Selasa, 18 Mei 2010

Buah Hikmah Kehidupan

Wajah yang panas berpijar karena marah, kusaksikan dari tangga tempatku merapat.
Tak ada balasan dari tampang manis yang kuperlihatkan. Walau sekedar sepotong sapa.
Matahari dan bulan telah bertukar tempat berkali-kali.
Gelap dan terang bumi berulang kali telah menyempurnakan hari.
Ibu jari esok akan menegak menyusul empat jari yang lain, sebagai bilangan hari ia meliputi dirinya dengan kecewa bercampur kesal.
Ah, sakit sekali kelihatannya.
Hm.. Ia hanya belum menjinjitkan kaki agar sampai tangannya menggapai buah hikmah di pohon kehidupan. Atau barangkali masih kurang menelisik, dibawah buahnya banyak telah berjatuhan. Cukup merunduk sedikit, memunguti!
Perhatikan ranumnya, pahami makna dan nikmati rasanya!
Bangunan yang runtuh, bisa kita dirikan kembali. Di lumpur hidup sesal, jangan banyak bergerak! Sebab engkau akan semakin tenggelam. Tenang, ulurkan tanganmu. Kayu yang kuat telah kami sodorkan sejak kemarin. Jangan tunggu waktu menjadi lama. Raihlah kayu itu dan kami akan menarikmu!

Pernah pula kurasakan yang sama, namun kurenungi. Akhirnya kutemukan sesuatu, menyimpulkan rumus anti marah dari ke-sok tahuan-ku (tepatnya mungkin sok bijaksana), kukatakan pada diriku sendiri:
"Colly... Ketika engkau sedang marah pada seseorang, tanamkan dalam hatimu bahwa ia hanya sedang tak tahu dengan perasaan yang timbul dari kelakuannya terhadapmu. Kalau ia sudah tahu, dan tak lakukan apa-apa (walau sekedar minta maaf) tanamkan lagi bahwa ia hanya sedang tak mengerti. Maka cobalah untuk memberinya pengertian dengan cara yang baik. Bilapun engkau telah memberinya penjelasan sedang ia masih tak mau mengerti, maka kokohkanlah lagi hatimu bahwa keadaan seseorang di mata orang lain hanya akan menimbulkan dua sebab. Dimengerti atau tidak dimengerti. Sedangkan ia, saat ini berada dalam ruang ketidak mengertian. Tidak semua orang memang akan mengerti keadaan kita. Maka teruslah berharap bahwa ia suatu saat akan meninggalkan ketidak mengertiannya. Tak perlu mendoakan agar kelak sesal menjalari hatinya, mintalah agar ia dilapangkan dadanya."

Aku berani menjaminkan diri. Bila suatu hari di masa yang akan datang (bila umur masih dipinjamkan-Nya) dan ia belum juga menemukan ganti yang lebih baik dari apa yang ia tolak kemarin, maka tak mengapa bila aku terpecat sebagai saudarinya!
Semoga ia hanya sedang menunggu. Menanti reaksi dari obat yang telah diminum. Mungkin memang lama, tapi kuharap kesembuhan besar menjemput dihadapan.
Ada yang Allah sembunyikan darimu!
Yakinlah bahwa Ia tiada pernah akan kecewakanmu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar