Selasa, 27 Juli 2010

Welcome Ramadhan


Ramadhan yang dinantikan sebentar lagi tiba masanya. Kegembiraan kita mestinya tergambar dengan persiapan apa yang sudah kita lakukan tuk menyambut tamu agung ini. Ataukah mungkin ada yang tidak bahagia dengan datangnya? Fenomena menjelaskan bahwa setidaknya ada tiga kelompok manusia yang memperlihatkan sikapnya menyambut bulan suci. Kelompok pertama adalah mereka yang telah terjerat perangkap lalai, terlena dengan dunia sehingga Ramadhan baginya adalah bulan penyiksaan diri, tak boleh makan, tak boleh minum dan sebagainya. Sehingga Ramadhannya dilalui dengan keluh kesah. Kelompok kedua adalah mereka yang bersuka ria dengan datangnya Ramadhan, hanya saja kegembiraannya terbatas akan kerinduan kepada rutinitas Ramadhan. Ia hanya merindukan suasana berpuasa, merindukan saat berbuka bersama, merindukan tarwih dan jalan-jalan pagi setelah menunaikan shalat subuh. Berbeda dengan mereka yang tergolong kelompok tiga, yaitu mereka yang merindukan taman-taman ramdhan dimana ia menyempurnakan ibadahnya dengan memperbanyak amalan sunnah. Bersuka cita menjemput Ramadhan sebab ia tahu Ramadhan adalah bulan penuh cinta. Amalan-amalan akan berlipat pahalanya, keberkahan akan berlimpah ruah dari-Nya, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan syethan-syethan penggoda dirantai kedua kaki dan tangannya. Mari mencari tempat kita, di kelompok manakah kita berada? Merindukan Ramadhan membuat kita bersemangat untuk terus berharap, mengharapkan kedatangannya segera. Mempersiapkan diri akan datangnya sehingga tiada pernah memutuskan hubungan dengan Allah. Ibadahnya diperbanyak sebagai warming up memasuki Ramadhan. Ibarat akan menempuh perjalanan jauh, kendaraanpun dimasukkan ke bengkel, diservis, diperbaiki, dan dicheck up agar nantinya tiada hambatan, dan mampu melaju dengan lancar. Seperti akan menjemput kekasih dengan segala kenangan yang pernah ada. Rasulullah begitu mendambakan Ramadhan, dua bulan sebelum datangnya, Rajab dan Sya’ban beliau senantiasa mengulang-ulang doa, “Ya Allah, berkahilah kami di Rajab dan Sya’ban, dan pertemukan kami dengan Ramadhan.” Bulan Sya’ban, disini kita berangkat, tempat kita mengintip ke dalam taman-taman indah Ramadhan. Disini pula laporan amalan kita selama setahun diangkat malaikat ke Arsy. Kerinduan kita pada Ramadhan adalah motivasi untuk mengisinya lebih baik dari Ramadhan sebelumnya. Menganggap Ramadhan kedepan adalah Ramadhan terakhir yang Allah beri, sehingga tiada kesempatan yang terlewatkan kecuali dengan kebaikan-kebaikan dan ibadah-ibadah. Semoga Allah panjangkan usia kita untuk bertemu Ramadhan-Nya... Amin...

Cerita Rihlah

Hari itu aku puasa dengan sahur yang tak sempurna, maksudnya? Hanya minum air sedikit saat aku terbangun pukul empat. Seperti biasa aku memang tak terlalu tertarik, selalu tak bernafsu makan saat sahur. Kecuali kalo Mama memasak makanan isrimewa untuk sahur kami sekeluarga (jadi ingat Mama, apalagi masakan Semur dagingnya yang kental... Hem.. Yummy) aku merasa pola makanku akhir-akhir ini tak teratur! Sangat! Apalagi saat-saat ujian kemaren. Aku selalu menghindari makan besar agar tak mengantuk dan bisa belajar dengan baik. Hanya saja aku kurang minum, dan bisa ditebak dalam waktu dekat ada yang bakal kambuh! Pulang kampus perut bagin kiriku mulai sakit, ah alamat si sakit memang kambuh. Akhirnya, separuh hari berteman bantal. Meninggalkannya sejenak hanya untuk menunaikan ibadah sholat. Alhamdulilah, Allah beri kesempatan untuk beristirahat. Semua buku yang sempat terabaikan kususun rapi, berniat ingin membacanya, tapi bacaan di laptop juga sudah menagih untuk dibaca. Di arena pikiran mereka berebutan dengan waktu dan keinginanku. Dan pasti, bacaan digital lebih menarikku saat itu.
Karena tak seperti biasanya, tak pernah bersuara dan tak ada gerakan, salah seorang teman berkomentar saat aku dicari,
“Syifa mana?”
“Kalo Syifa diam-diam hanya ada dua kemungkinan, kalo ngga’ sakit, pasti lagi bobo!”
Hehe..he.. segitunya diriku!
Aku hanya terdiam, hingga salah seorang menengok ke singgasanaku,
“Deh, yang lagi puasa! Lemes banget sih?”
Tak kupeduli...
Hingga maghrib menjelang, mereka masih meledek. Saat turun dari tempat tidur, baru terasa sangat sakit.
“Ada yang kambuh!” kataku.
“uh, kasian... ternyata seharian bisu-bisuan karena lagi sakit, bentar lagi buka kok! Ke dapur sana!”
Aku bahkan tak bisa berjalan, dengan tertatih... pelan-pelan... aku menyeret langkah...
Shalat maghrib dengan terduduk, sebab kutak mampu lagi berdiri. Teman-tema menyarankan agar kutak usah ikut daurah I’dat Ramadhan malam ini. Padahal aku salah satu panitianya, kukabarkan pada ketua panitia, aku tidak bisa sekalian bertanya apakah teman-teman masih bisa ikut daurah sementara Ustadz tidak ada. Tidak lama ada jawaban, “Tidak usah ikut daurah!” tidak ada Daurah malam ini.
Sementara teman-teman sibuk membeli bahan-bahan Bakwan sebagai bekal rihlah, aku hanya terbaring lemah. Istirahat total! Semoga cepat pulih biar besok sehat dan bisa ikut rihlah ke Suppa.
Penasaran juga dengan tempat wisata itu!
Saat dini hari, suara di dapur agak berisik. Masih tersisa sedikit sakit yang juga bercampur malas. Aku masih tak meninggalkan si bantal. Setelah shalat subuh, semuanya makin sibuk, bakwan sementara digoreng. Adonan mereka sampai dua baskom, secara yang mau makan satu kampus! 7:30, mestinya kami sudah di kampus, tapi apa hendak dikata bakwan belum selesai-selesai juga digoreng. Akhirnya pertukaran pemain adalah keputusan terakhir, yang sudah bersiap menggantikan posisi penggoreng lalu yang menggoreng tadi juga bersiap-siap. Hingga kemudian datang teman untuk menjemput.
“Hanya kalian yang ditunggu! Ayo cepat!”
Di depan kampus teman-teman sudah pada rame, barang-barang dinaikkan ke bagasi mobil. Mobil APV, jumlah penumpang tiga belas orang, bagaimana bisa? Lima orang dibelakang, lima orang di jok tengah, dan tiga orang didepan bersama sopir. Uh.. sempit-sempitan. Padahal kami akan menempuh perjalanan jauh, ke Kabupaten Pinrang! Teman-teman akhwat ada dua mobil, sementara ikhwannya ada dus belas motor. Berangkat dengan doa, Makassar kami tinggalkan. Berbagai macam gaya dan posisi untuk mencari kenyamanan. Hehee.. seru juga! Untungnya selalu ada saja yang membuat kami tertawa, canda tawa pak sopir, ustadzah dan celetukan teman-teman tak membuat suasana menjadi beku. Di ujung kota Pare-pare, sebuah masjid kami singgahi untuk menghadap-Nya, juga menunggu mobil yang lain (sekedar info: mobil kami paling di depan, sopirnya profesional banget, hehe..) sekalian beristirahat, dan tentu saja.. makan bakwan! Hehe.. kata sopir mobil yang lain “makanan tradisional”! huh, emang napa? Perjalanan dilanjutkan, tempat pesinggahan terakhir adalah perbatasan Kabupaten Pinrang dan Pare-pare. Sebuah kecelakan kecil sempat terjadi, saat teman-teman ikhwan naik motor berjejeran tiba-tiba sebuah motor terjatuh, ternyata bannya kempes. Untngnya, terjatuh dengan lembut (???)
Perjalanan diteruskan, dan kami pun sampai juga di Suppa sebuh pantai indah yang tidak panas seperti pantai-pantai yang pernah kami kunjungi sebelumnya. Ada lima ayunan segera kami perebutkan, ah seperti anak TK saja. Tapi sungguh, suasananya benar-benar nyaman, hawa yang sejuk sangat nyaman untuk tidur-tiduran, hanya saja sejak pagi ada yang minta diisi. Aroma ikan bakar terlalu menggoda. Makan siang di pinggir pantai, hm.. nikmat sekalle... yang paling membuat saya takjub adalah udangnya. Selama ini dalam pikiranku udang sebesar itu hanya bisa didapatkan di pulau Jawa (liat di TV) ternyata ada juga di Sulawesi, dan hebatnya di Pinrang, potensi alam yang luar biasa... Subhanallah. Usai makan, kami disuguhkan hidangan penutup, es kelapa muda. Subhanallah... puas!
Pembukaan pun dimulai, kami berkumpul dan mendengarkan taujih dari Ust. Rusli yang penuh semangat. Wisata rohani, agar kami kembali merenungi kekuasaan Ilahi yang luar biasa, mempererat kembali ikatan ukhuwah yang mungkin longgar. Kami dibagi dua kelompok, dan anehnya di kelompokku anggotanya berkumpul orang-orang kreatif.. katanya disuruh membuat yel-yel. Di pinggir pantai kami berembuk, lama juga menemukan ide lagu untuk yel-yel kami. Setelah mencoba beberapa lagu, direnovasi, dimodifikasi, dan diaransemen ulang, ujungnya, kami menyepakati lagu Syakira “This Time For Africa”. Tetap dengan tema FIFA yang kami plesetkan “Fi SupPA” yang artinya “Di Suppa” hehe.. keliatannya memang ngga’ nyambung tapi peduli amat yang penting kite bahagie. Hehe.. mau tahu lirik yel-yelnya? Ok, saya bocorkan sedikit,
“FIFA... fi SUPPA... Sammina-mina e’ei.. waka-waka e’ei.. sammina-mina makan ikan... sammina-mina makan kelapa... This time for Suppa! one-two, one-two-three-... kalau mauki senang, pergi maki ke Suppa, kalau mau berenang, pergi maki’ ke Suppa. Iya... iya tawwa... mantap... mantap mentong... iya... iya tawwa... Suppa, mantap mentong!”
Yel-yel sudah jadi, akhirnya bisa dapat tiket maen-maen di pantai. Pantai yang dangkal membuat kami tidak perlu takut tenggelam. Beberapa teman ikhwan bahkan menyandera perahu tuan rumah. Naik perahu di laut yang dangkal, dalamnya hanya sampai pinggang. Yang penting senang! Hehe.. kumenceburkan diri ke laut, dipermainkan ombak sesuka hati. Aku ditampar, dihantam, dan dihempaskan... yang kulakukan hanya mempertahankan diri. Indah nian... hmm.. segala puji memang hanyalah milik-Nya.
Saat senja, tak tampak indahnya mentari yang tenggelam, sebab tumpukan awan di ujung barat sana menghalangi indahnya. Tapi tak mengapa, hal itu tak perlu dipermasalahkan. Sudah begiut banyak masalah yang memberatkan kehidupan, tidak perlu lagi ditambah-tambah jumlahnya.
Shalat maghrib berjamaah, berdzikir, dan tilawah bersama. Nikmatnya kebersamaan! Sebenarnya perut sudah minta diisi, namun apa daya katanya, tuan rumah baru membakar ikannya. Kami pun mengisi waktu berbagi cerita dengan penumpang mobil yang lain, ternyata mereka nasibnya sama, dan mungkin sedikit agak lebih parah. Untuk menutup pintu saja, harus didorong dari luar saking sempitnya. Hehe...
Tapi, cerita telah habis dan belum juga terdengar pangilan makan. Tema acara pun diganti dengan bermain polisi-polisi. Sejenis permainan yang menonjolkan kecepatan dan ketepatan. Jika yang diminta nama buah, siapa yang terkhir mendapat tepukan tangan mesti dengan cepat mennyebutkan nama buah. Meski kelihatan gampang, tapi susah juga. Peraturan dari ustadazah, yang kalah mesti mijat yang menang. Awalnya, Ustadzah hanya melihat-lihat, tapi karena terlihat seru, akhirnya ustdzah nimbrung juga, suasana jadi makin meriah.
Karena lapar sudah tertahankan, kami memilih makan tanpa harus menuggu ikan bakarnya. Dengan lauk yang sama dengan tadi sore, nikmatnya tiada berkurang, lapar banget sih!
Selanjutnya tak ada agenda lagi, kami memilih istirahat, agar bangun lebih dini untuk tahajud jam’ah dan paginya bisa riyadhoh bersama.
Pagi-pagi, setelah riyadhoh bersama kami hendak lomba lari di pinggir pantai. Seru sekali, dan lagi-lagi, ustadzah memilih menjadi tim jurinya. Yang menang di ceburkan ke laut.. hehe.. bukannya kebalik yah?
Agenda berikut kami akan berkunjung ke rumah salah seorang teman untuk makan kelapa muda. Dan ternyata rumahnya.. jauh... jauuuh.. banget. Melalui kota Pinrang yang disiplin, desa-desa yang asri, pepohonan yang rindang, hingga padang ilalang yang eksotik! Wuah..
Setelah melalui jembatan, perjalanan dilanjutkan sedikit dan taada... akhirnya sampai juga. Karena jauh dan banyaknya tikungan yang harus dilalui ada teman yang kesasar hingga harus dijemput.
Tak cukup bila hanya segelas, hehe.. nikmat, fresh from the oven, eh, fresh from the tree.. hehe... mak nyoss!
Perjalanan kembali berlanjut, tujuan terakhir adalah Kabupaten Pangkep, di rumah Kak Husra. Disana akan makan ikan bakar katanya. Mobil kami belakangan sebab tadi singgah beli Dange panas. Oleh-oleh yang dibeli sopir untuk keluarganya. Sedangkan mobil yang lebih dulu di pertengahan jalan mendapat musibah. Untuk menghindari pesta pernikahan mereka memilih jalur yang lain, karena salah jalur, sebuah mobil truk baru yang mencoba menyalip, menghantam bagian kiri depan mobil teman kami setelah sebelumnya sukses pula menghantam sebuah mobil penumpang dari Polewali Mandar, bagian depan mobil itu hancur. Begitu pula truknya, padahal masih baru.. bahkan katanya baru keluar dari dealer dan akan dibawa ke rumah pembeli. Yah, malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Sopirnya terjepit hingga harus dicongkel keluar...
Sementara mobil diperiksa polisi, teman-teman dioper ke mobil kami untuk melanjutkan perjalanan. Masih tersisa ketegangan dan shock di waja teman-teman kami. Bahkan ada yang kemudian yang jadi pendiam, mungkin trauma. Ucapan syukur tiada henti terucapkan di bibir dan di hati, sebab Allah berikan keselamatan. Mobil diproses oleh kepolisian. Rencananya akan meninggalkan Pangkep sebelum Maghrib, ternyata kami baru boleh pulang pukul satu dini hari. Yah, kita memang hanya makhluk yang pandai mengatur dan berencana, tapi tetap saja, Dia yang Maha Menentukan segalanya.
Rihlah kali ini memberi begitu banyak kesan dan pelajaran... semoga segala asa di hari kedepan mampu kami raih dengan semangat yang telah kami dapatkan dari rihlah...

Firasat Kematian

Kembali merisaukan desah nafas, seperti akan segera berakhir. itu kata firasat baru saja berbisik. adakah penyakit menjadi pertanda? siapa yang tahu yang bugar saat ini, justru akan mendahului?
di kebisuan hati cobalah bertanya tentang hakekat kehidupan. bukan untuk menanti ujungnya, tapi bagaimana mengisinya penuh dengan kebaikan-kebaikan. gagal bukan berarti sebuah keburukan. betapa banyak yang bermandi sesal tak sanggup berbuat banyak! sedang engkau telah diberi kesempatan tuk lakukan semua itu!
waktu tak pernah menyandera jiwamu berekspresi
jangan pernah terlambat mengungkapkan cinta, lakukan seperti ulat menjelma kupu-kupu, bermetamorfosis!
perdebatan panjang dalam dada hanya menghalangi gerak di ruang bumi yang luas terhampar ini. dan engkau selalu memegang kuncinya tuk membuka, engkau berhak menentukan satu dari seribu kemungkinan jawaban. jangan khawatir! kematian punya masa untuk tiba, malaikat telah punya jadwal tuk mendatangi setiap kita.
walau harus sendiri di kelam malam, bukankah Sang rembulan menjadi teman setia dari malam ke malam? hingga sendiri saja di terik siang, bukankah Sang mentari selalu disana menemani dari siang ke siang?
Allah tak pernah membiarkanmu sendiri!
firasat kematian tak perlu menjadi penghalang kebaikan untuk menjelma dalam kehidupan! firasat kematian cukuplah mengajarkan tentang rentang waktu yang pasti ada ujungnya. dan kita mesti menyiapkan bekal menghadapi..

dari sebuah pesan yang kuterima sore, 130710: "q merasa umurq sebentar lg berakhr, mnt maaf memang ma'atas sgala khilaf slm ini"

Engkau akan sembuh, harapku dalam gumam...

Minggu, 25 Juli 2010

Mencintai Kesalahan

Sebab kesalahan ada untuk menjadi sosok guru: bukan mengajak kita sekedar berbasah mata atas nama sesal: dengan kesalahan yang telah dilakukan. Dunia selalu bangga melorotkan malu kita, memperlihatkan kesalahan, menampakkan celah dari kesempurnaan yang kita kejar, hingga berderai tawa dan mengalir cemoohan sebagian manusia. Ah, biarkan sajalah!

Sebabnya pula, tak mudah merangkak di lorong tak bercahaya: gelap. Saat kau terantuk, terbentur, terhalangi, bagiku itu sebuah kesalahan. Yang kemudian membuatmu belajar: mesti memilih arah lain dan kembali meneruskan perjalanan.

Kesalahan adalah sebatang kayu tempat kita berpegang di tengah lautan, saat ombak berkejaran mempermainkan, tak memedulikan kita yang kebingungan: ia akan menolong kita, maka tetaplah berpegang padanya.

Salah tak mengapa ada. Sebab salah juga bila kita selalu benar. Hanya mungkin saat itu kita belum menemukan hikmah dari salah yang telah berlaku. Tak usah takut dengan kesalahan, hanya saja perlu dihindari dengan kehati-hatian dan keseriusan. Meskipun tak semuanya bisa terelakkan.

Mari mencatat kesalahan: untuk kita renungi, untuk kita pelajari, untuk kita jadikan pedoman agar tak terjatuh di lubah yang sama...

Kamis, 15 Juli 2010

I Remember...

Teringat kembali kebersamaan yang menjadi lukisan indah kehidupan. Ketika usia sama beranjak, kami menikmati hidup dengan lingkungan yang menempa. Pelanggaran mungkin sama banyaknya dengan ketaatan pada aturan yang diberlakukan. Waktu yang tepat bagi segala kreatifitas untuk berkembang. Mengerjai guru, menjadi kenangan buruk yang tak perlu dibanggakan meski kenyataannya kisah itu selalu menjadi perbincangan menarik saat Allah kembali mengijinkan kami berkumpul sesaat. Menjadi bahan tertawaan, entah menertawai kekhilafan dan kepolosan diri masing-masing (mungkin malah kenakalan?) atau justru melucukan tingkah guru? Ah, dilema dalam hati... Bukankah hal itu adalah sebuah keburukan? Bukankah itu dosa? Teringat samar, pesan Rasulullah bahwa dosa yang diiringi dengan tawa adalah keburukan yang berlipat-lipat. Nastaghfirullah...
Dan saja, kesombongan diberi kesempatan untuk meraja di hati. Sebabnya dengan "kebandelan" kami, guru-guru masih tetap saja membanggakan. Mungkin karena keberanian dan kemampuan otak (yang semoga semakin pandai saat ini.. Amin)
Teman-temanku kini, mereka telah dewasa! Ada yang telah menempuh proses PKL dari kampus, ada yang telah menikah, bahkan ada yang telah memberikan kami ponakan.
Segala keburukan masa lalu, tetaplah menjadi sejarah yang memberikan pelajaran berarti dan tidak perlu terulang bagi kami dan anak-anak kami kelak. Sesal, bolehlah datang tapi sekedar untuk direnungi dan diambil hikmahnya.
Hidup kedepan mestilah diwarnai dengan kebaikan-kebaikan, setidaknya membayar segala keburukan silam. Keinginan kami, semoga berlebih agar kelak menjadi bekal menghadap Ilahi.
Ya Robb, ampunmu kuharap mengiringi salah-khilaf: dosa yang raga dan hati kami lakukan!
Bila bukan pada-Mu kami meminta, lalu kepada siapa?

Jumat, 02 Juli 2010

Dear Girls: Keep Away From PLAYBOY!


Sebenarnya tak perlu bertanya akan cintanya
Jari-jemari dusta telah merengkuh hatinya
Maka abaikan saja dentingannya
Engkau yang terluka, apa pedulinya?

Mereka telah maniskan kata bibirnya
Memikat wanita sudah biasanya
Maka tetaplah disitu gadis nyonya
Jangan dengarkan rayuannya
Sudah berbisa kata-katanya

Mencari bahagia itu alasannya
Tapi buahkan sesal akibatnya
Engkau cukup tak hiraukannya

Buang pandanganmu jauh darinya…


Tunggu nanti Ia takkan berhenti mengutuk dirinya

Tangisi segala yang telah dilakukannya…