Rabu, 13 April 2011

Kenapa Saya Berjilbab?


<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE AR-SA


Kemarin saat saya diminta Nenek untuk menjadi petugas registrasi dalam pernikahan saudaranya, saya banyak mikir... dengan alasan mengajar saya menolak permintaan beliau padahal memang jadwal saya mengajar malam itu. Bersamaan pula dengan resepsi pernikahan dosen saya yang digelar di gedung yang berbeda, dan saya juga diminta untuk menjadi pagar ayu disana meskipun sudah kutolak sejak awal. Tapi entah kenapa sabtu pagi Wiwi, murid saya menelfon untuk tidak bisa belajar nanti malam. Ah, ini artinya aku harus tetap pergi memenuhi permintaan nenekku. Apalagi setelah mencari sana-sini, orang yang dibutuhkannya belum cukup. Sebenarnya saya malas, kenapa?

Dalam acara pernikahan adat, apalagi di keluarga saya yang masih cukup kental ritual keadatannya, saya harus berperang melawan nurani saya yang banyak tidak menyetujui ritual-ritual yang menurut pemahaman saya hanya mubadzzir dan tidak sesuai syariat.

Baju yang disiapkan alhamdulillah tidak terlalu macam-macam. Karena tidak disiapkan jilbab, maka inilah yang menjadi masalah, saya harus mencari jilbab yang cocok dengan warna baju. Nenekkku sudah menawarkan jilbabnya yang pendek sampai leher, adduh.. mengapa beliau masih berpikir saya akan menggunakan jilbab seperti itu ya?

Alhamdulillah lagi.. untungnya tante ada yang punya jilbab warna pink yang cocok dengan motif sarungnya. Jilbabnya tipis sekali, dan aku lagi-lagi lupa membawa jilbab untuk melapisi. Untungnya lagi, nenekku masih punya jilbab pink.. jadilah jilbab itu aku lapis dua. Dan tentu saja saya menjadi pusat perhatian dengan menggunakan jilbab yang berlapis dua. Belum lagi jilbab yang saya urai...

“Hiasan bajunya tertutupi jilbab dong?” kata tante dan nenek saya.

Aku hanya terdiam, mereka sudah berulang kali mempertanyakan ini. Dan aku pun telah menjelaskannya jauh lebih sering... ini juga yang jadi salah satu alasan saya tidak mau lagi mengikuti permintaan nenek. Belum lagi disuruh make up di salon. Uh...!

Dengan alasan semua itu akan membuat wajah saya rusak mereka mau menerima...

Mengapa mereka masih saja mempermasalahkan jilbabku?

Aku berjilbab bukan karena paksaan siapa-siapa. Tiada niat selain meraih ridho Allah dengan menjalankan perintah-Nya. Saya kan muslimah? Dan seorang muslimah wajib menutup auratnya!

Sejak SD saya sudah memiliki keinginan besar untuk memakia jilbab. Entah mengapa! Padahal di keluargaku masih minim yang meggunakan jilbab, mama saja belum pakai jilbab.

“Ma, saya mau sekolah SMP nanti di sekolah yang wajib memaki jilbab, tapi saya tidak mau sekolah di SMP Islam Batu-batu (Sebutan untuk Madrasah Tsanawiyah yang ada di kampungku)”

Inilah mungkin jalan yang ditunjukkan Allah, hingga akhirnya Mama bertemu dengan sepupu jauhnya yang bersekolah di Pesantren dan sedang bertugas Ramadhan di kampung saya. Paman tersebut menawarkan kalau aku di sekolahkan di Pesantren Yasrib saja, tempat dia bersekolah. Maka semakin sempurnalah niat saya untuk menggunakan jilbab...

Beberapa sepupu saya yang ketika ditanya, mengapa belum berjilbab? Ada yang menjawab, masih menunggu kata hati, ada pula yang mengatakan masig belajar untuk menjilbabkan hati takutnya nanti buka pasang jilbab atau apa kata orang-orang kalau saya pakai jilbab sementara sikap saya masih begini-begini?

Ah, semuanya tidak akan pernah jadi kalau menunggu sempurna dulu baru mau melakukan sesuatu...

Saya menulis ulang perkataan dari Mbak Asma Nadia, salah satu penulis favorit saya:

“Berjilbab tidak berarti kamu sempurna, tapi semoga menjadi awal untuk membuktikan kesungguhanmu menyempurnakan diri dihadapan-Nya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar