Minggu, 18 Oktober 2009

Rumah Cinta

Di rumah cinta aku menekuk diri, memeluk lutut yang tak aku rindukan dan bukan pula karena menggigil. Aku hanya mencoba menata hati yang menumpang di jasad berdebu. Mencoba menjawab beribu pertanyaan yang menjelimet didalam batok kepalaku. Kenapa aku masih saja tak mampu memunculkan alirannya lewat untaian cinta dari bibir?. Kalau Ia berpikir aku tak sayang mungkin inilah kekeliruan terbesar. Smoga Allah meridhoi, aku sungguh mencintainya. Mengingat kesalahan ini membuatku tak pernah mampu menahan bendungan air mata agar tak jebol. Atas nama ukhuwah aku masih melakukan tugasku, hanya saja ketakutan adalah penghalang terbesar, phobia dan terlalu larut dalam syak wasangka hingga aku tak berani mengungkapkannya langsung. Atau lewat siapapun yang mengakrabi dirinya. Dan aku mengerti bukanlah alasan yang tepat bila aku menjauh, menjaga rasa.. Tapi itulah realitanya. Aku pernah menemukannya, hingga goresan itu semakin dalam saja dan tak berani mendekat.

Robby.. Aku tahu inh juga menjadi bukti bahwa cinta itu lemah adanya. Andai memang telah mengakar dalam tentu aku tak peduli lagi dengan perasaan.
Bodoh.. Bodoh...

Ketika kutersadar akan kelalaian, aku kemudian tergiur oleh godaan, meminta waktu untuk belajar. Menunggu sang hati untuk menapaki proses. Tapi aku benar telah tergoda... Sekian lama waktu berlalu, aku hanya membiarkan waktu semakin lama berputar. Lalu dalih-dalih busuk mengalir dari bibir, "aku sedang belajar.. Dan aku butuh waktu!!"

waktu membuat akt terlupa bahwa ini hanya permintaan syetan agar aku sdmakin terpuruk dalam rasa. Memperturutkan keinginan. Menambah lagi alasan untuk menangis..

Di rumah cinta aku terbangun lagi. Maka bolehkah aku berjanji untuk tidak melakukannya lagi?.
Dan tolong izinkan aku melakukan tugasku dalam ukhuwah atas nama cinta, cinta yang tulus karena Ilahi.
Di rumah cinta aku menyeka air mata.

Saudariku.. Izinkan aku mencintaimu lebih dalam..
Karena Allah..

Hanya karena Allah..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar