Kamis, 17 Maret 2011

Entah siapa yang salah...

Galau rasa hati oleh mereka yang selalu merasa benar

Lebih sering panas berpijar karena marah

Dulu masih bisa kutahan bak dalam sangkar

Namun kini aku sudah tak bisa lagi pasrah

Mengapa hanya ia yang boleh menakar

Mana yang harus dipilih dan dipilah

Mengapa ia tak rasakan getar

Padahal telah kuutarakaan kesah

Betapa teganya ia buat untukku sebuah makar

Aku tak mungkin kalah

Aku diam ketika suaramu tertangkap oleh dengar

Kini, tertinggal aku dalam desah

---------------------------------------------------13:37 15 Maret 11--------------------------------------------

Sekarang, terserah!

Entah dari mana ia menelaah

Mengapa semua yang kulakukan salah

Lalu ia rasa raganya telah berbuat sah

Bibirnya hanya terus lemparkan petuah dan ceramah

Yang menyeretku untuk kalah

Lalu memerah wajahku karena marah

Lalu panjang bibirku berkeluh kesah

Ia hendak membuat aku jatuh dengan mudah

Baginya mempertemukanku dengan masalah itu tak susah

Begitukah rapuhnya aku untuk menyerah?

Atas sakit hati, aku tak perlu lemparkan serapah

Akan kita lihat siapa yang gelisah

Engkau dengan kebenaran dirimu yang buat gerah

Atau, aku yang masih menanti cerah!

----------------------------------------------------04:27 14 Mar. 11---------------------------------------------

Minggu, 06 Maret 2011

blogku sayang...

Kurawat blogku agar tak sepi oleh penghuni. Namun mengapa jemariku selalu tak diberi kesempatan menari sepuasnya. Waktu telah terbagi dengan yang lain, bukan mencampakkannya hingga terabaikan. Ia telah menempati sebuah ruang indah dalam hatiku, tempatku bercerita menuangkan segala.sungguh bukan niatku melupakan. Selama ini lisanku yang mencuri banyak waktu mengulang apa yang telah terjadi, pun buku merah itu dengan cepat terhabiskan halamannya oleh tarian pena. Tuts-tuts ini tak letih menyisakan jejak kekata yang formal dari tugas-tugas kuliah kesana kemari. Tak kusalahkan karena ini memang tugasnya. Dan semangat yang semula menggebu-gebu itu pun terbang entah ke mana.

Yang keliru memang diriku yang kadang tak memaksakan diri mencuri ruang waktu barang sedikit mengisinya, agar tak bosan wajahnya dengan tulisan yang itu-itu saja...

Semoga selalu terberkahi setiap huruf yang terangkai, menuliskan kebenaran, persembahkan yang terbaik untuk Yang Maha Baik... Allahu Robby...

Terima Kasih Hujan


Hujan-hujan begini, aku tiba-tiba teringat sahabat kecilku yang bernama Ilham. Sebenarnya ada hubungan keluarga sih, soalnya neneknya Ilham itu nenekku juga, meskipun nenek jauh tapi tetap aja dia nenekku. Ilham saat itu baru datang dari Kalimantan, orang tuanya kembali beberapa bulan ke Sulawesi, mungkin hanya sekedar berlibur atau kembali ke kampung halaman. Ilham anaknya cerewet, hanya saja dia tidak tahu ngomong pake bahasa bugis, tapi dia paham jika ada orang yang bercakap atau berbicara padanya. Secara kedua orang tuanya asli bugis. Mungkin itu pula yang jadi alasannya aku cepat akrab dengan Ilham, sejak kecil meskipun hidup di keluarga yang adat bugisnya lebih kental dari susu cap bendera (bukan Promosi yah?) aku terbiasa ngomong pake bahasa Indonesia yang baku sesuai ejaan baru yang disempurnakan (dieh!) hehe... sampai-sampai nenek-nenek dari keluarga mama, pada bete ngejagain kami (Aku dan adikku, Tadam) waktu kecil. Abisnya anaknya Asma (Mamaku) pake bahasa Melayu terus, katanya.

Cerita paling unik yang membuatku tidak bisa melupakan sosoknya yang lucu adalah saat dia jatuh cinta pada sahabatku sendiri... sebut saja Pita (Nama samaran euy..). mungkin pengaruh kota besar tempat dia tinggal dulu, Ilham tidak malu mengungkapkan rasa cintanya. Dan akulah yang selalu jadi tukang pos dadakan tempat dia titip salam, meskipun sebenarnya kami semua satu kelas (aku, Ilham dan Pita). Saat itu kami masih duduk di bangku kelas empat SD. Wuah, ternyata cinta telah menyerang hebat saat usia masih muda begitu?

Suatu hari Pita sakit, bisa dibayangkan betapa tidak bersemangatnya Ilham menjalani hari-hari di sekolah tanpa kehadiran Pita. Akhirnya dia nulis surat buat Pita. Yang jelas saya ingat adalah bagian terakhir dari surat itu, berupa potongan lagu Malaysia yang saat itu sedang in. Sayang, aku lupa nama penyanyinya. Liriknya begini, “Bila kau rindu, sebutlah namaku..”. wuah, teman-teman satu SD jadi gempar menyanyikan lirik itu. Tapi emang dasar Ilham, dia mah cuek aja. Karena malu akhirnya Pita yang awalnya juga suka sama Ilham malah kemudian berbalik benci. Pita ngomongnya jadi kasar sama Ilham. Bahkan kadang Pita jadi main tangan, Ilham yang udah terlanjur cinta ngga bisa ngapa-ngapain dipukulin sama Pita. Ish.. sadis yah? Kok malah cewek yang mukulin cowok?

Kesedihan berlarut, hingga akhirnya Ilham pun jatuh sakit. Dan parahnya, alasan yang dia ungkapkan dia sakit karena kelakuan Pita. Mungkin bukan sekedar penyakit fisik tapi yang menjadi pemicu adalah sakit hati yang dideritanya. Beberapa minggu Ilham tidak masuk sekolah aku beberapa kali ingin menjenguknya. Tapi Ilham menutup diri. Ia tidak tinggal di rumah neneknya yang juga nenekku. Tapi di rumah tantenya yang jauh.

Setelah itu pertemuan terakhirku, saat ia datang mengambil surat pindah sekolah, ia akan kembali ke Kalimantan lagi. Pita sebenarnya menyesal juga telah jahat selama ini. Aku kehilangan sosok sahabat yangbaik sepertinya, yang kami selalu mengaku bersepupu padahal mungkin belum pasti. Hehe.. Ilham yang lucu, dulu kami sering pulang bareng bertiga dari sekolah. Aku hanya ikut di sepeda Pita, kalau bukan aku yang membonceng, aku yang diboncengnya. Ayah, tak punya cukup uang membelikanku sepeda baru, kecuali beliau selalu punya sepeda unik untuk anak-anaknya dari sepeda bekas yang kemudia beliau modifikasi ulang...

12 tahun sudah kisah itu berlalu, semoga Allah goreskan sekeping takdir pertemuan lagi dengan Ilham, agar kami bisa bercerita kembali tentang masa kecil kami yang indah...