Sejak pulang bimbel tadi malam, Dinda jadi pendiam. Padahal biasanya dia selalu membawakanku oleh-oleh, entah itu tentang lagu dangdut jadul yang dia dengar lewat sound system pete-pete yang lebih seringnya membuat penumpang jadi pusing... hehe.. pengaduan masyarakat nih ye... atau cerita lucu tentang teman-teman se-bimbelnya yang rada aneh bin ajaib seperti temannya yang punya nama unik “Baru” Ya, namanya Baru! Saudara kembar dengan “Lama”.. hehe.. nggak ding! Itu sih, aku yang nambah-nambahin, nama lengkapnya Badaruddin. Baru punya hobi tidur di kelas, tapi uniknya dia selalu datang setengah jam sebelum kelas dimulai. Setengah jam menunggu sambil mengabari teman-teman sekelas dengan es-em-es yang isinya rada mengancam,
“Cepetan teman-teman, Kak Randy sudah ada di kelas. Kami tunggu 10 menit lagi! yang telat dapat hukuman.. Send all”
Untungnya Dinda selalu tak percaya, si Baru itu bisa dilaporkn ke Polisi karena pencemaran nama baik, pake nama tentorku lagi, Kak Randy.
Entah kenapa dia selalu lebih cepat datang setengah jam. Menurut ke-sok tahuanku, kemungkinan karena sudah lama menunggu, jika kelas sudah dimulai sepuluh menit maka tunggu saja kepala Baru akan mengalami penurunan drastis. Maksudnya perlahan menunduk dan akhirnya merapat di peraduan meja kelas... hihi.. dan tugas Avdy untuk membangunkan Baru dan membuatnya always online! Dua sahabat itu konon telah bersahabat sejak lama, sejak mereka belum terlahir ke dunia ini. Hah? Bagaimana ceritanya? Iya, Ibu Avdy dan Ibu Baru berteman akrab, mereka juga telah bersahabat sebelum mereka nongol ke bumi ini. Lanjut, kenapa bisa? Karena Nenek Avdy dan Nenek Baru pun telah bersahabat dalam kandungan... lho, kok? Wuah, kalau ngebahas asal mula persahabatan mereka lagi maka itu akan berlanjut sampai besok, sampai nenek moyang Baru dan Avdy yang juga telah bersahabat sebelum mereka terlahir.. kenapa? Karena... Stoooop!!! Kembali ke laptop!
Begitulah cerita yang aku dengar dari Dinda, kalau aku bohong, berarti Dindalah yang telah menyampaikan kebohongan kepadaku karena aku menyampaika apa adanya-ada apanya yang aku dengar dari Dinda. Dan kata Dinda, kalau dia cerita bohong berarti Baru yang ngarang cerita, karena Dinda hanya mengcopy-paste apa yang dia dengar dari Baru. Dan kalau semuanya berbohong berarti semuanya berdosa! Ya iyalah!
Pagi ini, Dinda masih terdiam seribu kata. Membisu. Dan aku masih dengan wajah innocent, penuh tanda tangan, eh, tanda tanya. Alis berkerut, wajah penuh keriput... oh, tidak bissa! Aku kan masih muda? By the way anyway no way, apa yang telah terjadi padanya? Yang jelasnya dia masih tergeletak bukan tak berdaya tapi penuh daya 220 watt.
Aku mendekatinya, kuraba keningnya.. tidak panas! Kuambil tangannya, kuraba denyut nadinya.. alamak! Kudengar jantungnya... Astaga!!!
“Woii.. aku masih hidup tau!!!” teriak Dinda.
Dan telah kutemukan jawabannya, kenapa Dinda masih terdiam? Iya, karena Dinda masih tertidur! Hahaha...
“Abisnya, tadi malam pulang bimbel kamu diam mulu, biasanya nyanyi-nyanyi atau cerita-cerita. Eh, gimana ada kabar dari Baru lagi?”
“Hemm.. dia masih bernafas!” jawabnya cuek bebek penuh ejek kesamber geledek.
“Yeh, maksudku apa ada kehebohan terbaru yang dilakukan Baru di kelasmu malam ini? Mungkin kali ini dia terlambat masuk kelas sambil menenteng sekantong besar penuh tahu isi, atau dia punya obat baru agar tidak mengantuk, minum kopi susu misalnya? Atau sekalian saja kopi tubruk asli bikinan ibunya? Atau.. hep!” mulutku ditutup oleh Dinda. Dan dia hanya memberi satu respon.
“Ssst!” telunjuk dipasang berdiri depan bibirnya. Dan ia bersegera masuk ke kamar mandi.
Berangkat sekolah, Dinda masih meneruskan gejala penyakit yang dideritanya itu. Terdiam! Uh, aku jadi malas dibuatnya. Dari pada bete, mending aku baca novelku yang sudah tiga hari belum tamat-tamat juga.
Hingga kemudian, dua hari telah berlalu. Dinda seperti kerasukan makhluk gonrong yang tiga kali puasa, tiga kali lebaran nggak pernah pulang-pulang (ih, apa hubungannya coba?). Bukan hanya itu, dia juga jadi malas makan. Tadi malam aku belikan tahu isi makanan favoritnya, dia Cuma makan sepotong. Bener-bener gawat! Padahal kalau dibelikan tahu isi, tanpa minta izin dia langsung makan bahkan lebih seringnya tak bersisa, kecuali tangkai-tangkai cabe muda hadiah dari penjual tahu isi. Hehe.. Berulang kali kutanya, ia hanya menjawab singkat,
“Aku tidak apa-apa!”
Aneh kan?
Memasuki hari H plus 3, aku sudah tak bisa menahan rasa penasaranku yang sudah stadium enam. Kali ini aku harus menemukan jawabannya. Kutarik Dinda masuk ke kamar, lalu kukunci. Ku dudukkan ia di kursi pesakitan, eh, kursi meja belajarku.
“Sekarang jujur deh, kamu kenapa sih udah tiga hari ini diam mulu?, aku nggak mau jawabannya aku tidak apa-apa, aku tidak apa-apa! Pokoknya aku mau jawaban lengkap plus bukti-bukti nyata!” suaraku agak meninggi, semoga Dinda tidak berpikir kalau aku sedang menghakiminya, walaupun sebenarnya memang begitu.
Lama aku menunggu jawabnya, aku masih menunggumu bicara.. menanti jawaban di hatimu.. (Hijau Daun, mode: on).
“Dinda... kamu kenapaa..aa!” aku berteriak.
“Aku terserang virus merah jambu!”
“Hah? Iyakah? Sama siapa? Sama siapa?”
“Nihh!!!”
Dinda membuka mulutnya dan memperlihatkan sariawati (sariawan) yang bertengger cantik di gusi dan dinding mulutnya. Ada 3!
Gubrakk!
Ternyata!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar