Selasa, 21 Desember 2010
Dari Taman Hati...
Dari timur seekor kupu-kupu, Titania, terbang perlahan mengikuti pendar matahari, mencari indah di selaksa kehidupan. Desah angin merangkak berbisik di telinga. Mencambuk optimis dengan kelesuan. Andai semangat tak terus menyala kobarannya, maka reduplah ia di keheningan malam. Kepakan sayapnya adalah tepukan tangan tak berbunyi. Tapi elok goresan pelangi di sayap tipisnya banyak memukau pandangan mata. Sayapnya terus mengepak menembus kelam malam dan rona pagi. Menabur jaring dimana ia hinggap, menemukan kembali yang pernah bias. Hingga datang kembali seorang teman masa kecil, Musashi Okunawa, Sachi. Betapa bahagia merangkai rajutan benang ukhuwah itu lagi, meski baru lewat telepon. “Besok aku akan dioperasi!” katanya tiba-tiba mengejutkan. “Sakit apa?” tanyaku. Ia dianjurkan operasi oleh dokter setelah mengikuti tes masuk AKABRI, meneruskan jejak sang Ayah. Tania merasa bersalah, melupakan dan tak pernah mencarinya selama ini. Teringat suatu masa, saat Tania kecil adalah kupu-kupu yang usil, selalu menjadi pahlawan bagi teman-temannya, saat kupu-kupu jantan yang lain menjahili. Dan Sachi, hari itu mengejar Mayami. Sachi memang selalu begitu, sok jagoan mentang-mentang anak seorang AKABRI. Mayami berlari mendekati Tania dan berlindung di balik punggungnya. Tania, bak kepiting rebus wajahnya, memerah... dengan sigap menghadang Sachi, “Eh, jangan sok jagoan kamu!” Sachi pura-pura tak mendengar, terus memburu Mayami. Tania makin geram, ditariknya baju Sachi dari belakang. Sachi mencoba berontak, melepaskan diri tapi Tania makin menguatkan tarikannya. Tiba-tiba... sree..et! baju Sachi robek sampai terbelah. Tania kaget, Sachi meringis, sedikit lagi hampir menangis. “Kau berani sekali, nanti aku lapor sama bapakku!” sambil terisak perih bercampur malu. “Siapa suruh nakal sekali suka gangguin perempuan!” Tania membela diri. Mayami merasa bersalah, ia tertunduk dihadapan Sachi. Dan Sachi segera berlari pulang... @@@ Tania, aku dirawat di Rumah Sakit Pelamonia, lantai 3 kamar 313. Risalah sms Sachi yang kuterima pagi ini. Hufft.. kuliah padat, jadwal private, bimbingan, cucian, tugas.... apa aku punya waktu? Oh, Tuhan tolong beri aku waktu bertemu denganmu, aku ingin minta maaf. Aku takut tak sempat bertemu lagi denganmu... Malam ini aku harus begadang menyelesaikan semua tugas. Sambil merendam cucian, aku mengetik makalah. Kulirik jam, waktu bernjak perlahan dan kini jarum yang tak pernah pusing berputar itu menunjukkan pukul 02:11.. Aku berlari menyusuri lorong Rumah Sakit Pelamonia. Sachi pasti sudah di ruang operasi saat ini. Terpaksa kutinggalkan satu mata kuliahku, izin ke dosen. Setelah nanya sana-sini... akhirnya kini aku berpatung diri di hadapan ruang operasi. Ada ayah dan ibu Sachi disana. Hanya berdua! Semoga Sachi tidak pernah benar-benar mengadukanku pada ayahnya tentang bajunya yang aku robek.. Setelah memperkenalkan diri dan orang tua, (Nggak PeDe!) ayah Sachi kemudian bercerita banyak. Ayahku dan ayah Sachi juga berteman. Ayah Sachi kini tak garang lagi di mataku. Tiba-tiba seorang dokter keluar, ada guratan tegang di wajahnya. “Boleh saya ngomong sebentar Pak?” Keduanya berdiskusi di sudut, tampaknya sangat serius. “Sachi pendarahan, ibu disini saja. Tania tolong antarkan bapak ke PMI stok darah disini habis!” Aku segera mengangguk. Sebenarnya ayah Sachi ingin naik mobil, tapi aku menawarkan naik motor saja agar mudah menyelip di kemacetan. Dan, ternyata betul! Macet!!! Uh.. ini mobil-mobil Kenapa tidak ada yang bergerak? Aku lagi buru-buru nih! Mencari celah kiri kanan, akhirnya sampai gedung PMI juga. Setelah itu bersegera kembali ke Rumah sakit Pelamonia. Sesampainya di Rumah Sakit, kami hanya menemukan ibu Sachi terisak-isak. Saat melihat kami datang Ia segera menubruk ayah Sachi dengan pelukan. “Sachi...Sachi.. ayah...! hiks...hiks..!” Oh.. tidaaak! “Tania..Tania..!!!” Tubuhku terasa diguncang. “Bangun Tania...!” Ternyata ini hanya mimpi, dan parahnya aku tertidur di samping WC. Memalukan! Aku tertidur di tengah cucian yang busanya sudah mengering... hehe...
@@@
Macet..mecet.. piliss deh! Kuharap mimpi semalam tiada pernah berwujud dalam nyata. Sesampainya di rumah sakit, nanya! Aku harus bertanya! Malu bertanya sesat di Rumah Sakit. Ke lantai tiga, belok kiri, kanan... ruang operasi. Aku tak menemukan Sachi disana. Lantai 3 ruang 313, yah Sachi pernah memberitahuku. Tok..tok.., kuketuk pintu ruangan 313. Tidak ada jawaban. “Maaf mbak!” seorang suster yang berlalu adalah tempat bertanya yang baik. “Ya?” “Pasien kamar ini sudah pulang yah?” “Oh,tadi pagi dioperasi. Tapi, operasinya gagal. Nyawanya tak bisa tertolong lagi. Baru saja menyelesaikan administrasi!, ambulansnya mungkin belum berangkat!” Tiba-tiba, telingaku mendengar suara sirine yang nyaring, itu pasti Sachi! Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un... Tuhan, ternyata Engkau tak beriku kesempatan bertemu dengannya.
@@@
Terkulai lagi sang Kupu-kupu, kepak sayapnya melemah. Mutiara matanya berjatuhan. Sesal datang, mengaduk-aduk jiwanya, “Andai kuboleh katakan andai, akan kumint sedetik saja untuk menemuinya. Sachi... maafkan aku!”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar