Berburu waktu untuk menunaikan tugas yang sebenarnya bukan amanahku untuk menjalankannya, namun harapan padaku ditujukan, mungkin menurut mereka akulah yang bisa. Maka tak kusia-siakan harapan yang diberi. Adzan Ashar telah berkumandang, mesti bersiap diri. Setelah kewajiban tertunaikan, aku dan Unta Hitam siap melaju di bentangan jalan.
Saat jarak semakin dekat...
Ha! Bimbang menyergap! Ketika mengantar Fathimah pulang malam itu, kami masuk di lorong yang mana yah? Disini begitu banyak lorong yang menawarkan kebingungan.
Aha, mungkin yang ini! Sok tahu saja, bukannya aku malah suka tersesat di jalan yang benar? haha:-) Semoga inilah lorong yang tepat. Kuayun pelan Unta Hitamku... sepertinya memang tak salah. Kejauhan bayangan rumah Fathimah tampak di mata.
Hei, aku melihat Syafe'i, adik Fathimah sedang bermain,
"Mbak Fathimahnya ada Syafe'i?"
"Oh, ada Kak!"
Fathimah dan ibunya menyambut dengan senyum bahagia, lalu kemudian disambut ayahnya. Ramah sekali keluarga ini, batinku. Meskipun sebagai perantau mereka pasti sibuk sekali memenuhi nafkah keluarga, hidup di lingkungan asing tak membuat mereka canggung menerima tamu.
Sejak awal kedatanganku kutahu Fathimah pasti telah mampu membaca maksudku. Beberapa hari ia tak pernah tampak di Ibnu Qalby Islamic School (IQIS), itulah sebabnya pula aku yang ditunjuk untuk datang. Tawa yang dilemparkan Fathimah padaku menyiratkan maksud lain, apa gerangan jawab yang akan ia beri jika kutanyakan alasan ketidak datangannya? Tak hanya teman-teman di tapi juga pembina-pembina di IQIS telah banyak yang memasang prasangka rasa bersalah.
"Mungkin Fathimah ngambek dan tidak mau lagi datang ke IQIS karena perdebatan tentang mading tempo hari"
"Mungkin Fathimah dilarang lagi oleh orang tuanya ke IQIS karena sering pulang malam"
"Sayang sekali orang seperti Fathimah itu pergi dari IQIS, ia punya begitu banyak potensi!"
Ah, prasangka yang baik!
Dan ternyata, semuanya begitu salah di mata Fathimah. Apa yang dilakukannya tak ia sangka akan menghasilkan buah semanis itu. Dan tentu saja kakhawatiran yang ada membuatnya merasa dihargai. Meski ia akui kerinduan yang membuncah setengah mati, yang senantiasa bergemuruh dalam dadanya saat ia ingat teman-teman, pembina-pembina, kebersamaan, canda yang kadang melebihi porsinya dan goreskan luka dalam tangis, hingga tawa yang berdera-derai di IQIS. Seperti pengakuan kita tempo hari, bahwa ada yang hilang bila tak ke IQIS, bahwa aku merasa sepi sesaat sepulang dari IQIS yang selalu penuh suara. Bahwa ada rasa tertekan di dada bila teringat semua yang ada di IQIS.
Meski tak ada yang mengingkari bahwa akhir pertemuan pastilah sebuah perpisahan. Suatu saat aku pasti akan pergi... tak tahu kapan waktunya tiba...
Lupakan saja dulu masalah itu, sebab pasti akan jatuhkan mutiara retina meskipun tanpa izin.
Banyak cerita yang mengalir diantara kami, aku dan Fathimah, dan tentu saja semuanya tentang IQIS. Menengok ke langit dari teras, tampak semburat pelangi yang begitu indah...
Seindah keramahan keluarga Fathimah yang tak henti menawaran makan... memaksaku untuk kenyang. Wah, Mas.. Mbak.. perutku bukan gentong! hehe...
Silaturrahmi indah ditemani pelangi yang cahayanya sejukkan hati..
Alhamdulillah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar