Jumat, 14 Mei 2010

Pertikaian yang Membosankanku!

Dari rombeng kain iman yang kusadari rapuhnya
Kutahu ini sebab dari lemahnya jalinan ukhuwah
Atau mungkin musabab lain adalah harapan yang jauh dari gapaian tangan karena terlalu tinggi dahan tempat ia digantungkan
Mencintai tak perlu kata berlebihan, pun tak perlu pula menyimpannya terlalu puncak di tingkatan hati

" Wa'asa_ an takrahu_ syay-an wahuwa khairun lakum, wa 'asa_ an tuhibbu_ syay-an wahuwa syarrun lakum wallahu ya'lamu wa antum la_ ta'lamun"
Maka boleh jadi, engkau tiada menyenangi sesuatu padahal ada kebaikan baginya untukmu, dan boleh jadipun engkau begitu menyukai sesuatu, padahal tiada kebaikan darinya untukmu. Sungguh, Allah tahu, dan engkau tiada mengetahui

Cukuplah firman-Nya membuat kita menyadari akan cinta yang sederhana. Tidak terlalu berharap karena tidak semua yang kita inginkan: ia pahami dan bisa ia wujudkan
Karena sesama manusia: dosa, khilaf dan lupa melumuri tubuh sari pati tanah ini

- Kau katakan aku telah menorehkan luka di permukaan hatimu, hingga perihnya menderaskan hujan air mata di pipimu. Lalu ketika kutanyakan "apakah yang telah aku lakukan?", kau suruh aku mencarinya sendiri. Aku tidak mungkin bertanya bila telah kutemukan jawabnya! Telah menumpuk kekesalan di jiwa. Waktu pun telah jenuh menyaksikan pertikaian dimasing-masing batin kita. Sikapmu yang mengajariku begini. Tapi kulapangkan, sebab emosi kutahu datangnya dari makhluk terlaknat. Kutarik nafasku, kutuliskan permohonan maaf dan sedikit menepuk dada "Bersama kita perbaiki diri" Kau jawab dengan dalih nasib. Kita tidak mungkin terus mengutuki nasib, merubahnya bisa kita lakukan. Maka karena kuingin perubahan diri, kutanyakan kekurangan... Namun apa daya bila tiada jawaban. Sebab diam pun tak menyelesaikan masalah -
(Akan terus beginikah yang kau inginkan?)

Cinta yang sederhana. Cinta yang bergumulnya di hati, sedang hati adalah Qalbu, tabiatnya berganti, berbolak-balik bak halaman buku
Cinta hari ini, kutakutkan menjelma kebencian di esok hari, benci yang kita tahtakan di hati siapa sangka lusa menampilkan dirinya sebagai cinta
Bukankah hati ini bukan kita yang punya?

-Maka jangan heran bila acuh kupoles tebal diwajahku, mengabaikanmu yang terus menyesali takdir. Bangkitlah saudariku, maafkan caraku mengajarimu dianggap kasar. Terus menangis? Itu maumu? Tolong jangan ajari aku setega ini! Melihatmu terluka juga bukan mauku!-

Iman, adakah engkau semakin bertambah?
Memperbaikimu harus kulakukan. Sebab itulah solusinya, semoga!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar