Minggu, 18 April 2010

Berkah Untuk Ibnu Qolby

20:45..
Uh, aku masih di tepi jalan duduk jongkok bertopang dagu menunggu teman dan pete-pete balik ke Antang. Ngomong sendiri, mengungkapkan keBE-TEan! Tak peduli orang lewat, mau katakan aku gila ke', stres ke', semoga mereka nyangkain aku lagi nelfon. Eh, sebenarnya siapa juga yang memperhatikan? Penyakit ge-er sedang kambuh.
Lama waktu berlalu, pete-pete BTP dan pete-pete Sudiang bergantian singgah didepanku. Menggeleng sambil melambaikan tangan adalah tanda kuberikan yang berarti tidak. Kadang-kadang ada sopir yang ngeyel juga, meski udah geleng-geleng, udah melambaikan tangan, tetap aja singgah lama di depanku pengen neriakin rasanya "Woe..e.. Tidakji Pak Sopirr.. Mobil yang aku tunggu mobil Antaangng!!". Untungnya cuma perasaan. Jadi ingat iklannya "Niu Green Tea" itu lho, habis minum tiba-tiba sang nenek teriak dengan teriakan super-duper yang membuat semua mobil berhenti. Alhamdulillah, ngga ada penjual teh itu, lagian kalo ada aku juga belum tentu beli. Ha..ha..
Mana sih tuh orang? Mana gerimis lagi! Katanya cuma mau ambik desain spanduk? Kukirim sms,
"Mau hitung bintang, tapi tak ada. Mau hitung mobil yang lewat, terlalu banyak. Fiufh... Mending ngitung hujan yang netes di tanganku. Woe..e.. Sallona*!"
Untungnya (untung teyus.s..) tak lama udah muncul. Ups, matimija* ka' Riry' pasti udah nunggu lama. Tadi kan aku blang jam 20:30? Oh, duhai mobil pete-pete cepatlah kau datang kepadaku. Tamuku sudah menunggu di asrama.
~
Pagi, waktu udah menunjukkan 6:45, wah aku mesti cepat-cepat. Ade-ade Ibnu Qolby pasti telah menungguku lama. Pete-pete yang aku tumpangi melaju tidak normal. Aku tahu, pagi-pagi begini
penumpang masih susah untuk dicari, mana hari minggu lagi. Depan kuburan Panakukang aku menyetop mobil. Maksud hati ingin cuek dengan adik-adik yang latihan fighting disana, maksud hati tidak mau melihat, tapi tiba-tiba terdengar suara nyaring,
"Ka' Syifa..a..a..!". Aku pun menoleh juga, siapa mereka yang terlihat oleh mataku? Ternyata bocah-bocah kecil itu.
"Eh, hey.. Sudah lama nunggu ka' Syifa?", tanyaku.
"Nda' tongji ka!", jawab mereka.
Ah, mereka terlihat sangat senang.
Kukumpulkan mereka di jalan panjang dalam kompleks kuburan. Setelah membuka dengan basmalah kami berlari-lari dan pemanasan. Maka dengan berbekal pe-de yang luar biasa :-D, meski baru 2 kali latihan Taekwondo di kampus kuajari mereka apa yang telah aku dapatkan. Capek latihan, ingatan mereka aku buka kembali dengan menanyakan rukun Islam dan rukun iman. Kegiatan terakhir memberi mereka potongan ayat untuk dihapal dengan metode gerak kuharap mereka cepat menghapal. "kuluw, wasyrabuw wala_ tusrifuw". Sambil terus melancarkan hapalan mereka, seorang lelaki dengan potongan sederhana mendekat, sepertinya ia sedang ziarah kubur. Dari wajahnya yang putih bersih, sebenarnya aku sudah bisa menebak beliau pasti dari kalangan parlente. Karena beliau mau lewat, aku hanya menginstruksikan kepada ade'-ade' agar menepi memberi jalan kepada sang Bapak. Apa yang terjadi? Beliau mendekat padaku dan bertanya,
"Apa ini?", kenapa ni bapak nanya-nanya? Batinku. Lalu dengan deg-degan aku jawab,
"e, anu pak! Ini anak-anak sedang belajar bela diri, mereka anak-anak yang biasa di kuburan. Anak-anak rumah singgah, itu rumahnya pak!", oh.. Robb suaraku cukup menjadi bukti betapa gugupnya diriku.
"kira-kira apa yang mereka butuhkan?"
"em.. Apa pak? Eh, Apa ya?" kulihat Beliau merogoh kantongnya. Ni orang pasti mau ngasih duit nih. Tapi aku mau ngomong apa? Kebutuhan mereka banyak, makan, minum, mereka keletihan habis latihan. Aha, baju! Mereka butuh baju, setidaknya baju untuk latihan.
"bola untuk bermain, misalnya?", tanyanya lagi. Aku ga' bisa jawab pak! Muka udah tegang gini? Mau bilang apa coba? Kualihkan perhatiannya,
"itu didepan kakak-kakaknya juga latihan karate pak'!". Namun, rupanya, bapak ini tidak mau berlama-lama...
"ini uang satu juta, belikan adik-adikmu
sesuatu!" sambil menyodorkan segepok uang kepadaku. Dengan agak sedikit bahkan banyak heran, aku kurang percaya.
"serius pak?"
"iya, ini ambil!"
"wah, pak! Terima kasih banyak!" ia segera berlalu tapi aku dengan ketidak percayaanku hanya bisa memeluk adik-adik sambil menangis.
Ketika aku pulang ke Ibnu Qolby, k' Ucy, Bunda Mala, Tante Norma, Nenek, bahagia sekali bahkan sampai menangis.
Alhamdulillah ya Robb..
Kami segera rapat dadakan. Dengan uang di tangan, kami memutar otak memikirkan apa yang dibutuhkan Ibnu Qolby saat ini. Ini, itu, semuanya disusun. Teman segera membeli cat dan mengubah tampilan Ibnu lebih terang dengan warna kuning. Aku membuat celengan untuk adik-adik. Setelah itu, mentoring sampai magrib.. Ba'da isya, aku pulaa..ang!
Ya Robb, hari ini kami benar-benar merasakan hujan berkah dari-Mu..
Syukur kami menggunung pada-MU..
:-D


*Sallona : lama amat!
*Matimija : mati deh,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar