Kamis, 04 Juni 2009

Pelajaran Cinta

Dari hidup kita belajar tentang cinta. Bukan cinta yang banyak diungkapkan orang-orang dengan syair-syair murahan “aku mencintaimu sepenuh hatiku, aku tak mampu hidup tanpamu, engkau membuatku menjadi gila… “, Seperti ingin tertawa jika ada yang gila hanya karena cinta tapi, itulah kenyataannya. Mereka diperbudak oleh cinta. Mereka tak menemukan bagaimana cinta itu sebenarnya, cinta yang membuat hati terlarut oleh kasih sayang. Cinta yang mereka gambarkan terlalu sempit… bahkan mungkin tak bisa bergerak hingga menumbuhkan jenuh yang membuat cinta itu terkikis sedikit demi sedikit, dan menghilang. Cinta yang semu… cinta yang hanya beri kebahagiaan sesaat. Menodai arti cinta yang sesungguhnya suci. Kita tidak mengagung-agungkan cinta, tapi kita ingin belajar mengagungkan sang pencipta cinta lewat makhluk yang bernama cinta itu.

Jika ada yang berani bilang “ah, cinta.. cinta.. cinta,, cinta mulu deh! Bosan dengar kata cinta!’’. Eits, jangan salah!. Bukankah hidup kita sesungguhnya penuh dengan cinta?. Betapa Allah sang Maha perkasa telah menciptakan dunia ini diliputi oleh cinta yang tak pernah berkurang. Hingga kita terlahir, berkarya, berjuang, menangis, tertawa, dan bergerak, semuanya dengan cinta. tak pernah mata kita melihat sesuatu tanpa cinta, mendengar sesuatu yang tak mengumandangkan cinta, merasakan sesuatu yang kering hangus tanpa cinta.

Hanya saja dalam beberapa hal cinta tak terpenuhi kadarnya, kurang. Ada saat ia harus penuh, namun tak seperti itu, cinta yang seharusnya menjadi pelipur, menusuk dan melukai. Ah, kita sepertinya harus banyak belajar memenuhi kadar cinta. Bukan memenuhinya dengan kadar 100% disetiap keberadaannya, tapi menempatkan kadar cinta itu pada posisi dan kedaannya. Ada saat cinta itu memenuhi kadarnya pada kadar 70%. Ada pula saat di titik 20%. Karena cinta itu bunglon yang harus beradaptasi, bukan karena cinta tak tetap dan berubah-ubah, tapi cinta begitulah sejatinya. Cinta selayaknya menggerakkan jiwa yang terdiam, membebaskan raga yang terpenjara dan mengikatnya untuk kemudian berjalan di jalan cinta yang sesungguhnya. Terdiamnya jiwa dan terpenjaranya raga takkan pernah ada bila cinta selalu ada pada kadarnya.

Wujud dari cinta adalah memahami, mengerti. Karena kecocokan diantara dua insan ada yang bilang mustahil terjadi, dengan memahami itulah kecocokan. Sikap untuk memahami setulusnya, tanpa diminta. Dengan memahami kita akan mengerti kadar cinta yang sesunguhnya.

Dari kehidupan kita akan belajar tentang cinta, menemukan kecocokan dengan pengertian. Hingga tak perlu lagi cinta menjadi penyebab gila, gila yang menyiksa jiwa, membuatnya terdiam dan memenjarakan raga.. tapi kita menjadi gila untuk mencari dan menemukannya, untuk kemudian kita letakkan pada kadarnya…

“Syifalova” 21 februari ’09, 22:40

1 komentar:

  1. cinta selalu indah bila kita menjalani dengan hati dan cara yang benar.

    BalasHapus