingga harus dijemput.
Tak cukup bila hanya segelas, hehe.. nikmat, fresh from the oven, eh, fresh from the tree.. hehe... mak nyoss!
Perjalanan kembali berlanjut, tujuan terakhir adalah Kabupaten Pangkep, di rumah Kak Husra. Disana akan makan ikan bakar katanya. Mobil kami belakangan sebab tadi singgah beli Dange panas. Oleh-oleh yang dibeli sopir untuk keluarganya. Sedangkan mobil yang lebih dulu di pertengahan jalan mendapat musibah. Untuk menghindari pesta pernikahan mereka memilih jalur yang lain, karena salah jalur, sebuah mobil truk baru yang mencoba menyalip, menghantam bagian kiri depan mobil teman kami setelah sebelumnya sukses pula menghantam sebuah mobil penumpang dari Polewali Mandar, bagian depan mobil itu hancur. Begitu pula truknya, padahal masih baru.. bahkan katanya baru keluar dari dealer dan akan dibawa ke rumah pembeli. Yah, malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Sopirnya terjepit hingga harus dicongkel keluar...
Sementara mobil diperiksa polisi, teman-teman dioper ke mobil kami untuk melanjutkan perjalanan. Masih tersisa ketegangan dan shock di waja teman-teman kami. Bahkan ada yang kemudian yang jadi pendiam, mungkin trauma. Ucapan syukur tiada henti terucapkan di bibir dan di hati, sebab Allah berikan keselamatan. Mobil diproses oleh kepolisian. Rencananya akan meninggalkan Pangkep sebelum Maghrib, ternyata kami baru boleh pulang pukul satu dini hari. Yah, kita memang hanya makhluk yang pandai mengatur dan berencana, tapi tetap saja, Dia yang Maha Menentukan segalanya.
Rihlah kali ini memberi begitu banyak kesan dan pelajaran... semoga segala asa di hari kedepan mampu kami raih dengan semangat yang telah kami dapatkan dari rihlah...

Firasat Kematian

Kembali merisaukan desah nafas, seperti akan segera berakhir. itu kata firasat baru saja berbisik. adakah penyakit menjadi pertanda? siapa yang tahu yang bugar saat ini, justru akan mendahului?
di kebisuan hati cobalah bertanya tentang hakekat kehidupan. bukan untuk menanti ujungnya, tapi bagaimana mengisinya penuh dengan kebaikan-kebaikan. gagal bukan berarti sebuah keburukan. betapa banyak yang bermandi sesal tak sanggup berbuat banyak! sedang engkau telah diberi kesempatan tuk lakukan semua itu!
waktu tak pernah menyandera jiwamu berekspresi
jangan pernah terlambat mengungkapkan cinta, lakukan seperti ulat menjelma kupu-kupu, bermetamorfosis!
perdebatan panjang dalam dada hanya menghalangi gerak di ruang bumi yang luas terhampar ini. dan engkau selalu memegang kuncinya tuk membuka, engkau berhak menentukan satu dari seribu kemungkinan jawaban. jangan khawatir! kematian punya masa untuk tiba, malaikat telah punya jadwal tuk mendatangi setiap kita.
walau harus sendiri di kelam malam, bukankah Sang rembulan menjadi teman setia dari malam ke malam? hingga sendiri saja di terik siang, bukankah Sang mentari selalu disana menemani dari siang ke siang?
Allah tak pernah membiarkanmu sendiri!
firasat kematian tak perlu menjadi penghalang kebaikan untuk menjelma dalam kehidupan! firasat kematian cukuplah mengajarkan tentang rentang waktu yang pasti ada ujungnya. dan kita mesti menyiapkan bekal menghadapi..

dari sebuah pesan yang kuterima sore, 130710: "q merasa umurq sebentar lg berakhr, mnt maaf memang ma'atas sgala khilaf slm ini"

Engkau akan sembuh, harapku dalam gumam...

Minggu, 25 Juli 2010

Mencintai Kesalahan

Sebab kesalahan ada untuk menjadi sosok guru: bukan mengajak kita sekedar berbasah mata atas nama sesal: dengan kesalahan yang telah dilakukan. Dunia selalu bangga melorotkan malu kita, memperlihatkan kesalahan, menampakkan celah dari kesempurnaan yang kita kejar, hingga berderai tawa dan mengalir cemoohan sebagian manusia. Ah, biarkan sajalah!

Sebabnya pula, tak mudah merangkak di lorong tak bercahaya: gelap. Saat kau terantuk, terbentur, terhalangi, bagiku itu sebuah kesalahan. Yang kemudian membuatmu belajar: mesti memilih arah lain dan kembali meneruskan perjalanan.

Kesalahan adalah sebatang kayu tempat kita berpegang di tengah lautan, saat ombak berkejaran mempermainkan, tak memedulikan kita yang kebingungan: ia akan menolong kita, maka tetaplah berpegang padanya.

Salah tak mengapa ada. Sebab salah juga bila kita selalu benar. Hanya mungkin saat itu kita belum menemukan hikmah dari salah yang telah berlaku. Tak usah takut dengan kesalahan, hanya saja perlu dihindari dengan kehati-hatian dan keseriusan. Meskipun tak semuanya bisa terelakkan.

Mari mencatat kesalahan: untuk kita renungi, untuk kita pelajari, untuk kita jadikan pedoman agar tak terjatuh di lubah yang sama...

Kamis, 15 Juli 2010

I Remember...

Teringat kembali kebersamaan yang menjadi lukisan indah kehidupan. Ketika usia sama beranjak, kami menikmati hidup dengan lingkungan yang menempa. Pelanggaran mungkin sama banyaknya dengan ketaatan pada aturan yang diberlakukan. Waktu yang tepat bagi segala kreatifitas untuk berkembang. Mengerjai guru, menjadi kenangan buruk yang tak perlu dibanggakan meski kenyataannya kisah itu selalu menjadi perbincangan menarik saat Allah kembali mengijinkan kami berkumpul sesaat. Menjadi bahan tertawaan, entah menertawai kekhilafan dan kepolosan diri masing-masing (mungkin malah kenakalan?) atau justru melucukan tingkah guru? Ah, dilema dalam hati... Bukankah hal itu adalah sebuah keburukan? Bukankah itu dosa? Teringat samar, pesan Rasulullah bahwa dosa yang diiringi dengan tawa adalah keburukan yang berlipat-lipat. Nastaghfirullah...
Dan saja, kesombongan diberi kesempatan untuk meraja di hati. Sebabnya dengan "kebandelan" kami, guru-guru masih tetap saja membanggakan. Mungkin karena keberanian dan kemampuan otak (yang semoga semakin pandai saat ini.. Amin)
Teman-temanku kini, mereka telah dewasa! Ada yang telah menempuh proses PKL dari kampus, ada yang telah menikah, bahkan ada yang telah memberikan kami ponakan.
Segala keburukan masa lalu, tetaplah menjadi sejarah yang memberikan pelajaran berarti dan tidak perlu terulang bagi kami dan anak-anak kami kelak. Sesal, bolehlah datang tapi sekedar untuk direnungi dan diambil hikmahnya.
Hidup kedepan mestilah diwarnai dengan kebaikan-kebaikan, setidaknya membayar segala keburukan silam. Keinginan kami, semoga berlebih agar kelak menjadi bekal menghadap Ilahi.
Ya Robb, ampunmu kuharap mengiringi salah-khilaf: dosa yang raga dan hati kami lakukan!
Bila bukan pada-Mu kami meminta, lalu kepada siapa?

Jumat, 02 Juli 2010

Dear Girls: Keep Away From PLAYBOY!


Sebenarnya tak perlu bertanya akan cintanya
Jari-jemari dusta telah merengkuh hatinya
Maka abaikan saja dentingannya
Engkau yang terluka, apa pedulinya?

Mereka telah maniskan kata bibirnya
Memikat wanita sudah biasanya
Maka tetaplah disitu gadis nyonya
Jangan dengarkan rayuannya
Sudah berbisa kata-katanya

Mencari bahagia itu alasannya
Tapi buahkan sesal akibatnya
Engkau cukup tak hiraukannya

Buang pandanganmu jauh darinya…


Tunggu nanti Ia takkan berhenti mengutuk dirinya

Tangisi segala yang telah dilakukannya…

Jumat, 25 Juni 2010

Cerita Pilkada-ku











DALAM PERJALANAN PULANG...
Dua hari menjelang Pilkada di daerahku, mama dan papa meminta pulang untuk ikut berpartisipasi menggunakan hak pilihku. Menunaikan tugas sebagai warga negara yang baik, dengan mengikuti aturan pemerintah, “ ‘Athi_ullaha, wa ‘athi_urrasul wa ulil amri minkum “ Taatlah kepada Allah, peda rasul-Nya dan kepada para pemimpinmu! Taat kepada ulil amri tentu saja bila mereka masih di rel-Nya, bila telah melengser walau sedikit maka tugas kitalah untuk mengingatkan. Jadi ingat kisah sahabat mulia Khalifah III ‘Umar bin al-Khatthab Radhiyallahu ‘anhu saat beliau dalam khutbahnya meminta diingatkan bila sedang khilaf. Maka sambil mangangkat pedangnya, pemuda itu berteriak
“ Akan kuluruskan engkau dengan pedang ini! ” dihadapan warga yang lain, dihadapan Khalifah, dan di tengah-tengah khutbah. Namun apa jawab sang Khalifah?
“ Ya, dengan pedang itu! “ Subhanallah...
Hari rabu tanggal 22 juni, aku bergegas meninggalkan asrama, baru saja shalat ashar. Terminal yang sangat jauh, apakah masih menyisakan untukku barang satu mobil saja untuk kutumpangi pulang? Sesampai di terminal,
“ Kemana dek? “ seorang lelaki menghampiri, sepertinya tak asing dalam pandang dan dalam ingatan.
“ Soppeng pak! Batu-batu! “ oh, iya! Dia seorang sopir Soppeng juga! Ha, aku ingat!
“ Oh, La Tali masih ada di dalam, kaya’nya belum berangkat! Langsung saja masuk, di sebelah kiri terminal, semuanya mobil Soppeng. La Tali ada di bawah pohon! Cepat! “
“ Makasih, pak! “ ujarku.
La Tali, seorang sopir yang dulu pernah aku tumpangi pulang saat bulan Ramadhan menjelang. Segera kubayar karcis masuk. Buru-buru kuayunkan langkah, takut ketinggalan mobil tapi, o’ow...
“ Hei! Hei! Lewat sana! “ sebuah suara, kuberbalik. Ah, ternyata masih sopir yang tadi. Baik banget, ternyata masih membuntutiku! Menunjukkanku arah yang tepat. Aku hanya membalas senyum ungkapan terima kasih banyak atas kebaikannya!
Di ujung sana, tepat di bawah pohon dua mobil panther masih parkir. Kuhampiri seseorang, dengan sok tahu atas memori yang lupa-lupa ingat atau ingat-ingat lupa, ini mungkin yang namanya La Tali,
“ Mauki masuk? Mobil Soppeng toh? Batu-batu? “ tanyaku memeberondongnya.
“ Iya, tapi sudah full dek! “
“ Yah...! “ aku langsung lemas.
“ Naik mobilnya Onding saja! Itu! “ ia menunjuk mobil di sampingnya.
Tak lama kulihat ia meminta sopir yang bernama Onding itu untuk mengikutkanku pulang di mobilnya. Dari jauh sorot mata dan tampangnya, aku bisa membaca ia tak bisa menampungku.
“ Sebenarnya bisa, hanya saja aku carteran! Sudah dibooking sama orang lain! “ kata Onding.
“ Oh,begitu! Begini saja akan kucoba tawarkan pada adikku, memang dia tidak sampai Batu-batu, tapi hanya menitipmu, nanti di Pekkae baru mangambilmu! “ segera ia berlari kearah seorang sopir yang tadi diakuinya sebagai adik. Ah, baik semua sopir-sopir ini.
“ Wah, sudah penuh juga!” katanya dengan kecewa, saat kembali. Oh, nasibku! “ Onding, ambil saja! Penumpangmu tidak banyak bukan? Telfon saja mereka, katakan engkau mengambil satu penumpang lagi! “ pinta La Tali.
“ Baiklah! Tapi aku pulang nanti agak maghrib dek! “ kata Onding yang membuatku lega, tapi saja terselip sepotong kecil remah kekhawatiran, sebab aku bakal diselipkan pula diantara penumpang lain. Ah, apa jadinya aku nanti? Gepeng? Melempem? Oh, no!!!
“ Daripada engga’ pulang! Ya toh? “ ujar La Tali, aku hanya tersenyum.
Sekarang masih pukul 16:30, masih cukup lama. aku menunggu hingga tiada terasa adzan maghrib telah berkumandang. Masjid Darul Musafir, kutunaikan kewajibanku menghadap Ilahi, berdoa semoga perjalananku di amankan-Nya dari segala kesulitan. Berdoa banyak-banyak, bukankah doa musafir itu mustajab?
Setelah maghrib, kuhampiri mobil yang tadi akan kutumpangi pulang, namun sang sopir tak ada di tempat. Kuedarkan pandangan, oh dia disana, sedang bercakap dengan sopir yang lain. Aku mendekat,
“ Naik mobilnya yang ini saja dek! Saya masih agak lama disini! “ kata Onding, seorang sopir ditunjukkannya padaku. Duh, kenapa mesti dioper-oper begini? Yah, nasib panumpang mobil orang! Nanti aku akan punya mobil sendiri biar ngga’ dilempar-lempar... Amin!
Tapi, hei aku menemukan siapa? Pung Gama dan his family! My neighbour! Aku duduk di belakang bersama Pung Gama’s wife dan dua bocahnya: Andi Uli’ dan Andi Riyan. Penumpang yang lain, sebuah keluarga dan dua orang pemuda, yang satu tampangnya biasa kulihat, tapi dimana yah? Gurat-gurat wajahnya berkelabat di memoriku. Yang pastinya dia sekampungku. Dan yang lainnya seorang remaja yang dari tampangnya bisa kutebak dia masih SMA atau paling tidak baru saja masuk kuliah. Harus tahu teman seperjalanan, iya kan?
Dan mobil pun melaju meninggalkan kota Makassar dengan segala kepenatannya. Aku tertidur saat mobil singah di warung makan. Ah, aku tak berminat! Tadi sebelum berangkat perutku telah terisi semangkuk bakso. Tapi apa yang terjadi? Pang Gama, tetanggaku yang baik itu memaksaku untuk masuk! Itu artinya aku akan ditraktirnya. Hehe Selain berat tapi memang aku kenyang kok! Beliau memaksa dengan mengatas namakan Ayah “ Apa nanti kata pung bapakmu? “ yeah, akupun masuk!
Di dalam warung keluarga yang satunya tadi pun duduk di satu meja.
“ Siapa itu? “ tanya mereka kepada Pung Gama.
“ Anaknya Pung Gegge! “ jawab Pung Gama.
“ Oh, kesini nak!” Ajak mereka, memintaku pindah meja dan bergabung dengan mereka. Hm.. siapa yah?
Sekembalinya kami ke mobil, ibu dari keluarga tadi menegurku,
“ Hheh, nda’ kenal kamikah? Nanti kumarahi Pung mama’mu, masa’ tidak kenal kami? “
Aku hanya bisa senyam-senyum, mau apa kalau aku memang ngga’ kenal? Setelah mobil kembali melaju, ingin kukurim risalah kepada papa, melaporkan kejadian tadi. Tapi tentu saja aku terkaget saat sebelumnya bertanya dulu ke istrinya Pung Gama,
“ Memangnya, ibu ini siapa pung? ”
“ Keluarga di jok depan ini kepala desa Panincong! “
Wuah, gubrak!! Ternyata beliau nenekku! Pantesan aja marah-marah karena tak kukenali. Maaf pung, aku memang ngga begitu banyak kenal keluarga besar. Anaknya yang perempuan sempat ditegurnya,
“ Kenalan tuh dengan ponakanmu! ”
Akhirnya sampai Soppeng juga, karena kampungku lebih dekat maka akupun turun lebih dulu. Dan, sang sopir menolak sewa mobilku, kenapa? Karena nenekku itu telah membayarkannya! Alhamdulillah, rezeki memang ngga’ kemana. 
LIKA –LIKU PILKADA
Papa sejak kedatanganku belum pernah nampak batang hidungnya, kata mama beliau nginap di kantor. Sampai nginap di kantor gara-gara pilkada? Pukul sembilan pagi, papa baru pulang. Aku dan mama masih bercengkrama, mama punya banyak cerita menarik about pilkada. Mulai dari penentangan banyak orang dengan pilihan papa, sampai permusuhan dan ketidak sukaan mereka. Mama mengaku dizholimi. Hehe.. mama lebay deh! Perbedaan pilihan ternyata telah berhasil memecah belah ukhuwah. Rapuh sekali! Seorang tetangga bahkan menjauh sembari mengucapkan kata-kata yang sangat tidak pantas menurutku. Dan itu pula yang membuat mama sakit hati. Pilihan tak selalu sama bukan? Pilkada juga ujian ternyata! Tapi tentu saja bukan kesalahan pilkada, sebab pilkada bukan benda hidup, tapi para pelakon pilkada: anggota KPU, para calon bupati dan calon wakil bupati, dan semua anggota masyarakat. Baik-buruknya, bagus-tidaknya, aman-rusuhnya pilkada tergantung bagaimana pelakon menjalankan tugasnya dengan baik.
Jumlah jilbab mama bertambah, darimana asalnya? Yah, dari calon bupati! Buku-buku dzikir mama juga makin banyak? Siapa yang ngasih? Kata mama beliau rajin ikut acara dzikir bersama beberapa calon bupati. Lucu sekali, mengapa rajin berdzikirnya saat pilkada saja? Ah, kalau begitu pilkada sering-sering aja! Hehe..  Ada juga tas, disana terpampang nama salah satu calon bupati. Semua berlomba-lomba menjelma menjadi dermawan saat pilkada menjelang! Memang sepertinya KPU tidak hanya harus mengadakan pilkada sekali lima tahun! Kalau perlu tiap tahun pak! 
“ Ini rezeki! “ kata mama.
Pukul 10:00, aku, papa dan mama berjalan beriringan ke TPS. Mestinya adikku yang lelaki ikut bersama kami, hanya saja dia ada praktek, maklum calon perawat! Adik perempuanku tentu saja belum ikut, usianya belum mencapai usia wajib pilih. Sudah sangat ramai suasana di TPS. Saking semangatnya, papa sampai jadi salah masuk di pintu keluar TPS, ah papa malu-maluin aja! Mama menyerahkan kartu pemilih, berururut nama papa disebut, nama mama dan namaku. Kamipun masuk ke bilik. Bismillah... semoga yang terpilih dapat amanah menjalankan tugasnya.
Setelah itu kami bergabung dengan para ibu pahlawan dapur! Di samping TPS banyak ibu-ibu yang berbagi tugas memasak untuk para pemilih dan petugas TPS. Dan suasana pilkada tak mampu manghangatkan suasana, perbedaan dukungan calon bupati membuat hati para ibu-ibu ini renggang walau tentu saja masih terbingkai senyum. Canda tawa saling menyinggung membuatku memilih untuk menyepi. Adzan zhuhur, mama kuajak pulang.
Dua jam kemudian mama mengajak kembali ke TPS, ingin menyaksikan penghitungan suara. Ah, mama semangat sekali kelihatannya. Sesampai di TPS, ternyata penghitungan suara telah dimulai dari tadi, melihat papan suara, mama jadi lemas setelah garis-garis jumlah pasangan calon bupati lain lebih banyak dari pasangan dukungannya. Tapi masih tetap saja dalam diamnya... penghitungan berlangsung aman, tidak ada teriakan sumbang atau apapun. Setelah selesai, hasilnya tetap saja pasangan calon yang mama dukung kalah suara. Mama berbisik,
“ Ah, kan masih di TPS ini? Di TPS lain nomor **** pasti menang! “ (‘afwan nomor disamarkan untuk keamanan! )
Maka ramailah orang-orang lalu lalang, berkunjung dari satu TPS ke TPS yang lain, layaknya pegawai LSI (Lembaga Survei Indonesia) mencatat-catat, menghitung-hitung.. berkumpul sesama pendukung dan mencocok-cocokkan. Lebih sibuk dari anggota TPS.. hehe 
Mama masih terus bergurau dengan ibu-ibu yang lain,
“ ngga’ usah khawatir! Tenang! “
Di penghujung senja, kuterima sms dari seorang teman yang kerja di lembaga survei hasil pilkada siang tadi,
“Asmo : 39,57% : 50.459 suara
Akar : 31,25% : 39.856 suara
ATM : 0,47% : 604 suara
SAUDARATA : 7,26% : 9.718 suara
HIBAH : 1,86% : 2.372 suara
AS SALAM : 5, 07% : 6.459 suara
SULAPA : 14,11% : 18.022 ”
Sms yang kemudian jadi rujukan papa. Ah, pilkada sebentar saja telah menjadi bagian sejarah perjalanan kehidupanku. Pilkada telah sukses berlangsung sebagaimana suksesnya syetan yang berhasil mengurai ikatan ukhuwah antar masyarakat. Pilkada telah berlalu, mari kembali merapatkan rangkulan, menghapus ketegangan yang pernah ada, sunggingkan senyum untuk keberhasilan kita semua telah memilih bupati untuk daerah kita tercinta..
Untuk bupati dan wakil bupati terpilih, jangan lupakan janji! Al-Wa’du daynun, janji adalah hutang! Amanah telah kammi letakkan di pundakmu, jangan dikhianati apalagi diabaikan... kami di belakang mengikut perintahmu demi wujudkan kehidupan sejahtera! Berjuanglah, kami mendukung dan mendoakanmu!
KEMBALI KE MAKASSAR!
Ba’da maghrib, aku harus kembali lagi. Kuliah menantiku esok. Pamitan dengan mama, papa, nenek dan tetangga-tetangga memohon doa dari mereka, apalagi ujian telah mendekat.
“Usalaisi paimeng tana ancajingekku,
utiwi bokong sumange pole ri duae pajajiakku...
tennapodo ulesu matti tiwi paddisengeng nenniya adecengeng... Amin..
indokku... ambokku... acenning atitta tuli uporennuang!
Aja’ to pettu rennu marellau ri Puanngnge natipu magatti minasae.. ”
Dengan lambaian tangan aku berlalu..
Di kota Watan Soppeng aroma Pilkada masih tercium tajam. Mobil yang aku tumpangi bahkan tak bisa melewati depan rumah salah satu calon bupati, padahal beliau tidak terpilih, maka mobil yang kutumpangi terpaksa mengambil jalan lain. Anehnya, didepan rumah pasangan terpilih mobil kami masih bisa lewat dengan bebas, meski memang sangat ramai oleh para pendukungnya yang memberi selamat atas kemenangannya...
Selamat untuk bapak yang terpilih, dan untuk yang belum terpilih yang sabar yah pak!  Hehe..


belum sempat kuposting setelah kemudian kudengar kabar kericuhan di Soppeng, kantor KPU dan kantor kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng dibakar! Inna Lillahi!