Minggu, 17 Januari 2010

ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ

Nama kecil : Abdul Ka’bah
Nama asli :Abdullah bin Utsman bin Amiir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Luai
Ciri-ciri fisik:berbadan kurus, langsing, berdahi menonjol, berpundak sempit, berwajah cekung, putih, tampan.
Ayah :Utsman atau yang dikenal dengan laqab: Abu Quhafah
Ibu :Ummul Khair As-sahmi binti Sakhr bin ‘Amir
NO. ISTRI ANAK
1 Qutaibah binti Abdul Uzza Abdullah dan Asma
2 Ummu ruman binti Uwaimir Abdurrahman (yang kemudian baru masuk Islam saat perang Badar) dan ‘Aisyah
3 Habibah binti Khorijah
4 Asma’ binti Umais Muhammad

Gelar :
• Abu Bakar : Yang pertama kali masuk Islam
• ‘Atiqullah mina nnar: yang dibebaskan dari api neraka
• At-tiq: yang berseri-seri
• Ash-shiddiq: yang membenarkan, disaat semua orang meragukan dan mendustakannya, dialah seorang diri yang membenarkan Rasul-Nya
Pekerjaan: seorang pedagang kain yang sukses
Keahlian: Pandai menafsirkan mimpi dan ilmu hisab.
Ash-hiddiq sebelum Islam datang
Ia adalah seorang pedagang yang sukses, yang selalu memlihara kehormatan dan harga dirinya. Ia adalah seorang hartawan, mempunyai pengaruh yang sangat besar dan juga memiliki akhlak yang sangat mulia. Sebelum datangnya Islam, ia telah menjadi kawan akrab Muhammad SAW. Oleh karenanya sifat dan tabiatnya mirip dengan Muhammad saw. Belum pernah dalam perjalanan hidupnya, ada orang yang menyaksikannya menyembah berhala, tidak ada setitik pun khamr yang pernah melewati tenggorokannya, dan tiada pula ia pernah berdusta. Maka jadilah sahabat karib Rasulullah yang pun di kemudian hari menjadi mertuanya.
Tiada sahabat yang paling diutamakan Rasulullah selain Abu Bakar, maka sudah dapat diramalkan bahwa kelak yang akan menggantikan posisi beliau menjadi khalifah adalah Abu Bakr Ash-ashiddiq. Dalam sebuah hadits Rasulullah menyanjung keimanan Abu Bakar: “jika ditimbang keimanan Abu Bakar ditimbang dengan keimanan seluruh ummat manusia di muka bumi ini maka keimanan Abu Bakar lebih berat” (H.R. Al-Baihaqi)
Awal mula Abu Bakar menerima keislaman
Suatu ketika Abu Bakr bertemu Rasulullah, “ Hai, Muhammad apakah benar yang dituduhkan oleh kaum quraisyi terhadapmu bahwa engkau telah meninggalkan tuhan-tuhan nenek moyang dan mengkufuri ajaran-ajarannya?. Sang Nabi kemudian menjawab, “ya, benar. Sesungguhnya aku ini rasul Allah dan nabi-Nya, Allah telah mengutusku untuk menyampaikan risalah-Nya maka kuajak engkau untuk beriman kepada-Nya, demi Allah aku mengajakmu kepada Allah yang Esa, tunggal yang tiada sekutu bagi-Nya. Janganlah engkau sembah selain-Nya, patuh dan taatlah hanya kepada-Nya!”
Lalu kemudian Rasulullah membacakan beberapa ayat Al-Qur’an, maka serta merta mengucapkan kalimat syahadat dan memegang hidayah Allah dengan memercayai agama Islam. Dan kemudian ia menjadi mukmin yang tangguh!
Maka dengan kelembutan dan kemuliaan Akhlaknya ketika Ia mengajak orang-orang menuju Allah, serta merta mereka mengijabah ajakan itu bahkan, termasuklah orang-orang tersebut ke dalam golongan Assabiqunal Awwalun yang dijanjikan kenikmatan yang tiada terduga, yang tiada terukur, Syurga. Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Abdurrahman bin ‘Auf.
Ash-Shiddiq
Salah satu cerminan keimanan Abu Bakar atas pembenarannya:
Peristiwa Isra’ Mi’raj
ialah ketika beberapa jenak setelah peristiwa isra’ yang dialami Rasulullah perjalanan satu malam dari masjidil haram menuju Al’Aqsha. Orang-orang kafir merasa menang dengan peristiwa ini, mereka seakan-akan mendapatkan bukti bahwa Muhammad itu memang orang gila, lalu mereka pun mendatangi orang-orang mu’min untuk menggoda dan menggoyahkan keimanan mereka. Tidak terkacuali Abu Bakar Ash-Shiddaiq, tapi tengoklah keteguhan imannya. “hai Abu Bakar, telah sampaikah berita tentang sahabatmu yang selalu kau bela itu?”. Abu Bakar kemudian menjawabnya tanpa rasa gentar, “demi Allah jika itu yang diucapkannya maka, itu pasti benar!. Dia (Muhammad) memberitahuku, bahwa berita-berita langit sampai ke bumi dalam satu jam, baik siang ataupun malam, sedangkan aku selalu memercayainya!”
Dalam Perjanjian Hudaibiyah
Pada waktu perjanjian Hudaibiyah (sebelum Makkah dikuasai), kaum muslimin bersama Nabi pergi ke Makkah untuk berziarah ke masjidil haram (ka’bah). Hal itu sesuai dengan janji Rasulullah Saw kepada para sahabat untuk memasuki Makkah. Ketika sudah mendekati Makkah, mereka melihat seolah-olah ka’bah melambai-lambai menantikan kedatangan mereka. Harapan manis pun memenuhi hati mereka. Tiba-tiba mereka dikejutkan atas pembatalan ziarah atas perintah Rasulullah sesuai dengan perintah Allah SWT. Maka terjadilah kericuhan di kalangan kaum muslimin.
Mereka bertanya kepada Rasulullah saw: “ya Rasulullah, mengapa kita mengalah dalam urusan agama kita?”, bahkan ‘Umar pun berkata kepadanya, “ya Rasulullah, bukankah kita berada di atas kebenaran? Daan mereka di atas kebatilan? Bukankah kita orang-orang beriman dan mereka orang-orang musyrik?, mengapa kita terima penghinaan mereka atas urusan agama kita?”, Rasulullah menjawab, “demikian itulah yang diperintahkan Allah kepadaku!”.
Tetapi jawaban Rasulullah kurang memuaskan hati Umar lalu kemudian dia mendatangi Abu Bakar, “bukankah kita semua telah dijanjikan Nabi saw untuk memasuki kota Makkah?”. Abu Bakar menjawab, “apakah Nabi saw menjanjikan tahun ini? Alangkah kelirunya engkau wahai ‘Umar. Berpegang teguhlah kepada firasat beliau, sungguh dia benar-benar seorang Rasul!”. Demikianlah jawaban yang diberikan oleh Abu Bakar. Disaat kaum muslimin sendiri meragukannya, tetaplah ia seorang yang senantiasa meyakininya.
Cinta Abu Bakar
Kecintaan Abu Bakar kepada Rasulullah bukan didorong karena pengharapan dunia, harta kekayaan atau jabatan, akan tetapi didorong oleh aqidah dan keteguhan iman yang kuat. Maka tengoklah keteguhan dan kesetiaanya ketika ia berhijrah ke madinah bersama Rasulullah.
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi bahwa suatu ketika di masa kepemimpinan kholifah ‘Umar ra, beberapa orang sedang berbincang-bincang, tamopaknya mereka sedang memperdebatkan Abu Bakar ra dan ‘Umar ra dengan saling menonjolkan keutamaan yang dimiliki oleh mereka berdua. Berita tersebut kemudian sampai ke telinga ‘Umar, kemudian Ia berkata:
“Demi Allah, satu malam dari Abu Bakar jauh lebih baik dari seluruh keluarga ‘Umar. Satu hari dari Abu Bakar lebih baik dari seluruh keluarga ‘Umar. Ketika Rasulullah saw ditemani Abu Bakar di malam itu, menuju sebuah gua. sebentar-sebentar Abu Bakar berjalan dihadapan Rasulullah, sebentar kemudaian berjalan dibelakang Rasulullah saw. Melihat hal itu, Rasulullah kemudian bertanya, “Apa yang sedang kau lakukan ini, wahai Abu Bakar?, jawab Abu Bakar, “ Ya Rasulullah ketika kuingat musuh-musuh Allah sedang mengejar dari belakang maka aku mengikutimu dari belakang, namun ketika kusadari bahwa musuh akan menghadang dari depan maka aku segera berjalan dihadapanmu!”. Lalu ia ditanya, “jikalau terjadi sesuatu apakah kamu lebih suka dirimu yang terkena dan bukan aku?”, Abu bakar menjawab: “benar demikian Ya Rasulullah, demi yang mengutusmu dengan haq!”. Ketika mereka tiba di mulut gua, ia menegur: “tetaplah disitu ya Rasulullah, biarkan aku masuk dan memastikan bahwa didalam aman”. Maka masuklah abu Bakar, setelah Ia memastikan bahwa gua itu aman, barulah ia memersilahkan Rasulullah untuk turun, “turunlah , wahai rasulullah!”. ‘Umar amat terharu dengan perlakuan Abu Bakar, maka dia berkata, “Demi yang jiwaku dalam genggaman-Nya, malam itu lebih baik dari seluruh keluarga ‘Umar.
Kita lanjutkan kisah Abu Bakar dalam gua. Dalam keadaan lelah, Rasulullah tertidur di pangkuan Abu Bakar, ia tidak bergerak sedikit pun karena takut gerakannya membangunkan Rasulullah, hingga ketika seekor kalajengking menggigit kakinya, sekuat tenaga ia manahan sakit lalu teruarailah air matanya yang kemudian tetesannya jatuh membasahi wajah Rasulullah lalu ia terbangun dilihatnya kaki sang sahabat berdarah digigit kalajengking, diusapnya penuh cinta hingga kaki itu sembuh seakan tiada pernah terjadi apa-apa. Ia juga rela merobek habis robekan demi robekan bajunya untuk menyumbat setiap lubang yang ada di dalam gua. Pagi harinya Rasulullah menanyakan perihal pakaiannya, setelah tahu apa yang terjadi, Rasulullah mendoakannya menjadi orang yang mempunyai derajat tinggi di surga-Nya. Ketika ia takut dengan kejaran musuh, Rasulullah menenangkannya. Kejadian ini digambarkan dalam sebuah ayat: “sedang dia berdua dengan yang kedua (Abu Bakar), ketika keduanya berada dalam gua diwaktu dia berkata kepada asahabatnya: “la tahzan innallaha ma’ana_”
Infak Abu Bakar
Dalam soal Infak, membelanjakan harta di jalan Allah, maka Abu Bakar adalah orang yang paling banyak mengorbankan hartanya. Abu Bakar pernah menebus 7 orang budak yang paling setia termasuk didalamnya Bilal bin Rabah. Oleh karena itu Rasulullah memujinya: “tiada seorangpun yang bermanfaat hartanya bagiku selain harta Abu Bakar” (H.R. Ibnu Majah dan At-Tirmidzi)
Abu Bakar sebagai saudagar kaya memanfaatkan kekayaannya di jalan Allah, membelanjakan hartanya hanya untuk kepentingan Islam dan kaum muslimin. Baginya tidak ada gunanya memunyai harta jikalau tidak disalurkan kepada kepentingan agama. Bukankah seluruh kekayaan itu mutlak milik Allah?, kita ini hanya dititipi untuk memanfaatkannya sesuai dengan petunjuk dari pemiliknya.
Oleh karena itu dimana ada panggilan infak di jalan Allah, maka Abu Bakar kemuadian akan tampil sebagai orang yang pertama, ia datang dan mengahadap Rasulullah sambil menyerahkan seluruh harta miliknya. Rasulullah pun bertanya, “apa yang kau tinggalkan untuk keluargamu, wahai Abu bakar?”. “aku tinggalkan Allah dan Rasul-Nya untuk mereka!”
Itulah keimanan yang sesungguhnya. Dan semua itulah yang membuatnhya bertahan dengan segala beban dalam mensukseskan dakwah dan meninggikan kalimat Allah. Dan bukankah seharusnya memang demikian sifat yang harus dimiliki orang-orang beriman?
Penyiksaan yang diterima Abu Bakar
Meskipun Abu Bakar memiliki kedudukan yang terhormat di lingkungan orang0orang quraisyi, tapi tidak dapat dipungkiri ia pun masih Saja mendapatkan siksaan ataupun gangguan dari mereka. Pada suatu ketika Abu Bakar dianiaya oleh Utbah bin Rabi’ah beserta kawan-kawannya sampai pingsan. Setelah siuman, dia bertanya: “bagaimana keadaan Rasulullah?”, para sahabat menjawab, “Rasulullah dalam keadaan selamat!”. “demi Allah aku tidak akan makan sesuap ataupun minum seteguk air kecuali aku telah bejumpa dengan RAsulullah SAW,”. Ketika Ia telah menemui Rasulullah di rumah Daarul Arqom bin Arqom, Abu Bakar meminta didoakan agar ibunya masuk islam, dan Rasulullah pun mendoakannya. Allah mengabulkannya, maka masuklah Ibunda Abu Bakar ke dalam agama Islam.
Diriwayatkan oleh Bukhari dari ‘Aisyah ra:
Ketika kaum muslimin yang jumlahnya sedikit terus mendapatkan tekanan dan penyiksaan dari kafir quraisyi, Abu bakar meminta izin kepada Rasulullah untuk ikut hijrah ke Habasyah, maka Rasul mengabulkannya, dan pergilah Abu Bakar.
Ketika sampai di suatu tempat yang bernama Barkulimad, ia bertemu dengan Ibnu Addaghnah, pemimpin suku setempat. Ibnu Addaghnah kemudian bertanya, “hendak kemana engkau wahai, Abu bakar?”. Abu Bakar menjawab, “ aku dipaksa keluar dari Makkah oleh kaumku, dan aku ingin merantau di muka bumi sehingga aku dapat beribadah kepada Rabbku dengan baik!”
Ibnu Addaghnah berkata: “orang seperti engkau, hai Abu Bakar tidak boleh keluar ataupun dikeluarkan. Engkau adalah orang yang suka menolong orang yang papa, fakir miskin, gemar bersilaturrahim, meolong orang sengsara dan lemah, dan engkau adalah orang yang sangat menghormati tamu. Aku bersedia menjadi pelindungmu. Kembalilah sekarang dan sembahlah Rabbmu di negerimu!”
Maka, kembalilah Abu bakar ditemani Ibnu Addaghnah. Di kota makkah Ibnu Addaghnah mengumumkan bahwa dialah yang yang menjadi pelindung Abu Bakar maka tidak seorang pun berhak mengganggunya. Kaum Quraisyi tidak serta merta menerima hal itu, mereka mengajukan sebuah syarat, Abu Bakar tidak akan diganggu asalkan ia tidak bersuara keras dalam beribadah karena dikhawatirkan akan mempengaruhi wanita-wanita dan anak-anak Quraisy.
Setelah itu Abu Bakar membangun sebuah mushollah kecil di depan rumahnya. Ia shalat dan mengaji disitu. Para wanita dan anak-anak kaum musyrikintertarik dan sering menyaksikannya.
Selepas mengaji, Abu Bakar menangis di mushallahnya, sehingga para petinngi musyrikin penasaran dan khawatir. Maka diutuslah seseorang untuk menemui IbnuAddaghnah dan mengadukan perihal ini. Setelah mendengar pengaduan orang musyrikin, Ibnu Addaghnah dating menemui Abu bakar. “engkau telah mengetahiu perjanjianku dengan mereka, engkau tepati atau engkau kembalikan perjanjianku?”
Abu Bakar menjawab: “aku kembalikan perjanjianmu,aku ridha dengan perlindungan Allah Azza wa Jalla!”
Setelah itu Addaghnah tidak lagi melindunginya, maka semakin gencarlah gangguan dan penghiaan dari orang musyrik, tetapi semua itu dihadapinya dengan lapang dada, kesabaran dan kekuatan iman.
Ibnu ishak mengisahkan:
Suatu ketika, Abu Bakar bersandar di dinding ka’bah. Lalu datanglah orang jahil yang tidak bermoral. Orang itu menghampiri Abu bakar dan menaburkan pasir di atas kepalanya. Abu Bakar kemudian hanya berdoa “Ya Robbiy, alangkah sabar dan pemaafnya Engkau. Alangkah sabar dan pemaafnya Engkau, alangkah sabar dan pemaafnya Engkau…”
Sewaktu perang Badar
Ketika kaum muslimin akan menghadapi perang badar, tatkala kaum muslimin telah bersiap-siap di medan perang, Rasulullah berdoa, meminta kepada Ilahi dengan setengah memaksa, “Allahumma anjizliy ma_ wa’adtaniy, ya Allah tinaikanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku, Allahumma a_ti ma_ wa’adtani_, ya Allah berikanlah padaku apa yang telah Engkau janjikan kepadaku, Allahumma in tahlikahadzihil ‘asho_bah min ahlil Islam la_ ta’budu fil ardh, ya Allah jika Engkaubinasakan kaum musliman hari ini kmaka Engkau tiada akan disenbah lagi di muka bumi”, begitulah ia berdoa sambil meratap berlinang air mata, lalu Abu Bakar menenangkan, “Ya Rasulullah tenangkanlah dirimu, dan mantapkanlah hatimu, sesungguhnya Allah pasti menepati janji-Nya dan sekali-kali teidak akan mengecewakanmu!”. Mendengar perkataan Abu Bakar, tenanglah hati Rasulullah. Dialah As-shiddiq, Abu Bakar yang menenangkan Rasul-Nya ketika keresahan merajai hatinya.
Di Akhir hayat Rasulullah
Ketika itu Sang Nabi menerima wahyu. Wahyu yang sangat menggembirakan sem mua sahabat. Beliau membacakannya di atas mimbar, “apabila telah dating pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau lihat manusia asuk ke dalam agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mmohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Ia adalah Maha penerima Taubat”.
Semua sahabat tersenyum lega, bahagia dan penuh syukur. Tapi dari depan mimbar, Abu Bakr tiba-tiba berteriak dengan gemuruh isak, “Ya, Rasulullah, kutebus engkau dengan ayah ibuku. Demi Allah kutebus engkau dengan ayah Ibuku!”, dan Ia terus menangis. Para sahabat belum pernah heran akan Abu sedahsyat hari itu. Mereka menatap tajam ke arahnya dengan mulut yang tanpa disadari setengah terbuka. Tapi Rasulullah, tersenyum padanya.
“seorang hamba diminta untuk memilih”, beliau Shallallahu ‘Alihi wasallam melanjutkan sabda. “ antara perhiasan dunia menurut kehendaknya, atau apa yang ada di sisi Allah. Dan dia memilih apa yang di sisi Allah.” Tangis Abu Bakr semakinkeras, terdengar menggigil bagai burung dalam badai, menyesakkan. “Demi Allah Ya Rasulullah, ayah dan ibu kami sebgai tebusanmu!” Ia kembali berteriak. Hingga kata perawi hadits ini, orang-orang jadi bergumam dalam hati, “lihatlah orangtua ini, Rasulullah megabarkan tentang kemenangan dan seorang hamba yang diberi pilihan, tapi dia berteriak-teriak tak karuan!”
Entah mengapa, hari itu kebeningan hanya manjadi milik Abu Bakr seorang. Ketika para sahabat mendengar sabda-sabda Sang Nabi, ia menangkap Surat An-Nashr dan segala yang beliau katakan sebagai satu isyarat pasti. Ajal sang Nabi telah sangat dekat! Maka ia menangis. Maka Ia berteriak. Hanya Dia!. Hanya dia yang mengerti.
Rasulullah masih tersenyum, “sesungguhnya orang yang banyak membela dan melindungiku dengan pergaulan dan hartanya hanyalah Abu Bakr”, kata beliau. “Andaikan aku boleh mengambil kekasih selain Rabbku, niscaya aku akan mengambil Abu Bakar sebagai Kholiilku. Tetapi ini adalah persaudaraan Islam dan kasih sayang. Semua pintu menuju ke masjid harus ditutup selain pintunya Abu Bakr”
Kepergian Rasulullah
“tiada hari yang lebih bercahaya di Madinah kecuali datangnya Rasulullah pada suatu hari, dan tiada hari yang paling gelap dan muram kecuali perginya Rasulullah menghadap Sang Ilahi”, kata Anas bin Malik. Hari itu isak tangis gemanya memenuhi seluruh langit, sedu sedan dan ratapan berbaur menjadi satu. Dan seorang lelaki berteriak-teriak tak karuan membuat suasana semakin kalut,
“seseungguhnya beberapa orang munafik beranggapan bahwa Rasulullah telah pergi, sesungguhnya beliau tidak wafat!, beliau tidak mati, ia hanya pergi menemui Rabbnya sama seperti Musa yang menjauhi kaumnya lalu kemudian akan kembali, demi Allah Rasulullah, pasti akan kembali. Maka siapa yang mengatakan beliau telah wafat, kaki dan tangannya harus dipotong!”, sosok tinggi besar dan tegap itu terus berteriak-teriak dengan mata merah berkaca-kaca menyembunyikan kesedihan yang teramat dalam, hilir mudik kesana kemari, maka sudah dipastikan bahwa sosok itu tiada lain adalah ibnu khottob, ‘Umar al-faruq.
Ia masih berteriak-teriak dan mengacungkan pedangnya yang terhunus ketika Abu Bakr tiba dan masuk ke bilik ‘Aisyah dimana jasad Sang nabi terbaring. Dipeluknya tubuh yang suci itu. “ayah ibuku sebagai tebusanmu, tiadalah mungkin Allah menghimpun dua kematian untukmu, jika Allah telah memanggilmu hari ini, maka engkau memang telah pergi. Begitu wanginya tubuhmu di kala engkau hidup dan masih terus mewangi ketika engkau wafat.”
Sedang diluar Al-faruq masih mengacungkan pedangnya “harus dipotong, harus dipotong!!”, teriaknya membahana. “duduklah, wahai ‘Umar!”, seru Abu Bakar. Namun yang masih bagai orang yang kesurupan tak jua ingin duduk. Maka berdirilah Abu Bakar, “barang siapa yang menyembah Muhammad, maka hari ini sungguh Muhammad itu telah wafat, namun barang siapa yang menyembah Rabb Muhammad, sesunguhnya Ia kekal!”, ia terus melanjutkan teriakannya dengan membacakan firman Allah, “Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul,sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jika dia mati atau terbunuh kalian akan berbalik ke belakang??, dan barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat ssedikit pun, dan Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur” (Q.S Ali ‘imran: 144)
‘Umar jatuh terkulai mendengar ayat ini, pedangnya terlepas dari genggamannya, ia melemas. Dengan gumam yang diselingi isak tangis disimak dan dilafalkan kembali ayat yang telah dibacakan oleh Abu Bakr tadi. Maka inilah Abu bakr!. Seseorang yang mata batinnya paling bening menyucikan, dia yang paling berduka, histeris dan menangis ketika isyarat kematian itu datang, namun ia berubah menjadi sosok yang paling waras, tenang, dam menentramkan ketika kemudian isyarat itu berbuah nyata.
Lalu kemudian berselang waktu, ‘Umar Al-Faruq berkata: “tidakkah patut Abu bakar itu memperoleh kabar gembira akan surga?, kalau saja Ia tak patut maka siapa lagi yang berhak memasukinya?”
Pengangkatan Abu Bakar menjadi khalifah
Majlis kemudian diadakan, keputusan telah diambil semuanya telah bersepakat Abu Bakarlah yang paling berhak meneruskan dan memulai kekhalifaan, meskipun Ali karramallahu wajhah dating terlambat namun Ia menyetujui keputusan ini. Lalu berdirilah Abu Bakar dihadapan para penduduk Makkah,
“saya yang terpilih sungguh bukan karena sayalah yang terbaik, maka ikutilah syari’ah jangan mengadakan sesuatu yang tidak diperintahkan Rasulullah. Jika kalilan menemukanku dalam kebaikan, maka ikutilah aku, namun jika kalian menemukanku dalam penyimpangan maka luruskanlah aku!”
Maka dengnan kepemimpinannya yang baru berumur kurang lebih 2,5 tahun rakyat kemudian mencatatnya sebagai kahlifah yang sukses memberantas kemiskinan, menciptakan stabilitas politik dan social, serta solidaritas kemanusiaan yang tanpa batas. Abu Bakar yang selama ini terkenal lembut kumudian terlihat garang dengan tekadnya yang kuat memerangi para ghoniy, orang-orang kaya yang membangkang dalam membayar zakat, begitu pula mereka juhala_, orang-orang bodoh yang mengaku-aku sebagai nabi dan orang-orang murtad.
“orang yang lemah diantara kalian akan menjadi kuat dalam pandanganku, sehingga akan kujamin hak-haknya, jika Allah menghendaki. Dan orang-orang kuat menjadi lemah dalam pandanganku sehingga saya dapat merebut hak orang lain yang ada padanya!”
Pada masa pamerintahannya Islam kemudian menyebar dari eropa, afrika hingga ke Asia. Ditunjuknya Umar sebagai qodhi’, namun kemudian tiada yang datang mengadukan permasalahannya, sedang Utsman, ‘Ali dan Zaid ditunjuk menjadi khotib.
Pada perang yamamah yang dikomandoi oleh Kholid bin Walid tidak sedikit penghapal al-qur’an yang syahid jumlahnya, kurang lebih 70 orang. Peristiwa tragis itu mendesak ‘umar untuk menyarankan kepada kholifah agar al-Qur’an dihimpunkan dalam mushaf atau shuhuf. Ide itu kemudian diterima abu bakar setelah diadakan diskusi dengan pertimbangan-pertimbangan yang seksama. Ditunjuklah Zaid bin Tsabit sebagai katib, penulis.
‘Ali kemudian berkata: “semoga rahmat Allah terlimpahkan kepada Abu Bakar Ra. Karena dialah yang paling besar ganjarannya dalam pengumpulan Al-quran”
Wafatnya Abu Bakar
Abu bakar wafat pada usia 63 tahun, sama dengan usia wafatnya Rasulullah saw. Tepatnya pada hari senin malam selasa,antara maghrib dan Isya tanggal 22 jumadil akhir tahun 13 H.
Pujian ‘Aisyah terhadap Sang ayah
Setelah Sang Ayah mengahadap Ilahi, ‘Aisyah ra berdiri di samping maqam seraya berkata: “Alah menyinari wajahmu dan mensyukuri amal usahamu yang sholeh. Engkau merendahkan dunia dengan hidup membelakanginya dan engkau memuliakan akhirat dengan hidup mengahdapinya. Bencana yang paling besar sesudah kematian Rasulullah adalah kematianmu, dan musibah terbesar adalah kepergianmu. Kitabullah menjanjikan sebaik-baik hiburan bagimuj, dan sebaik-baik pengganti dari kamu. Aku memohon janji Allah dengan limpahan kesabaran dan dengan ikhlash aku akan memohon pengampunan bagimu”

Tak ada yang memenuhi pelataran dadanya kecuali keimanan yang terbangun kokoh,
Jangankan terhantam badai keraguan, percikannya saja tak sudi menghinggapi
Jika engkau mencari sosok yang selalu membenarkan
Maka tiada yang akan engkau temui kecuali ia yang berhati lembut,
Yang sarungnya senantiasa melorot saking kurusnya,
Yang tiada memberi belas kasihan kepada mereka yang membangkang,
Yang tulus cintanya terbingkai indah dengan keimanan, dialah….
“ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ”
Semoga Allah beri kita kekuatan iman seperti yang dimiliki Ash-shiddiq…
Amin ya Robbal ‘alamin…

jalan cinta para pejuang
kompasiana.com
assabiqunal awwalun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar