Teringat kembali kebersamaan yang menjadi lukisan indah kehidupan. Ketika usia sama beranjak, kami menikmati hidup dengan lingkungan yang menempa. Pelanggaran mungkin sama banyaknya dengan ketaatan pada aturan yang diberlakukan. Waktu yang tepat bagi segala kreatifitas untuk berkembang. Mengerjai guru, menjadi kenangan buruk yang tak perlu dibanggakan meski kenyataannya kisah itu selalu menjadi perbincangan menarik saat Allah kembali mengijinkan kami berkumpul sesaat. Menjadi bahan tertawaan, entah menertawai kekhilafan dan kepolosan diri masing-masing (mungkin malah kenakalan?) atau justru melucukan tingkah guru? Ah, dilema dalam hati... Bukankah hal itu adalah sebuah keburukan? Bukankah itu dosa? Teringat samar, pesan Rasulullah bahwa dosa yang diiringi dengan tawa adalah keburukan yang berlipat-lipat. Nastaghfirullah...
Dan saja, kesombongan diberi kesempatan untuk meraja di hati. Sebabnya dengan "kebandelan" kami, guru-guru masih tetap saja membanggakan. Mungkin karena keberanian dan kemampuan otak (yang semoga semakin pandai saat ini.. Amin)
Teman-temanku kini, mereka telah dewasa! Ada yang telah menempuh proses PKL dari kampus, ada yang telah menikah, bahkan ada yang telah memberikan kami ponakan.
Segala keburukan masa lalu, tetaplah menjadi sejarah yang memberikan pelajaran berarti dan tidak perlu terulang bagi kami dan anak-anak kami kelak. Sesal, bolehlah datang tapi sekedar untuk direnungi dan diambil hikmahnya.
Hidup kedepan mestilah diwarnai dengan kebaikan-kebaikan, setidaknya membayar segala keburukan silam. Keinginan kami, semoga berlebih agar kelak menjadi bekal menghadap Ilahi.
Ya Robb, ampunmu kuharap mengiringi salah-khilaf: dosa yang raga dan hati kami lakukan!
Bila bukan pada-Mu kami meminta, lalu kepada siapa?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar