Kamis, 29 April 2010
Kekurangan dan Kelebihan
Bukankah sabda Rasul tentang sebaik-baik manusia adalah mereka yang banyak bermanfaat bagi orang lain?
Sebab, tidak semua yang kita dengar itu benar dan tidak semua yang dikatakan orang lain tentang diri kita begitulah adanya. Bagus-jelek, baik-buruk, tidak semua memandang sama sesuatu. Orang lain boleh katakan kita dewasa, namun tetap saja yang lebih tahu keadaan diri adalah pribadi masing-masing. Maka mari menengok diri masing-masing, sudahkah tertulis catatan kekurangan dan kelebihan kita?
Agar kita tahu dari mana memulai perubahan diri.
"INNALLAHA LA YUGHOYYIRU MA BIQAUMIN HATTA YUGHOYYIRU MA BIANFUSIKUM"
Perubahan tetap saja berawal dari diri kita, sebab Allah tak mau mengubah suatu kaum hatta pribadi merekalah yang bergerak sendiri melakukan perubahan.
Allah menginginkan hamba-Nya memecahkan masalahnya sendiri. Allah akan membantu bila hamba-Nya berharap dan berjuang sepenuh usahanya..
Di kehidupan kita memilah-milah mana sikap yang perlu ditunjukkan tuk menyelesaikan masalah, bila orang lain merasa berat tuk mengatakan sesuatu yang kita butuhkan mungkin perlu ada ancaman. Namun pun perlu dilihat mungkin ia masih berpikir, mau katakan apa dan bagaimana menyampaikannya. Tafahum, saling mengerti. Tiada dua insan yang cocok di dunia ini, yang ada hanyalah mereka saling memahami.
Ukhuwah, tidak akan terjalin kuat bila tafahum menguap dan menghilang!
Persaudaraan tidak akan lama bila tafahum tidak dijadikan unsur utama bangunannya..
Dan akhirnya kekurangan dan kelebihan setiap pribadi seharusnya menjadi hal yang menguatkan ikatan..
Selasa, 27 April 2010
Jawabku!
Setiap hari, nikmat-Mu tak pernah mampu kuhitung.. Namun pula, aku mengkufurinya di saat kuterlupa di bergulingnya hari. Ingin kuketuk pintu-Mu melalui doa-doa stiap pintaku yang begitu banyak... Namun dikala ujian kecil, aku mengutuki diri, bahkan marah.. (pada-Mu)
Maaf-Mu selalu kuharapkan, namun salah pun selalu menyertai berjalannya waktu..
Lalu ketika ada yang bertanya, "apakah kusudah siap?".. Kujawab "belum!", bukan karena mengkufuri nikmat yang Engkau beri, bukan menyombongkan diri, bukan pula menunggu diri sempurna (sebab itu tak mungkin!). Tapi karena kutahu diri. Imanku yang bolong disana sini, hatiku yang masih terus kutata dari keberantakannya, ilmuku yang masih berbilang, langkahku yang masih tertatih (kuingin mampu berdiri tegak dan kuat, agar mampu mengirinya!), dan sejuta alasan kekurangan diri yang mengantri tuk segera diperbaiki..
Kuharap ada mengerti yang bertengger di jiwanya.. Bukan pula inginku agar ia terduduk menunggu waktu berputar, sebab aku tak suka itu. Ia kuyakin akan lakukan yang terbaik dari ikhtiarnya, dari perenungan panjangnya, dari doa dan harapan, serta mimpi dan rencananya. Ia tahu.. Ia paham dan ia pasti mengerti..
Rabu, 21 April 2010
Please, hear me!!!
agar tersingkap tirai yang menutupi mata hati kita
sebab telinga dicipta tuk mendengar
dan bibir untuk apa tak berbicara?
Biarkan hujan basahi keringnya bumi
engkau pasti tak kuat menghalangi jatuhnya?
Ada hal yang kita tak berhak untuk mencegah
ada hal yang kita pun tak harus membolehkan!
Kata, biarkan ia menjelaskannya
tangis, izinkan ia mengungkapkan apa yang ia rasa
bukan putus asa, bukan pula menyerah
tapi menemukan jawaban diri
bahwa ini bukan jalan yang sesungguhnya
karna ada yang tak nyaman
ada bahagia yang tak kunjung didapatkan
maka biarkan ia menemukannya sendiri
yang dibutuhkan hanya pemahaman dan pengertian
maka tolong dengarkan apa yang diucapkannya dalam kata
sebab mungkin saja mampu runtuhkan tirai
mungkin saja mampu meluluhkan hati!
Malam itu!
-Aku telah menjatuhkan air matanya. Yang ia tak seharusnya alirkan mutiara di pipinya. Sebab keikhlasannya takkan terbayar apapun. Sangat berharga melebihi intan permata... (seorang wanita yang hatinya sesuci namanya)
... Sebab ini bukan inginku, Ukhty ...
-Telah kubuat ia bersedih (seorang saudara yang telah menginfakkan dirinya di jalan Allah)
... Tak perlu pergi, sebab mereka jauh lebih butuhkanmu ...
-Telah kubuat mereka mengerutkan kening, akibat sikapku yang berbeda. (adik-adikku yang beranjak dewasa, yang kucintai setulusnya, yang ingin kujadikan lebih baik dari diri ini..) Maafkan kakak bila tak sempat pamitan, hanya karena ketakutanku bila kalian turut rasakan apa yang kami rasa. Melihat wajah yang sudah kucel dan mata yang sembab karena menangis. Kalian tak perlu tahu. (meski kutahu kalian begitu peka dengan mengejarku, berdiri dihadapanku, menelungkupkan kedua tangan di dada sebagai permohonan maaf) Kalian tidak salah apa-apa dinda. Biarkan ceria tetap menyelimuti kebersamaan kalian. Kalian pasti bisa wujudkan mimpi... Tunjukkan pada dunia bahwa kalian ada dan kalian yang terbaik...
Berpisah dengan kalian adalah sebuah ketidakmungkinan kecuali yang menjadi pemisah adalah kematian! Dimanapun nanti kita berada, kapanpun masanya, kalian akan tetap di sanubari yang kantong cinta kalian tersusun rapi disini!
Senin, 19 April 2010
Yang Tersesat...
Namun hembusan anginnya menyejukkan jiwaku
Rindang pohonnya menyegarkan pikiranku
Membuka mataku dengan kicauan burung yang nyaring bersiul
~
Tapi aku tak menemukan apa yang aku cari?
Peta di tanganku telah jelas menunjukkan arah
Tapi aku tak tertarik
Sementara gelombang bimbang menghantamku bertubi-tubi
Kemana ku akan pergi bila tak memilih jalan ini?
Aku asing di dunia sendiri
Aku rasa sendiri tak ada yang temani
~
Semangat selalu ada
Ide-ide memenuhi batok kepala
Tapi kurasa beban
Ada yang tak menyenangkan jiwaku
Ada yang menyiksa batinku
Lalu harus bagaimana aku?
~
Yang diimpikan menjauh dan mendekat
Yang tak teringini semakin merapat dan menyelimuti
~
Ah, di hutan penuh suka aku disesatkan!
Tersesat diantara tawa dalam juang
Haruskah kunikmati ketersesatan ini?
Kemana harus langkahkan kaki berdebu ini?
~
Ku masih disini...
Menunggu sang waktu memberiku jawabnya...
Minggu, 18 April 2010
Berkah Untuk Ibnu Qolby
Uh, aku masih di tepi jalan duduk jongkok bertopang dagu menunggu teman dan pete-pete balik ke Antang. Ngomong sendiri, mengungkapkan keBE-TEan! Tak peduli orang lewat, mau katakan aku gila ke', stres ke', semoga mereka nyangkain aku lagi nelfon. Eh, sebenarnya siapa juga yang memperhatikan? Penyakit ge-er sedang kambuh.
Lama waktu berlalu, pete-pete BTP dan pete-pete Sudiang bergantian singgah didepanku. Menggeleng sambil melambaikan tangan adalah tanda kuberikan yang berarti tidak. Kadang-kadang ada sopir yang ngeyel juga, meski udah geleng-geleng, udah melambaikan tangan, tetap aja singgah lama di depanku pengen neriakin rasanya "Woe..e.. Tidakji Pak Sopirr.. Mobil yang aku tunggu mobil Antaangng!!". Untungnya cuma perasaan. Jadi ingat iklannya "Niu Green Tea" itu lho, habis minum tiba-tiba sang nenek teriak dengan teriakan super-duper yang membuat semua mobil berhenti. Alhamdulillah, ngga ada penjual teh itu, lagian kalo ada aku juga belum tentu beli. Ha..ha..
Mana sih tuh orang? Mana gerimis lagi! Katanya cuma mau ambik desain spanduk? Kukirim sms,
"Mau hitung bintang, tapi tak ada. Mau hitung mobil yang lewat, terlalu banyak. Fiufh... Mending ngitung hujan yang netes di tanganku. Woe..e.. Sallona*!"
Untungnya (untung teyus.s..) tak lama udah muncul. Ups, matimija* ka' Riry' pasti udah nunggu lama. Tadi kan aku blang jam 20:30? Oh, duhai mobil pete-pete cepatlah kau datang kepadaku. Tamuku sudah menunggu di asrama.
~
Pagi, waktu udah menunjukkan 6:45, wah aku mesti cepat-cepat. Ade-ade Ibnu Qolby pasti telah menungguku lama. Pete-pete yang aku tumpangi melaju tidak normal. Aku tahu, pagi-pagi begini
penumpang masih susah untuk dicari, mana hari minggu lagi. Depan kuburan Panakukang aku menyetop mobil. Maksud hati ingin cuek dengan adik-adik yang latihan fighting disana, maksud hati tidak mau melihat, tapi tiba-tiba terdengar suara nyaring,
"Ka' Syifa..a..a..!". Aku pun menoleh juga, siapa mereka yang terlihat oleh mataku? Ternyata bocah-bocah kecil itu.
"Eh, hey.. Sudah lama nunggu ka' Syifa?", tanyaku.
"Nda' tongji ka!", jawab mereka.
Ah, mereka terlihat sangat senang.
Kukumpulkan mereka di jalan panjang dalam kompleks kuburan. Setelah membuka dengan basmalah kami berlari-lari dan pemanasan. Maka dengan berbekal pe-de yang luar biasa :-D, meski baru 2 kali latihan Taekwondo di kampus kuajari mereka apa yang telah aku dapatkan. Capek latihan, ingatan mereka aku buka kembali dengan menanyakan rukun Islam dan rukun iman. Kegiatan terakhir memberi mereka potongan ayat untuk dihapal dengan metode gerak kuharap mereka cepat menghapal. "kuluw, wasyrabuw wala_ tusrifuw". Sambil terus melancarkan hapalan mereka, seorang lelaki dengan potongan sederhana mendekat, sepertinya ia sedang ziarah kubur. Dari wajahnya yang putih bersih, sebenarnya aku sudah bisa menebak beliau pasti dari kalangan parlente. Karena beliau mau lewat, aku hanya menginstruksikan kepada ade'-ade' agar menepi memberi jalan kepada sang Bapak. Apa yang terjadi? Beliau mendekat padaku dan bertanya,
"Apa ini?", kenapa ni bapak nanya-nanya? Batinku. Lalu dengan deg-degan aku jawab,
"e, anu pak! Ini anak-anak sedang belajar bela diri, mereka anak-anak yang biasa di kuburan. Anak-anak rumah singgah, itu rumahnya pak!", oh.. Robb suaraku cukup menjadi bukti betapa gugupnya diriku.
"kira-kira apa yang mereka butuhkan?"
"em.. Apa pak? Eh, Apa ya?" kulihat Beliau merogoh kantongnya. Ni orang pasti mau ngasih duit nih. Tapi aku mau ngomong apa? Kebutuhan mereka banyak, makan, minum, mereka keletihan habis latihan. Aha, baju! Mereka butuh baju, setidaknya baju untuk latihan.
"bola untuk bermain, misalnya?", tanyanya lagi. Aku ga' bisa jawab pak! Muka udah tegang gini? Mau bilang apa coba? Kualihkan perhatiannya,
"itu didepan kakak-kakaknya juga latihan karate pak'!". Namun, rupanya, bapak ini tidak mau berlama-lama...
"ini uang satu juta, belikan adik-adikmu
sesuatu!" sambil menyodorkan segepok uang kepadaku. Dengan agak sedikit bahkan banyak heran, aku kurang percaya.
"serius pak?"
"iya, ini ambil!"
"wah, pak! Terima kasih banyak!" ia segera berlalu tapi aku dengan ketidak percayaanku hanya bisa memeluk adik-adik sambil menangis.
Ketika aku pulang ke Ibnu Qolby, k' Ucy, Bunda Mala, Tante Norma, Nenek, bahagia sekali bahkan sampai menangis.
Alhamdulillah ya Robb..
Kami segera rapat dadakan. Dengan uang di tangan, kami memutar otak memikirkan apa yang dibutuhkan Ibnu Qolby saat ini. Ini, itu, semuanya disusun. Teman segera membeli cat dan mengubah tampilan Ibnu lebih terang dengan warna kuning. Aku membuat celengan untuk adik-adik. Setelah itu, mentoring sampai magrib.. Ba'da isya, aku pulaa..ang!
Ya Robb, hari ini kami benar-benar merasakan hujan berkah dari-Mu..
Syukur kami menggunung pada-MU..
:-D
*Sallona : lama amat!
*Matimija : mati deh,
Kamis, 15 April 2010
Masa..
Usia yang tak pernah diketahui pangkalnya menuntut kita untuk mengisinya dengan kebaikan. Sebab, kalau ingin melihat wujud diri, berkacalah pada hari ini. Dengan melihat hari ini, engkau kan tahu siapa dirimu. Tak perlu menengok masa lalu, dont look back! Sebab ia telah berlalu. Dan tidak pula melihat ke masa depan, sebab belum tentu kita memilikinya. Masa lalu biarlah kelam, cukuplah jadi pelajaran. Masa depan akan menggambarkan apa yang kita lakukan untuknya pada saat ini.
Kematian adalah kepastian yang tak mungkin dihindari. Tak mampu dielakkan kehadirannya. Lalu sudahkah kita bersiap diri menghadapinya?
Kita tak ingin menjadi manusia yang sekedar menjadi bagian arus perjalanan waktu yang terus mengalir tanpa bisa dihentikan. Lalu ketika habis masanya di kehidupan, ia segera dihempaskan ke dalam tong sampah keterlupaan.
Karena kita adalah manusia besar, yang lapang jiwa dalam dadanya. Yang tak pernah mati walau telah berkalang tanah!
Mengapa bisa?
Sebab nama kita telah ditorehkan di setiap hati dalam perjalanan hidup!
Abu al-Wafa' al-Hambali: "Sungguh tak patut bagiku menyia-nyiakan waktuku walaupun sesaat saja. Sekalipun lidahku tak mampu lagi untuk menelaah dan berdebat, mataku tak kuat lagi untuk membaca. Maka akan aku upayakan dengan mengerahkan segala pikiran untuk berbuat sesuatu dalam mengisi waktu kosongku. Meskipun aku telah terlempar. Akupun takkan berggerak dan berbuat sesuatu kcuali apa yang terbetik dalam hati ini untuk menulis dalam lembaran yang berharga."
Subhanallah...
Rabu, 14 April 2010
Anak-anak itu!
"berhentilah bersekolah, bantu mama bapak saja bekerja biar kita bisa dapat uang banyak, dan kita bisa hidup bahagia!"
Ah, hanya saja mereka telah terbiasa dengarkan itu. Lalu mampukah kita meraba masa depan mereka?
Tapi tengoklah mereka yang belajar bagai "Lintang Laskar Pelangi". Walau bermandi peluh dan luka karena kekata orang tua yang menusuk hati, mereka masih menggendong semangat ke sekolah. Berharap akan meraih mimpi dan buktikan kepada orang tua bahwa mereka mampu.
Tapi, kau akan menangis melihat mereka yang pasrah, yang dengarkan apa kata orang tua, yang putuskan sekolah dan "bekerja" mencari uang.
Kau tahu apa arti "bekerja" sesungguhnya?
Bila gelap merambat pada langit senja. Mereka berdiri di pinggir jalan. Pakaian seksi tak membuat risih. Dandanan berlebihan tak peduli keindahan. Menunggu rezeki yang tak halal sekedar untuk memenuhi perut, dan sedikit uang jajan. Belum pahamkah engkau apa yang kumaksud?
"berapa om mampu bayar?" tanyanya genit.
Ah, tergidik aku mendengarnya. Kepolosan mereka tergadaikan demi memenuhi nafsu biadab lelaki hidung belang. Apalagi mendengar berapa rupiah yang biasa dibayarkan, dengarkan baik-baik.. Hanya Rp. 10.000!!!
...
Entah akan kukatakan apa. Kubiarkan air mataku bercerita tentang marahnya aku, tentang sedihnya aku, tentang ketidakrelaannya diriku. Astagfirullah ya Robby, ampunkanlah sgala salah!
Maka sungguh benarlah apa yang dikatakan Sang Rasul Mulia, betapa kemiskinan dan kekufuran hanya berbatas kain tipis yang rapuh dan rombeng, begitu dekat. Dan kini, di ujung mataku semuanya begitu nyata.
Lalu apa yang harus kita perbuat??
Minggu, 11 April 2010
Berpikir Besar!
Berpikir besar, bukan berarti memikirkan diri menjadi besar. Tapi membuka pikiran kita dengan masalah-masalah besar. Selama ini pikiran kita setiap harinya hanya dihabiskan untuk memikirkan hal-hal kecil, lihatlah problema apa yang menghiasi kehidupan sehari-hari kita. Masalah dengan sahabat yang telah buat kita kecewa, bombekan dengan teman, perang mulut dengan orang tua, berantem dengan saudara. Ah... kalau semua waktu dihabiskan hanya untuk itu, maka kapan kita akan memikirkan bangsa kita yang terpuruk ini? Kapan kita akan mulai berpikir tentang masa depan kita? Kapan kita mulai merenungi kontribusi apa yang akan saya berikan untuk keluarga, agama dan bangsa? Kapan? Dan kapan?
Pikiran kita disibukkan dengan hal-hal sepele yang membuat jenuh kehidupan kita. Hidup rasanya tidak menantang. Sehingga jika ada masalah yang tidak seperti biasanya tiba-tiba menjadi besar dihadapan kita karena tidak terbiasa dengan hal-hal yang berbeda. Padahal mungkin saja masalah itu belum sebesar apa yang sebenarnya..
Akal yang diberi Allah akan tidak terpakai secara optimal. Sesungguhnya, banyak problema yang harus kita pecahkan. Banyak buku, majalah, artikel yang perlu kita baca untuk membuka mata kita. Atau cobalah menengok keluar sangkar. Sebab realita yang terjadi akan membuatmu menangis, hingga menyesal.
Open your eyes, open your mind and open your heart!
Ladang da'wah telah melambai-lambaikan tangannya. Memanggil-manggil kita. Menunggu-nunggu peran kita.
Saudariku tak ada alasan bagi kita untuk masih berkutat dengan problema kecil..
Menghadapi masalah besar, mari berpikir besar, dan temukan solusi besar!
Dan...
Tentunya,
jalani semua dengan
Semangat besar!
Jumat, 09 April 2010
Pelayanan dan Penjual Sayur
“Semua orang bisa menjadi hebat karena semua bisa melayani. Anda tidak memerlukan ijazah perguruan tinggi untuk dapat melayani. Anda tidak perlu menimbang-nimbang dan memutuskan untuk melayani. Yang anda butuhkan hanya hati yang penuh belas kasihan. Jiwa yang digerakkan oleh kasih”, perkataan Martin Luther King yang say a baca saat membuka web Pak Eko Jalu Santoso ini, membuat saya kemudian merenung dan berpikir. Betul sekali!, gumamku.
Pelayanan!, mungkin itulah kata kuncinya. Saya masih sangat ingat, saat nenekku masuk rumah sakit, lantaran perlakuan sang dokter yang kurang baik dalam melayani ia sering marah-marah, andai saja tak mengingat sakitnya, sungguh Nenekku dari kemarin-kemarin minta pulang. Nah, kita jadi melihat kejanggalan berarti, sebab Nenekku yang seharusnya merasakan ketenangan terusik jiwa dan emosinya yang mungkin saja kurang disadari oleh dokter. Bukankah emosi yang tidak stabil kemudian menjadi salah satu sebab tidak cepatnya, proses penyembuhan? Sepakat sajalah! Sebab aku tak ingin sok tahu!
Atau pengalaman tanteku yang lalu cekcok dengan perawat rumah sakit! Dengan alasan yang sama, Pelayanan mereka kurang memuaskan. Hingga kemudian kami sekeluarga jadi tidak memilih rumah sakit tersebut jika ada anggota keluarga yang perlu dirawat. Jadi lucu kedengarannya.
Bahkan mungkin pengalaman buruk saya yang kemudian menyebabkan sedikit phobia, dan menjadi sebab terhalangnya rezeki orang lain. Suatu ketika di asrama saat tiba giliranku memasak. Memasak untuk teman-teman satu asrama. Persiapan ke kampus kadang membuat kami tak mendengar teriakan tukang sayur yang lewat depan rumah.
“Yur… sayur…!”
“Tahu, tempe, ayam..!”
Atau mungkin teriakan kami tak sampai di telinga sang penjual tempe dan sayur. Teriak sekali, penjual temped an saayurnya telah berlalu.
“hu… penjual kok’ ngebut, mana laku jualannya kalo begitu, memang bukan rezekinya!”, ah, kami hanya mampu menggerutu.
Hingga tanpa terasa mentari semakin menanjak tinggi. Dan hei, sepertinya semua penjual sayur telah berlalu di depan rumah. Aku belum beli sayur, nih! Gaswat dasrurat! Teman-teman makan tanpa sayur? Makan kering lagi deh, kalo keselek, aku yang bertanggung jawab dong? Wuish, Naudzubillah!
Sampai kemudian aku memutuskan menunggu tukang sayurnya di teras, sambil berdendang ria
“Menunggu ternyata menyakitkan..”, hehe.. lagu jadulnya Ribas pemirsa, untung waktu itu lagunya “Aizhiteru” belum nongol. “menunggu sesuatu yang sangat menyebalkan bagiku!”, Kalo udah, bisa-bisa aku direkrut paksa sama direktur elektone samping rumah, bukan sebagai penyanyinya tapi jadi juru test mic-nya… hehe…
“test…test.. testing mic, 1….2…3..!”, aku berbakat kan?.
Eh, kembali ke laptop!. Tiba-tiba dari ujung lorong terd\engar suara merdu, “oe.. sayur!”
“Hua..a.. yuu..ur!” teriakku lantang.
Oe, sadar neng beliau masih di ujung lorong noh!, hehe… malu-maluin. Bikin gempar jalan perdata aja!.
Setelah pilah-pilih, bongkar-bongkir, tawar-tawir, akhirnya aku berhasil menghancurkan jualan daeng tukang sayur. Hahaha.. ngga’ ding, lebay deh! Eh, dia juga berhasil meludeskan uangku…
Setelah masuk ke rumah, dengan kening berkerut aku merasa ada yang kurang! Yah, penjual itu berhasil membawa lari uangku seribu perak!, jangan salah, kalo ngga ada seribu uang Rp. 999.000,00 gak bakal jadi sejuta! Ya, ngga?. Namun apa daya, dia tlah pergi meninggalkanku, maksudnya udah jauh dan tak mungkin kukejar lagi. Ya sudahlah! Ikhlasko hati! Aku segera mengumumkan kepada teman-teman bahwa aku baru saja ketipu! Lalu kemudian mengatur undang-undang yang tidak benar yaitu, dilarang membeli sayur kepada penjual tadi.
Hari pun berganti, meinggu-minggu demi minggu. Tiba lagi jadwal masakku, dan peristiwa yang sama terulang kembali. Sebenarnya sih, jujur dari hatiku yang terdalam aku tak mau membeli sayurnya lagi, namun apa boleh buat udah ga’ ada penjual yang lain lagi?. Hanya saja masalahnya ini penjual sayur memang ngga’ bener! Kenapa engga, lain yang kuminta, lain yang dikasi, ditawar segini, kembaliannya segitu! Ah.. berdebat juga ga’ ada gunanya. Ya sutralah!.. Maka semakin kuatlah peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan. Hari-hari berikutnya tiap melihat penjual sayur itu lewat, teman-teman pada ga’ mau beli, dan langsung bilang,
“tuh bombe’nya Syifa!”, woallah ko’a kepadaku penisbatan itu ditujukan!
Afwan yah daeng penjual sayur! Ini bukan salahku!
Ah, andai saja semua pedagang, perusahaan yang mmeberikan pelayanan jasa, instansi pemerintah, guru-guru, termasuk kita juga mau melayani dengan sepenuh hati tentu saja sukses akan teraih. Perusahaan yang senantiasa mau mendengarkan dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan konsumen niscaya akan lebih mudah dalam eraih dan memepertahankan kesuksesannya. Betul?
Lihatlah Keluar... Lakukan Perubahan!
Sejenak, di kehamparan luas kuedarkan pandangan. Ternyata sempit apa yang ada dalam benakku tentang dunia kelam. Yang nampak hanya apa yang ada di layar kaca. Tapi kini, Allah memperlihatkanku di depan mata. Ya Allah… begitu mahalnya karunia hidayah yang Engkau beri.
Kini debu di bola mata telah menghilang, dan kutatap dengan jelas kebobrokan di hadapanku. Memang tak banyak waktu yang bisa kita habiskan tuk bersenang-senang, sebab kewajiban jauh lebih banyak.
“idza ra-aytukum munkaran, falyugayyir biyadik, fainlam tastathi’ fabilisanik, fainlam tastathi’ fabil qalbi… fainnahu adh’aful iman”
“jika telah jelas kemungkaran di depan mata, maka ubahlah dengan tanganmu, jikalau tak kau mampu maka dengan lisanmu, bila masih tak kau mampu, maka tegurlah dalam hatimu, sesungguhnya itulah selemah-lemahnya iman”
Ah, semua kemungkaran menjadi sebuah Tanya besar yang perlu diresapi, sudahkah kulakukan sesuatu? Sudahkah tanganku bergerak? Sudahkah lisanku menegur? Ataukah hati yang masih terus merenungi, hingga iman masih di garis rendah?
Maka pantaskah untuk masih disini bertopang dagu?. Sementara gelimangan dosa menuntut kita untuk mempertanggungjawabkannya?
Menagislah duhai mata, sebab sesal perlu ada agar kau sadar harus lakukan perubahan!
Kita sedang menunggu siapa? Ataukah masih menunggu sempurna tuk berbuat sesuatu?
Mereka sama adalah pucuk dari pohon regenarasi perbaikan bangsa, hanya jalan memang tak selalu lurus. Bila kini mereka telah salah melangkah, maka sebelum sampai dan jatuh ke jurang, kita wajib memanggil, mengajak dan menunjukkan jalan. Membimbingnya, bahakan memapahnya bukan karena kita sebagai pemimpin tapi mengikut di barisan panjang. Barisan panjang yang sejarahnya telah jauh lebih dari cukup menjadi guru terbaik.
Kita ingin beramai-ramai menikmati surga! Yang tentu saja teraih oleh lelehan peluh tanpa keluh dan perjuangan berat penuh derita.
Telah Ust. Rahmat Abdullah memanggil kita: “wahai pemuda, tidak ada lagi waktu bagi kita untuk istirahat. Tugas dakwah kita terlalu banyak. Jika engkau ingin istirahat, nanti saat engkau langkahkan kakimu menuju surga”
Rabu, 07 April 2010
Ada yang ingin kukatakan!
Ada yang ingin kukatakan, sebelum senja berlalu dan malam semakin pekat
Dengarkan dulu!
Ada yang ingin kusampaikan sebelum kantuk menarik kelopak mataku dan terlelap
Ada yang ingin kukatakan sebelum mentari menjemputku kembali pergi
Untukmu yang masih duduk bertopang dagu, perhatikan apa yang akan kusampaikan!
Sebab ini adalah mimpi-mimpiku
Aku sedang berenang di lautan azzam dan cita, orang bilang ini katanya perjuangan
tapi apa peduliku?
Aku terus berenang, melawan arus yang diterbangkan angin, orang bilang itu gelombang
kadang dihantam ombak, dihempaskan ke belakang
hingga harus kumaju lagi, mengejar ketertinggalan
kadang letih dan tak berdaya
namun kulihat lagi mereka yang tenggelam..
Aku ingin menariknya, bersamaku
Dan inilah yang ingin kukatakan,
"aku takkan menyerah, sebab masih banyak pekerjaan menanti.. Banyak amanah yang mesti ditunaikan.. Masih banyak mimpi yang ingin kuraih, masih ada cita menungguku di gerbang masanya"
Kamis, 01 April 2010
Kucek Matamu, Sebab Debu Itu Menghalangi Pandangan!
Kerusuhan makin mudah terjadi, musibah seperti berurutan menodong kita di kehidupan. Masa depan di benak sebagian remaja suram dan tak jelas. Dalam pikir mereka rokok, minuman beralkohol, bahkan drugs adalah sesuatu yang harus dicoba. Video porno, aksesnya begitu mudah. Ah, sepertinya kita tak perlu kaget mendengar semua kabar tak mengenakkan ini. Hanya saja, mungkin mata kita tertutupi debu kecil, hingga jarak dekat sedang tak terlihat. Sementara di media pandangan kita disuguhkan panorama yang telah disebutkan di awal. Terlalu jauh akal kita dibuat berpikir tentang keadaan. Maka, mulailah mengucek mata.. Sebab didekat kita realita sedang bercerita. Mengajak kita untuk segera berbenah. Apa yang sedang terjadi di samping kita mungkin saja ada teman yang mengalami. Tapi gawatnya, pas menengok diri di cermin ternyata kita tidak jauh berbeda dengan teman-teman kita. Naudzubillah. Semoga tidak demikian adanya.. Maka kini mari menerapkan pelajaran matematika yang kita pelajari untuk menghitung untung rugi kita. Berapa umur kita sekarang? Jika kemudian Rasulullah menjamin kehidupan ummatnya rata-rata mencapai 60-an tahun. Sisa berapa umur kita? Lalu, dikurangi lagi masa tidur kita tiap hari, 20 tahun (jika waktu yang kita habiskan untuk tidur ada 8 jam, dari 60 tahunnya tidur kita berjumlah 20 tahun). Alamak!! Tinggal makin sedikit jatah umur kita di dunia. Itu juga perhitungannya kita mati di usia 60-an? Nah, kalo tidak dari sekarang kita memperbaiki diri dan menggunakan waktu sebaik-baiknya berbuat kebaikan dan membagikannya maka sia-sialah kita di kehidupan dunia.. Maka pelajaran sejarah seakan menarik leher baju kita kebelakang, Sumpah Pemuda mengajarkan kita bahwa pemuda pada saat itu menjadi tonggak pergerakan nasional. Mereka menjadi pionir penggerak bagi kalangan tua saat itu. Lalu kita tengok sahabat-sahabat nabi, Usamah yang masih berusia 18 tahun diangkat menjadi panglima perang pasukan muslimin menyerbu wilayah Syam, sementara disana yang bawahannya ada Abu Bakar Ash-Shiddiq dan sahabat assabiqunal awwalun yang lain. Wow, hebat buenner ya, si Usamah ini. Melalui pemuda-pemuda inilah kemenangan dan kejayaan pernah diraih. Sanggupkah kita menggantikan peran mereka? Mari bersiap-siap, biar bisa mengambil tempat! Sebab kita punya segudang potensi.. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan! Banyak perubahan kecil bisa kita mulai sebelum melakukan perubahan besar! Maka sebelum semua kita lakukan, kita bersiap bersama! Kucek mata, binarkan pandangan, resapi dan mari mulai perubahan!