Kamis, 28 Oktober 2010

Muhasabahku..

Alhamdulillah... segala puji bagimu ya Allah, Engkau yang telah ciptakan diri ini.. engkau yang telah tinggikan langit tanpa tiang-tiang penyangga.. engkau yang telah hamparkan bumi sebagai tempat istirahat bagi hamba-Mu ini... Ya Robby.. izinkan kami di malam ini bersimpuh menundukkan hati, menghitung diri, menyesali semua yang telah berlalu, agar kami mampu bangkit menatap masa depan dengan segala kekuatan yang Engkau titipkan kepada kami...
Ya Robby...
Entah berapa detik dalam hidup telah kami lalui, entah berapa menit... dan entah berapa jam nafas telah kami tarik dan kami buang... ya Robb.. dengan cinta-mu, telah Engkau lahirkan kami dari perut ibunda, dengan tubuh lemah tak berdaya, tak mampu merasa, tak mampu melihat, tak mampu mendengar, apalagi berjalan dan berlari, hingga Engkau beri kami kekuatan dari hari ke hari.. saat bulan bertambah Engkau beri kami nikmat mendengar... hingga suara-suara alam mampu kami rasakan.. lalu masa berlalu dan Engkau beri kami nikmat melihat melalui mata, hingga indahnya dunia dapat kami saksikan, lalu Kau beri kami hati, hingga cinta, kasih sayang dapat kami bagikan kepada hamba-Mu yang lain..
Namun ternyata Ya Robb, saat kami telah sempurna kini, di usia yang semakin bertambah ini, dengan segala nikmat yang Engkau hujankan... tak banyak waktu yang kami pakai untuk bersyukur, bahkan mungkin hanya ada kelalaian demi kelalaian yang menghiasi. Lisan yang Engkau beri tak banyak kami gunakan berzikir menyebut nama-Mu bahkan mungkin banyak kata-kata yang tak perlu terucap, betapa kami sering mengolok-olok hamba-Mu yang lain padahal kami tahu dihadapan-Mu semua sama, hanya iman dan taqwalah yang menjadi pembeda. Otak dan akal yang Engkau beri, banyak kami sia-siakan potensinya, kami lebih sering memilih bermalas-malasan daripada belajar menuntut ilmu-Mu.
Ya Robby.. Engkau yang Maha Kuat...
Sungguh kami malu bertanya pada-Mu berapa banyak kebaikan yang telah kami perbuat, sebab kami tak kuasa menatap bila keburukan-keburukan masa lalu Engkau tampakkan dihadapan kami..
Bila kematian Engkau tawarkan saat ini, kami mohon ampun Ya Allah... betapa malunya kami menghadapkan amalan yang masih sedikit ini, meski kami selalu berharap Surga-Mu. Betapa malunya kami dengan keburukan dan dosa yang menggunung ini, meski kami takut akan neraka-Mu. Kami malu pada Nabi-Mu, betapa sering bibir ini ungkapkan cinta padanya sedang masih jarang kami contohi akhlaknya.
Ya Robby... Engkau yang Maha Pengampun...
Di penghujung kini, kami sesali diri atas dosa yang telah lalu, saat kami abaikan perintah-Mu, shalat yang terlupakan, tilawah al-Qur’an yang tersendat-sendat sebab jarang kami baca.. saat kami melupakan-Mu, dimana tawa lebih banyak, keluh kesah yang selalu ada..
Saat kami acuhkan orang tua kami, kami bantah perintahnya, bahkan suara kami terkadang lebih besar dari suara mereka, kami minta ini dan itu, padahal mereka sepanjang hari telah banting tulang mancarikan nafkah... atau kadang kami lupa mereka dalam doa-doa kami..
Saat kami tak senang dengan dengan guru-guru kami, mereka yang rela korbankan waktu mengajari kami... Yang sering kami olok-olok dengan menceritakan keburukan-keburukan mereka, padahal mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa, yang sabar mengajari, yang tak henti mendidik kami...
Saat saudara dan teman-teman kami lukai jasad dan hatinya. Kami marahi, kami pukuli, padahal mereka pun tak jarang membantu kami dalam kesulitan, mengjari, bahkan mengingatkan bila kai lupa...
Ya Allah, betapa banyak kekhilafan, betapa banyak dosa... Ampunkan diri ini...
Ya Robby, Ramadhan telah di depan gerbang, sampaikanlah kami kesana Ya Robb, agar kami rasakan maghfirah-Mu, agar kami peroleh kesempatan berharga tuk memperbaiki diri menjadi insan lebih baik yang beriman, cerdas dan mandiri. Kami tahu dan yakin tak pernah Engkau sia-siakan usaha hamba-Mu... beri kami kesempatan itu...
Ya Robby, ya Tuhanku...
Kami disini, sedang menanti detik-detik kematian yang pasti kan menjemput. Menunggu saat kami menarik nafas terakhir, dan menghembuskannya lagi untuk yang terakhir. Saat uadara dingin merayap dari ujung jemari kaki hingga ubun-ubun kepala. Saat mata terkatup dan tak bisa terbuka lagi. Ketika badan terbujur dan tak bisa lagi bergerak. Ketika kita masuk dalam keranda, dan diangkat oleh anggota keluarga dan teman-teman.
Saat kami menghadap-Mu dengan tersenyum...
Allahumma nasyku ilaika dhi’afa quwwatina.. Ya arhamar rohimin... anta Rabbul mustadh’afin... irhamna... Amin...

Selasa, 26 Oktober 2010

Tidak Perlu Iri!

''Likulli nafarin lahu nashibun''
Setiap orang memiliki bagian masing-masing

Hari ini, kami belajar an-Nizham al-Iqtishadiy fil-Islam dosennya Ust. Fakhri Tajuddin, Lc. sekedar info beliau baru balik dari Mesir lho. Beliau datang agak telat. Beliau meminta kesepakatan kami untuk membagi bab-bab dalam buku agar dijadikan khulasah.
Pembagiannya jadi rumit sebab mestinya setiap orang membaca dan menjelaskan 8 halaman, tapi kemudian bab-bab itu menjadi kacau. Beberapa teman mendapatkan bagian yang lebih banyak dan beberapa yang lain mendapatkan bagian yang sedikit. Suara-suara protes mulai bersahut-sahutan. Yang dapat bagian sedikit jadi senyam-senyum bahagia, sementara yang mendapatkan banyak bagian pasang tampang menghiba. Sementara Ustadz sudah menampakkan wajah bingung plus gregetan...oe..
Inilah yang kemudian menjadi sebab keluarnya pernyataan beliau. ''Tidak perlu iri, masing-masing akan mendapatkan bagian''
singkat cerita, pembagian diulang, dan akhirnya semua ridho dan ikhlas menerima keputusan dari ustadz.

Sabar dan tak perlu iri, begitulah seharusnya kita menjalani hidup ini.
''Washbir, innallaha la yudhi'u ajralmuhsinin'', dan bersabarlah, karna sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan (Hud:115)
Berbuat kebaikan! Cukup mengisi hidup dengan banyak berbuat kebaikan. Rezeki sudah diatur oleh-Nya. Tidak mungkin malaikat petugas pembagi rezeki salah orang apalagi Allah salah mengatur.
Renungan untuk hari ini, semoga peristiwa dari hari ke hari mengajarkan kita banyak hal, kita pungut hikmah yang berceceran agar menambah tabungan kebijaksanbn kita menjalani kehidupan. Amin...

Senin, 25 Oktober 2010

Persembahan Terbaik

Kuingin persembahkan yang terindah untuk-Mu
Duhai Tuhanku, yang telah pilihkan jalan hidup hingga kudisini...
Ridhoi aku dalam juang, mewujudkan segala mimpi dan angan
Menjadi insan taqwa penuh cinta
Yang tak pilih kasih seperti-Mu
Yang ikhlas merajai hati, agar satu niat senantiasa terpatri..
Semuanya untuk-Mu
Segalanya untuk-Mu
yang terbaik dariku...

Minggu, 24 Oktober 2010

Belajar dari Sakit

Bahagianya bila diberi kesempatan berbagi hari dengan sakit, ia yang datang tiada kabar berita, semoga tak perlu berlama-lama bertamu di jasad yang lemah tiada daya. Bukan karena tak tahan perih ataupun sakit, tapi karena banyak tugas telah menanti dijamah oleh tangan yang tiada punya kekuatan selain titipan dari-Nya. Bukan karena tak sabar atas ujian yang diberikan-Nya, tapi kewajiban telah banyak aku tinggalkan. Tapi kuyakin hikmah menggunung telah duduk manis memintaku segera menjemput tuk kubawa pulang. Biar kujadikan teman sepanjang hidup, agar lebih bijak menapaki bilangan hari ke depan.
Terima kasih duhai Robby, ujung cinta yang kumilki segalanya untukmu yang telah menciptakanku menapaki bumi, yang untuknya hamba ingin buktikan kesyukuran itu dengan banyak berbuat yang terbaik. Maafkan bila hamba banyak lakukan kesalahan yang mungkin dengannya Engkau kini menegur hamba. Di kesempatan yang tidak semua Engkau berikan kepada mereka, perkenankanlah hamba yang datang pada-Mu dengan merangkak, hamba hendak berprasangka baik pada-Mu.
Hamba mohon ditambahkan ilmu agar hidup yang Engkau beri ini menjadi berkah, berbagi kebaikan dengan saudaraku yang lain. Izinkan hamba meraih segala angan dan cita. Ampunkan dosa kedua orang tua hamba serta berkahi rezeki merka berdua.. Amin..
Hamba tak ingin mengeluh, di sakit ini hamba menghisabi diri... Nikmat sehat-Mu begitu berharga..
Alhamdullah, all prays is to Allah..

Syifa
Hamba-Mu yang selalu berharap...

Minggu, 10 Oktober 2010

Bersama Eve

Hujan mengguyur perjalananku bersama Eve, sore itu. Sepanjang hari aku dirumahnya, hampir tak pernah ngobrol serius denganku, pasien yang begitu banyak berdatangan bahkan membuatnya lupa mandi dan makan. Rasa kasihan dan banggaku melebur menjadi satu, sahabatku ini betul-betul amanah menjalankan tugasnya. Sambil bermain dengan Daffa dan Daffi, mujahid kembar keponakannya, kami mencuri waktu mengobrol sedikit sementara ia masih terus “mengerjai” pasiennya.
Setelah sholat Ashar, kuutarakan niatku ingin pulang.
“Eve, Rein pulang dulu yah?”
“Ih, jangan! Tunggu dulu, nanti ku antar!”
“Hah? Ngga’ usah, aku bisa pulang sendiri kok! Lagian kamu juga belum pernah istirahat!”, tegasku.
“Plis dong Rein, kapan lagi aku bisa ngantar kamu pulang? Aku bersih-bersih dulu, jangan kemana-mana!”, setelah itu ia bersegera masuk ke rumah.
Meskipun sore begitu, tetap saja pasien berdatangan. Untungnya ada Sea, adik Eve yang paling bungsu, jadinya Sea yang sibuk melayani mereka. agak lama juga menunggu Eve. Akhirnya dengan pakaian rapi ia siap berangkat. Sayangnya, kami pun belum bisa berangkat karena Sea menggunakan motor ke tukang servis handphone tuk mengambil handphone-nya. Ketika menunggu Sea datang, seorang pasien datang, Eve hanya tersenyum tipis melirikku. Tetap dengan pakaian rapinya ia ramah melayani sang pasien. Ah, aku Cuma bisa geleng-geleng kepala. Baru kemudian pukul 05:00 sore kami bisa meninggalkan rumah. Setelah pamitan dengan Kak Dhana, Kak Ani, Daffi, Daffi, Sea dan Dewi.
Mengingat keadaan Eve yang belu pernah istirahat, aku masih tetap meminta untuk tidak usah diantar pulang, masih ada mobil angkot ke kampungku. Cukup mengantarku ke terminal saja.
“Kampungnya tidak terlalu jauh kan?”
“Nggak juga sih!”
“Ya sudah, aku antar sampai ke rumah!”
Sepanjang perjalanan tak pernah aku berhenti bertanya, mengajaknya bercerita. Sebab ia adalah pribadi yang tertutup bagiku. Ia memang tak banyak bicara. Hanya banyak mengungkapkan segala rasa dalam sikap dan tulisan. Ah, Eve.. sahabat yang aku temukan saat ujian akhir Nasional tiga tahun yang lalu. Kekuatan Rabithoh ternyata telah kuat merengkuh kami. Perkenalan singkatku dengannya, mengakrabkan kami meski hanya berbalas kabar lewat SMS dan bertukar cerita melalui telepon. Yang membuatku kadang terheran adalah cinta tulus persahabatan yang membuat kami sehati. Saat kuterjatuh dalam jurang pesimis, ia tiba0tiba datang dengan risalah semangat meskipun tanpa aku kabarkan keadaanku, atau disaat aku sakit entah mengapa ia merasakan di kejauhan, bahkan untuk hal-hal tidak aku sukai dan aku sukai , ia tahu walau tak pernah aku ceritakan padanya. Sedang aku? Tak sesering ia merasakan keadaanku, hanya beberapa kali saja mampu menebak bagaimana keadaannya disana.
Hujan yang deras tak lagi mampu kami tembus, jilbab dan jaket basah kuyup. Hingga kami memutuskan untuk singgah berteduh.
“Pengalaman seperti inilah yang tak mungkin terlupa!”, katanya melempar senyum.
Kubalas dengan tawa renyah. Hujan mulai sedikit mereda, sementara gelap senja mulai merangkak di atas langit membuat kami harus segera meneruskan perjalanan tanpa harus peduli dengan hujan. Kami menikmati hujan yang terus menerus turun membasahi bumi. Saat maghrib tiba, kami singgah di salah satu masjid untuk menghadap pada-Nya, mengistirahatkan sejenak raga dan jiwa dari penatnya dunia. Eve sekali lagi mengajarkanku suatu hal, tapatnya mengingatkanku dalam diamnya. Menegur dengan tak langsung sikapku yang ceroboh, ransel, helm, dan jaket yang aku letakkan sembarangan ia amankan di tempat yang baik. Teliti sekali!
Syukurku tiada henti pada Ilahi, telah mempertemukanku dengan seorang sahabat yang subhanallah.. baik, tawadhu, ulet, tekun, sopan, pandai dan peka.. Alhamdulillah!
Dan sepertinya perut telah meminta utuk diisi, di kampung orang seperti ini mana aku tahu dimana tempat untuk makan. Untungnya di perjalanan kami berpapasan dengan tukang bakso langgananku. Di depan warung orang lain kami makan sambil berbagi cerita, foto dan lagu favorit.
Eve... persahabatan kita telah terukir indah di lembaran hatiku...
Ukhuwah kita.. Ukhuwah coz Allah!!!

Kamis, 07 Oktober 2010

Cange or Not! Now or Never!

Melepaskan diri dari perangkap pesimis memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Kembali kita melihat bagaimana dorongan hatinya, bila ia disertai keyakinan dan kesungguhan yang besar, tentu saja sedikit motivasi bisa kembali membangkitkan optimisme. Sangat disayangkan bila keyakinan dan kesungguhan lemah, keinginan untuk bersemangat hanya sekedar penghias bibir, akan perbuma segala motivasi meskipun itu dari moti8ator handal sekalipun. Yang merubah keadaan setiap kita menjadi lebih baik adalah diri pribadi, bukan motivator, trainer atau siapapun.
Piliannya hanya ada dua, berubah atau tidak? Bergerak atau mati?
Seperti pohon, ingin terus tumbuh dan berbuah hingga banyak bermanfaat bagi orang lain? Atau hendak seperti pohon yang tak berbuah hingga tak bisa membantu kehidupan musafir dan tak berdaun hingga tak mampu menaungi musafir dari terik panas matahari perjalanan?
Bila perlu menangis akan beban kehidupan, menangislah! Sebab kesulitan mutlak adanya di kehidupan.
Alah telah menjanjikan kemudahan setelahnya.
Sehingga bila kesulitan mendatangi, segeralah mencari kemudahan sebab ia bersembunyi di balik kesulitan itu.
Makam perlu mengazzamkan dalam diri bahwa optimisme tidak peqlu berlama-lama menjadi tamu di ruang hati kita.. Optimis dan semangat kebaikan adalah penghuni sejatinya!

Jazakumullah ustadz atas interogasinya kemarin!

hujan dan kesendirianku!

hujan turun sore ini, seperti menghibur setiap jiwa yang sendiri menjalani hari. Seperti aku yang Allah takdirkan sendiri di kelas. Segala cemas dan khawatir masih bisa kuhalau, meski kadang ada waktu juga aku sesak tak antara mampu dan tidak. Alhamdulillah, segala puji bagi-Mu.. Rabbku.. Yang beriku karunia teman-teman yang baik, yang senantiasa menyemangati..
Hujan yang mengguyur, membasahi bumi menyemarakkan...
Allahu Rabbi.. Jadikan hujan ini berkah bagi kami..
Kuatkan aku.. Sebab kutahu aku tak sendiri.. Engkau bersamaku...

Selasa, 05 Oktober 2010

Cerita Dari "Laskar Ramadhan!"

Sebelum Ramadhan menjemput, saat aku lagi giat-giatnya belajar membuat proposal, tiba-tiba terbersit untuk melaksanakan ide setahun yang lalu yang sudah manis kurancang di buku diaryku... sayang, waktu dan mentalku (ketidak pede-an) berhasil menghalangiku untuk tidak mewujudkannya. Kebetulan sekali, kenapa niat ini tidak aku jadikan saja kesempatan yang baik untuk memantapkan pembelajaranku? Membuat proposal untuk Sekolah Ramadhan yang aku beri nama “Laskar Ramadhan”. Yeah.. berapa malam aku begadang suntuk belajar membuat proposal sesuai dengan rancangan kerjaku nanti. Diskusi dengan teman dan saudaraku yang sudah sangat berpengalaman masalah proposal, membolak-balik contoh proposal yang ada.. huah.. akhirnya selesai juga.
Tapi apakah proposal itu akhirnya mampu mewujudkan mimpiku mengadakan “Laskar Ramadhan”? yah, mari kita ikuti cerita selanjutnya!
Semangat yang menggebu mendorongku untuk menelfon Mama, meminta pendapat dan restunya. Meskipun sedang sakit kepala saat itu (Kalau sakit kepala Mama kambuh, Mama nggak bisa ngapa-ngapain), Mama menyetujuiku bahkan memberi semangat.
Belum sampai di kampung saja panggilan tugas sudah menggema, masih di jalan aku sudah dapat telfon untuk ikut rapat panitia Pesantren kilat. Ternyata minggu awal Ramadhan ini aku harus tinggal di kota Watan Soppeng dulu agar lebih dekat dengan daerah sekolah-sekolah. Semangat “Laskar Ramadhan” yang berkobar-kobar, akhirnya luruh.. kenapa? Sebab itu artinya, “Laskar Ramadhan” akan mundur satu minggu. Meskipun begitu aku masih berani dan masih ingin mengadakannya, kuutarakan niatku ini kepada bu Guru SMP di kampungku sekaligus menanyakan jadwal membawakan materi Pesantren Kilat nanti. Beliau sangat setuju, bahkan akan meminta murid-muridnya untuk meramaikan sekolahku nanti. Alhamdulillah..
Seminggu aku numpang di Kost teman, padahal banyak rumah keluaga yang bisa kau tumpangi.. hehe3x, lebih nyaman rasanya merepotkan teman daripada merepotkan keluarga. Hari-hari yang berlalu di minggu itu semakin meluruhkan semangatku akan “Laskar Ramadhan”. Ya Allah, beri Hamba Kekuatan untuk melaksanakan niat baik ini, bisik batinku tiap waktu.
Seminggu kemudian berlalu, aku telah kembali ke kampung. Bu guru talah menagih, namun jawabku hanya nanti dan nanti. Bergantian adik dan kakak di Makasar menanyakan “Laskar Ramadhan”ku.. aku jawab dengan lemas pertanda tidak semangat. Hingga kemudian sepatah kata dari seorang saudara memompa semangatku untuk segera mengadakannya.
“Bagaimana “Laskar Ramadhan”nya dek?”
“Belumpi kuadakan Kak!”
“Kenapa? Aish, KECEWAku dengarki!”
Kata KECEWA itulah yang membuatku bangkit.
Akhir minggu kedua kelas pertama kuadakan. Sebelumnya beberapa pengumuman telah kutempel di dinding papan pengumuman masjid dan kantor desa, bahkan dibacakan sebagai pengumuman sebelum shalat taraweh diadakan. Ada 17 santri, yeh lumayanlah untuk permulaan. Agak kewalahan juga, sendirian menghadapi santri dari berbagai tingkatan umur, yang paling muda belum cukup berumur 3 tahun, yang paling besar kelas 2 SMA. Ada kelas satu SD, SMP Kelas 1, 2, dan 3. Tiga kali seminggu kami belajar bersama dengan aula kantor desa sebagai ruang kelasnya. Kadang bingung materi apa akan aku berikan. Setelah satu materi tersampaikan, pukul 09:30 kami shalat Dhuha bareng di masjid, setelah itu tilawah sambil belajar tajwid. Sebelum nonton film edukatif sebagai agenda terakhir, kusampaikan satu materi lagi. Setelah dua kali masuk, aku melihat anak-anak mulai jenuh menonton film. Akhirnya, pengalamanku mengajar Kerajinan Tangan dan Kesenian maju menghadirkan ide segar. Ke toko membeli kertas kado, dan lem, kardus bekas sepertinya banyak di rumah. Cukup meminta anak-anak membawa gunting, apa yang terjadi? Tada... empat bingkai foto cantik jadi juga. Hanya bingkai duo Faisal dan Saiful yang agak kacau, maklum anak laki-laki. Bahkan tukang koran yang biasa mengantar koran ke kantor desa, meminta karya anak-anak untungnya duo Andi Dian dan Irma bersedia memberikan hasil karyanya. Melihat antusias anak-anak yang begitu besar dengan handycraft, kelas berkutnya kembali kuakhiri dengan membuat bingkai foto dari koran bekas. Cantik! Bahkan sepupuku, Andi Angga ketagihan maunya bikin bingkai melulu. Kelas berikutnya agenda terakhir kembali menonton film agar ada selingan. Games yang kudapat dari tarainer handal kupraktekkan, hasilnya tidak hanya membuat anak-anak kembali bersemangat bahakan kelas jai riuh oleh teriakan dan tawa mereka. Dasar anak-anak! Handycraft yang aku praktekkan semuanya berbahan sampah, iya dong, aku kan anggota KPS (Komunitas Pencinta Sampah, gitu loh!). ada bunga dari bekas minuman kaleng dan bungkus mie atau sabun bekas, ikan dari bungkus susu bekas dan asbak dari bungkus rokok bekas...
Aku senang bisa berbagi dengan mereka, sehari sebelum pulang setiap anak yang pernah ikut aku beri sertifikat. Setiap sertifikat tertulis nama mereka dengan gelar yang dinginkan kelak besar nanti lengkap dengan cita-cita masing-masing. Sertifikat adikku, DR.drh. Andi Thariza Nagauleng, calon dokter hewan. Beberapa orang tua santri tertawa-tawa melihat sertifikat itu, ucapan “amin..’ dari bibir mereka tanpa disadari adalah dorongan harapan semoga Allah mengabulkan semuanya... amin...
Akhirnya “Laskar Ramadhan” berakhir tanpa proposal yang pernah aku buat sampai begadang beberapa malam. Bahkan di-print pun tidak! Sedianya proposal itu akan aku serahkan kepada ketua KUA di kecamtanku, bahkan Bupati Soppeng.. Namun Allah ingin menunjukkan padaku bahwa dengan Pertolongan-Nya aku bisa menyelesaikan tanpa harus menengadahkan tangan kepada mereka meminta dana... subhanallah.. Maha Suci Engkau Ya Robb...
Tahun depan semoga aku bisa mengdakannya lebih baik lagi!
Terima Kasihku kepada kalian yang telah membantu..
Terkhusus kepada kedua orang tuaku.. yang selalu mengingatkan. Bapak yang marah kalau aku terlambat berangkat ke sekolah atas izinnya Aula kantor desa bisa aku jadikan kelas, dan mama yang selalu ingin melihat hasil karya anak-anak.
Kepada saudaraku yang telah menyemangati, adik-adik Ibnu Qolby yang senantiasa mengingatkan.
Bu Hajjah Suarni atas semangat dan dukungannya, yang mau menggiring anak-anaknya untuk ikut sekolah...
Om Baco yang mau aku repotkan, nge-print sana-sini..
Orang tua santri yang menyuruh anak-anaknya ikut berpartisipasi..
Para santri yang aku cintai karena Allah:
Irma
Andi Dian
Andi Angga Dwi Putra
Faisal Sudirman
Gita Sutina
Ruli
Mauli
Abdullah Mustaqim
Ainul
Saiful
Awal Ramadhan
Husnul Fathimah
Yudha
Andi Esse
Silva
Evi
Risma Dilla
Nuriah
Andi Thariza Nagauleng
Emi
Risna
Jumarni
Tanpa kalian apa gunanya “Laskar Ramadhan”...

Nge-blog Ngga' Pake Malas!

Malas! Kenapa harus ada rasa malas?
Awal-awal ngeblog, aku pernah bertekad bahwa setiap bulannya minimal lima tulisan yang aku terbitkan. Beberapa bulan aku berhasil menjalankannya, tiga hari nggak nulis di blog rasanya ada yang hilang. Tapi, kemudian diberlalunya sang waktu kesibukan pun menjadi alasan apalagi didukung oleh Mr. Tunda yang datang setiap tanganku bergerak hendak menekan tuts-tuts bertuliskan blogger.com. hufft... sudah dua bulan blog ini kosong melompong oleh postingan baru, postingan lama sepertinya sudah jenuh hendak diganti. Sebenarnya bulan Ramadhan yang penuh oleh kegiatan tak boleh jadi penghalang untuk tak ngblog, yah salah.. aku memang salah. Aku harus mengakui itu. Dan sekarang sebagai gantinya, aku harus menghukum diri sendiri. Banyak tekad yang harus terbayarkan, sebelum 2010 berakhir. Pikiran mumet oleh banyak hal yang harus aku tuangkan dalam cerita (Jangan bangga kalau baru punya Ide!). Setidaknya menjadi jejak dalam hidup yang nanti akan terus bercerita ketika aku tak lagi didunia. Seperti harapanku selalu, semoga jejak pena ini mampu menginspirasi banyak orang, berbagi kebaikan agar mampu menjadi manusia yang banyak bermanfaat bagi orang lain. Amiin...
Perbaruan tekad!
Malas tidak bolah lagi menghampiriku untuk sekedar ngeblog. Menulis.. dan menulis lagi! Semangat baru untuk semester baru, seperti ketika Ustadz bertanya kenapa nilai Al-Qur’annya berbeda dengan nilai yang lain? Nilai Al-Qur’anku kali ini memang jatuh! (memang selalu jatuh menurutku, hanya Allah selalu menunjukkan rahmat-Nya dengan nilai yang cantik.. alhamdulillah wa syukurillah) dengan mantap aku katakan pada beliau “Insya Allah, kedepannya lebih baik Ustadz!”. Beliau mungkin tak menagih nanti, tapi janji ini akan datang menodongku saat tiba waktunya. Pergi jauh duhai malas! Jangan dekat-dekat padaku lagi!